Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Mentang-Mentang Orang Ngapak, Terus Harus Ngomong “Nyong Kencot”, Gitu?

Aprilia Kumala oleh Aprilia Kumala
11 Oktober 2018
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Memangnya, selucu apa, sih, bahasa orang Ngapak di telinga orang-orang non-Ngapak? Kenapa dikit-dikit harus kencot???

Saya pernah pergi merantau ke Bandung dan bertemu banyak sekali orang asli Jawa Barat. Saat ditanya asal saya, teman-teman terpesona sendiri mendengar jawaban saya, “Dari Cilacap.”

“Oh, yang ngapak-ngapak itu, ya? Coba dong, ngomong ngapak, gitu. Itu bahasanya yang pakai nyong-nyong, gitu, kan? Ih, coba dong, coba dong!”

Hmm, jadi begini, Pemirsa-pemirsa sekalian. Tolong dengarkan dulu curahan hati dari saya, mewakili banyak orang ngapak yang sering sekali kalian tanggapi dengan respons seperti di atas!!! Tolong, ya!!! Tolong!!!

Sebagai produk lokal Kabupaten Cilacap, saya merasa tersanjung karena bahasa yang kerap bergaung di seluruh penjuru kota ternyata cukup dikenal oleh banyak orang dari berbagai daerah. Tapi perlu diketahui, bahasa Ngapak alias dialek Banyumasan adalah sebuah bahasa…

…bukan atraksi hiburan rakyat.

[!!!!!!!!!11!!!!1!!!]

Gini, ya: kalau kamu-kamu semua meminta kami berbicara bahasa Ngapak, sebenarnya apa yang kalian harapkan pada kami, sih? Kami disuruh ngomong sendiri, gitu???

Melalui media ini, saya bermaksud mengeluarkan keluh kesah saya yang tersimpan. Uhuk. Baiklah, mari kita mulai.

Pertama, selama saya merantau di Bandung tadi, hampir setiap kali saya berbicara dengan bahasa Ngapak (biasanya di telepon saat sedang dihubungi keluarga atau kawan dari Cilacap), teman-teman selalu ngakak nggak ketulungan. Jangankan ngomong bahasa Ngapak, ngomong bahasa Indonesia saja kadang-kadang diketawain kalau saya kelepasan medhok!

Seorang kawan saya di sana ada yang berasal dari Korea Selatan (iya, kamu nggak salah baca). Humor teman-teman yang lain pun kian berkembang. Beberapa kali, saya dan si Korea Selatan ini (mari kita panggil dengan sebutan ‘Oppa’) disuruh bicara bergantian, dengan request khusus: saya harus menyebut kata “nyong”, sedangkan Oppa harus menyebut kata “annyeong”.

Untuk apa? Ya untuk materi agar teman-teman tergelak lepas, mengulang-ulang kata “nyong” yang mirip “annyeong”.

Hadeeeeeeh!

Pertanyaan saya pun muncul: memangnya, selucu apa, sih, bahasa Ngapak di telinga orang-orang non-Ngapak??? Maksud saya, nggak pernah tuh saya ngakak denger orang ngomong bahasa Sunda dan bahasa Jawa di Yogyakarta—jadi kenapa saya harus pasrah-pasrah aja diketawain dengan dialek Banyumasan??? Apa ada yang salah dengan dialek kami???

Iklan

Kedua, yang lebih aneh lagi, nih, Sobat-sobat sekalian, beberapa orang kekeuh meminta kami menyebut satu frasa tertentu, yaitu…

…”Nyong kencot.”

[!!!!!!!!!11!!!!1!!!]

Apaaaa??? Apa yang istimewa dari mendengar orang bilang “Aku lapar” kalau hanya untuk ditertawakan??? Memangnya situ berniat memberi kami sedekah beras 2,5 kilo atau nasi padang lengkap dengan sambal hijau dan telor dadar??? Nggak, kan??? Terus, apa urusan Anda meminta hal itu???

“Soalnya lucu dialeknya. Medhok-medhok gimana, gitu,” jawab seorang teman.

Duh, Sayangku, menjadi kencot alias lapar itu tidaklah lucu. Coba ingat: ada berapa banyak orang kelaparan di luar sana, dan kita masih ketawa-ketiwi menertawakan orang-orang ngapak yang sedang lapar? *mendadak bijaksana*

Jadi begini , loh, Kawan-kawan yang hatinya sedang resah dan gundah gulana tapi pura-pura bahagia, kami pun senang-senang saja kalau maksud Anda-Anda sekalian adalah mengapresiasi bahasa kami. Tapi mbok ya plis, nggak usah ketawa setiap 5 detik kalau kami sedang bicara bahasa Ngapak! Jar-jare enak apa nek lagi ngomong koh diguyu baen?!

Ketiga, yang lebih mengusik ke-Ngapak-an hati saya (halah, istilah apa ini), ada beberapa kata dalam bahasa Ngapak yang digunakan sesuka hati oleh orang-orang non-Ngapak.

Sebenarnya, hal ini biasa saja—malah saya dan teman-teman Ngapak lainnya patut mengapresiasi usaha orang-orang non-Ngapak untuk ikut ngapak-ngapak. Tapi masalahnya, kadang-kadang mereka itu ngeyel :(((

Dalam bahasa Ngapak, ada istilah “mbok” yang maknanya bukan hanya “ibu” sebagaimana ditemukan dalam bahasa Jawa. Kata “mbok” di bahasa Ngapak ini sama artinya dengan “kan” dan “mungkin” (sedikit mirip kata ndean yang ditemui di beberapa daerah) atau “siapa tahu” dan “takutnya” (pada kata mbok-mbokan, seperti makna bisi pada bahasa Sunda), misalnya pada kalimat berikut:

1. “Ngko kowe teka, mbok?” (Nanti kamu datang, kan?)

2. “Aja suwe-suwe guli mlaku, mbok-mbokan telat.” (Jangan lama-lama jalannya, takutnya ntar telat.)

3. “Sing nggawa motormu kae si Karjo mbok.” (Yang membawa motormu mungkin si Karjo.)

Begitulah kiranya, Bapak Ibu sekalian, perkara penggunaan istilah “mbok” yang baik dan benar. Tapiiii, kenapa kalian tu malah menggunakan kata “mbok” di banyak tempat di kalimat apa pun yang kalian ucapkan??? Please, itu tidak membuatmu terdengar ngapak :(((

Terus, kenapa oh kenapa kami-kami yang orang Ngapak ini malah dipanggil dengan julukan Mbok hanya gara-gara kami sering ngomong “mbok”??? Anda-Anda ini paham nggak e maknanya??? Ngerti apa ora jane :(((

Keempat, keluhan saya yang terakhir sepertinya lebih tepat ditujukan pada beberapa orang yang juga berbahasa Ngapak, tapi berasal dari luar Cilacap.

Seperti yang kita pahami bersama, bahasa Ngapak itu tersebar di banyak daerah—bukan cuma Cilacap. Di Jawa bagian Utara, kota-kota seperti Tegal, Brebes, dan Slawi pun terpengaruh dialek ini, apalagi di daerah Selatan, seperti Banjarnegara, Banyumas (Purwokerto), Purbalingga, Kebumen, dan daerah di sekitarnya. Dengan semangat ke-Ngapak-an bersama, saya jadi terheran-heran sendiri saat menjumpai keadaan seperti berikut:

Orang Non-Ngapak (ONN): “Wah, kamu ngapak, ya? Dari kota mana?”

Orang Ngapak Lain (ONL): “Kebumen.”

Saya (S): “Saya Cilacap.”

ONN: “Oh, gitu. Eh, kalau ngapak itu daerah yang paling ngapak itu mana, sih, sebenernya?”

S: “Oh, itu sih—”

ONL: “Cilacap, Mbak! Kalau ngapak yang ngapak banget dan paling kasar, ya, jelas Cilacap. Pokoknya Cilacap!!!”

S: “…”

Hmmm monmaap, nih, Saudara-saudara Ngapak yang dimuliakan Allah swt., apakah setelah kita semua menjadi objek tertawaan masyarakat di luar area Ngapak, kalian semua kini tega memojokkan kota tertentu yang dianggap bahasanya paling kasar dan paling ngapak???

Plis, musah kayak kuwe. Nyong dadi kepengen misuh. Hufh.

Terakhir diperbarui pada 11 Oktober 2018 oleh

Tags: bahasacilacapdialek banyumasannyong kencotorang ngapaktegal
Aprilia Kumala

Aprilia Kumala

Penulis lepas. Pemain tebak-tebakan. Tinggal di Cilegon, jiwa Banyumasan.

Artikel Terkait

Warga Desa Nusajati, Cilacap, mengais padi sisa panen raya MOJOK.CO
Bidikan

Mengais yang Tersisa di Desa Nusajati Cilacap, Sebab “Sisa” Tak Kalah Berharga

28 Juli 2025
Sulitnya Jadi Penjual Warteg: Sehari-hari Siapkan Makanan Enak dan Murah, tapi Kurang Dihargai Pembeli Mojok
Pojokan

Sulitnya Jadi Penjual Warteg: Sehari-hari Siapkan Menu Enak dan Murah, tapi Kerap Kurang Dihargai Pembeli

16 Juli 2025
4 Dosa Warteg Mempermainkan Menu demi Untung Besar, tapi Bikin Rugi Pelanggan Mojok.co
Pojokan

4 Dosa Warteg Mempermainkan Menu demi Untung Besar, tapi Bikin Kapok Pelanggan

15 Juli 2025
Purwokerto Punya Sisi Kelam yang Belum Terkuak MOJOK.CO
Esai

Sisi Gelap Purwokerto: Sisi yang Tidak Terlihat karena Romantisasi Berlebihan dan Menutupi Kenyataan yang Ada

18 Maret 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.