MOJOK.CO – Mo Salah adalah opsi untuk pencinta sepak bola yang sudah bosan dengan dominasi Ronaldo/Messi. Mo Salah adalah teladan bagi kita yang muak dengan Jokowi/Prabowo lagi.
Musim ini, untuk kali pertama pecinta bola menemukan satu nama yang benar-benar mampu mengangkangi performa Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi, duet robot dan alien yang berhasil mengudeta Ricardo Kaka dari takhta pesepak bola terbaik dunia dan menguasainya berdua saja sampai sekarang. Nama itu adalah Mohamed Salah.
Nama Mo Salah menjadi semakin harum karena berbeda dari Ronaldo dan Messi, Salah punya riwayat kegagalan. Mo Salah, sebagaimana Kevin De Bruyne, adalah pembelian yang dikesampingkan Jose Maurinho. Salah lalu menyingkir dari Chelsea dan merintis cerita baru di tanah Italia bersama Fiorentina.
Asal tahu saja, terakhir kali Ballon d’Or diraih bukan oleh Ronaldo atau Messi ialah ketika Indonesia masih dipimpin SBY. Tahun 2007, Kaka mengalahkan Ronaldo dan Messi.
Mulai 2008 hingga 2017, alias sudah 10 tahun, hanya ada Ronaldo dan Messi ganti-gantian. Nama-nama seperti Fernando Torres, Xavi, Andres Iniesta, Franck Ribery, Manuel Neuer, Neymar, hingga Antoine Griezmann hanya numpang lewat.
Para pesepak bola tentu gemas, apalagi yang kelasnya wahid seperti Neymar. Ia sampai merasa perlu pindah klub supaya dapat Ballon d’Or. Boleh jadi sebagian dari mereka merasa salah lahir. Kok ya satu era dengan robot sama alien begitu.
Penikmat sepak bola mulai bosan. Sebagaimana Manchester United atau Juventus dibenci karena terlalu dominan, persaingan Ronaldo dan Messi juga demikian.
Ronaldo sama Messi yang face–to–face begini bikin ingat sama perkubuan di Indonesia atas nama Jokowi versus Prabowo. Keduanya adalah bintang bagi pemuja masing-masing, keduanya juga dibenci oleh pemuja sebelah, plus keduanya juga begitu selow ngobrol berdua sambil naik kuda. Persis seperti obrolan hangat Ronaldo dan Messi dalam berbagai pertemuan.
Kemudian muncul tagar #2019GantiPresiden yang digalakkan oleh yang tidak suka Jokowi dan #Jokowi2Periode oleh Jokower se-Indonesia. Sebagian politisi mulai melirik poros ketiga yang sampai sekarang masih kayak tokai di sungai, mengambang.
Balik ke sepak bola. Selama 10 tahun bersaing, banyak nama beken berseliweran di klasemen calon pemain terbaik dunia. Termasuk Wesley Sneijder, pemilik treble winners 2010 plus final Piala Dunia, yang akhirnya harus merelakan gelar pemain terbaik jatuh ke Lionel Messi.
Nama-nama itu tentu serupa dengan Basuki Tjahaja Purnama, Muhaimin Iskandar, Gatot Nurmantyo, Sam Aliano, TGB, Anies Baswedan, hingga Sandiaga Uno yang silih berganti memepet persaingan Jokowi dan Prabowo yang angkanya jauh benar di pucuk.
Para pesaing itu namanya ada, tapi tidak pernah benar-benar mengusik.
Ketika the egyptian king Mo Salah mulai disebut-sebut sebagai calon pemain terbaik dunia, pengalamannya meraih sukses bisa ditarik ke dunia politik Indonesia.
Sebagaimana masyarakat bola butuh nama terbaik selain Messi dan Ronaldo, rakyat Indonesia juga butuh nama yang bukan Jokowi atau Prabowo.
Masalahnya, belum ada nama yang benar-benar moncer. Untuk itulah Salah memberi contoh untuk menggebrak dominasi.
Pertama, Mo Salah bukan pemain penuh kontroversi seperti Neymar. Indonesia juga tidak butuh tokoh kontroversial, apalagi ditambah tidak bisa kerja.
Kedua, ketaatan Salah memegang prinsip “Untukku agamaku, untukmu agamamu”. Kita pernah melihat Salah bersujud dalam kostum Basel, Chelsea, Fiorentina, AS Roma, Liverpool, hingga tim nasional Mesir. Kita pernah melihat ia bekerja baik bersama rekan seagama seperti Sadio Mane hingga Emre Can. Ia juga bahu-membahu bersama Roberto Firmino yang Katolik.
Ya kali main sepak bola pakai nanya dulu, “Agamamu apa?”
Ketiga, ia membuktikan bahwa sehebat apa pun kita, tetap akan ada yang nyinyir. Sejago-jagonya seorang Mohamed Salah, ia akan selalu Salah.
Salah tampil ke permukaan dengan ngebut, membuat orang menggali kembali kegagalannya di Chelsea, problematika ketidaksopanan AS Roma pada Fiorentina kala hendak merekrut Salah dua musim lalu, dan flop penampilannya di depan Eric Bailly. Persis netizen yang segera menggali-gali pernikahan Tsamara hingga foto pergaulan Aryo ketika keduanya tersorot popularitas.
Menghadapi publik yang mahabenar, Salah memberi contoh yang mendinginkan. Ia menampilkan kerendahan hati, bukan arogansi. Membalas dengan prestasi, bukan kontroversi. Dan yang ia tampilkan adalah kerja sama yang baik, bukan menjelek-jelekkan kompetitor.
Tiga kualitas Salah tadi bisa menjadi teladan bagi tokoh yang hendak memecah dominasi Jokowi-Prabowo dan menyukseskan #2019GantiPresiden. Jika kita ringkas, tokoh itu haruslah religius sekaligus toleran, berprestasi, dan berjiwa selow. Kalau boleh ditambah, juga penting bagi tokoh itu untuk punya selera humor yang baik, telah dikenal orang banyak, dan berpengalaman menjawab aspirasi rakyat.
Jadi, Haji Pidi Baiq, tertarik nyapres nggak?