MOJOK.CO – Drakor ‘Vincenzo’ baru saja khatam, sang mafia Italia pun mengucapkan selamat tinggal dan memberi wejangan nyentrik: jangan percaya hukum.
Song Joong-ki bisa jadi punya image romantis setelah keberhasilan drama Descendant of the Sun yang ia perankan bersama mantan istri, mereka dulu sering disebut Song-song Couple. Sayangnya fans Song Joong-ki terpaksa harus melihat idolanya jadi sosok nakal dan brutal, membuat semua orang menjadi gempar dalam drakor Vincenzo.
Sejak awal kemunculannya, serial drama ini memang tampak bagai tayangan penuh kekejaman. Auranya dingin, darah bermunculan di mana-mana. Jelas tidak disarankan ditonton oleh anak-anak. Selama pertengahan serial, drakor Vincenzo bak wahana roller coaster yang membawa siapa pun penumpangnya terombang-ambing, tapi tetap sambil tertawa riang.
Saya sempat skeptis dengan konsep drakor Vincenzo yang awalnya nggak jelas. Mau dibikin misterius kayak Stranger apa penuh warna kayak Start Up sih? Visual para pemain sangat diperhitungkan, Song Joong-ki dan kawan-kawan selalu tampak tanpa pori-pori alias, woy lah semua orang Korea Selatan emang semulus itu ya?
Alih-alih merasa seram dengan sosok Vincenzo yang wajahnya memang imut, saya justru merasa drakor ini bakalan punya formula basi, sama kayak yang lain: mengedepankan romansa yang cheesy dan minim aksi. Tapi, lama-lama saya kualat. Drakor adalah tayangan yang bikin bengek, Hyung. Saya justru ketagihan dan menunggu drakor Vincenzo tayang di Netflix setiap Sabtu dan Minggu.
Plaza Geumga, sebuah plaza yang jadi incaran Vincenzo karena menyimpan segudang emas di ruang bawah tanahnya, dihuni oleh orang-orang dengan karakter super nyentrik. Koki Italia yang tidak bisa masak, pengusaha binatu yang ternyata mantan geng preman, hingga biksu-biksu yang tak kalah lawak. Kocaknya, mereka yang awalnya tak percaya Vincenzo perlahan menjadi pendukung yang loyal sampai akhir. Mereka membantu Vincenzo dan Hong Cha Young, seorang pengacara, untuk menuntaskan sebuah kasus perusahaan korup di Korea. Perhatian Vincenzo akan emas pun teralihkan.
Sang mafia yang kejam dan tak berperasaan lama-lama justru larut ingin menegakkan keadilan. Alasannya sederhana, dia tampak terusik jika ada penjahat yang lebih licik. Tidak salah lagi, Vincenzo Cassano adalah karakter tsundere. Cuek bebek, tapi lama-lama kepincut juga sama Nona Hong. Hadeeeh, klasik.
Drakor Vincenzo sempat begitu asyik ditonton sebagai hiburan yang ringan bagai kerupuk, sampai suatu saat, bagaimanapun, drama ini harus diakhiri. Penonton sudah tahu jawabannya, karakter utama pasti memenangkan pertarungan. Tapi, tunggu dulu, penonton tidak lagi mencari siapa yang menang, melainkan bagaimana si karakter menang.
Saya memahami sesungguhnya sebagian orang percaya bahwa spoiler adalah dosa besar, apalagi jika dilakukan di bulan puasa. Oleh karena itu, saya nggak akan cerita bagaimana Vincenzo “menghabisi” musuh-musuhnya. Yang jelas, saya mengapresiasi betul keberanian sutradara untuk tetap tegas menyatakan bahwa kebaikan tidak selalu menang. Ini disampaikan pakai adegan keren-kerenan breaking the fourth wall yang makin ke sini makin overuse aja.
Meski terkesan sok-sokan, sang mafia tetaplah penjahat dengan karakter yang kejam dan tak kenal ampun. Bertaubat adalah cara yang naif untuk bertahan hidup. Jika Anda tumbuh besar dengan serial superhero Marvel, Anda mungkin sedikit terusik dan menilai ending drakor Vincenzo kentang banget. Sayangnya, ini justru disengaja.
Penjahat tetap penjahat. Dan, ternyata, penjahat dalam versi Vincenzo hanya bisa dikalahkan oleh penjahat lain yang lebih “benar”. Kita bakal diajak mengarungi penghakiman orang jahat dari sudut pandang penjahat, kemudian menyetujuinya sebagai sebuah solusi dari bobroknya sistem hukum yang isinya memang sekomplotan penjahat. Meski pahit dan berdarah-darah, kebenaran hanya bisa tegak dengan ini.
Namun, ini adalah fiksi. Sayang sekali.
Kenyataannya adalah, penjahat sulit dikalahkan. Hampir mustahil kebenaran tegak karena seringnya memang oleng meskipun. Tidak ada penjahat yang menegakkan kebenaran. Kalaupun ada penjahat yang lebih “benar”, mereka bisa saling mendukung dan jadi partner suatu saat. Bergandengan tangan menuju kejahatan tak tertandingi.
Mengingat drakor Vincenzo ini memang produk Korea Selatan, saya jadi membayangkan sesuatu. Korea Selatan yang image-nya lumayan bersih saja begitu kotor dalam sebuah drama. Apalagi sebuah negeri di seberangnya yang pemerintahnya nganu, rakyatnya juga kadang anu-anu. Iya, benar, negeri Wano!
Mungkinkah negeri Wano bisa lebih makmur ketika ada seorang penjahat, mafia, preman kelas kakap, yang berlaku bak Vincenzo dan tanpa lelah menghukum para penjahat? Ah, berharap saja terus. Sebab, sekali lagi, drakor Vincenzo hanya fiksi. Sebuah kisah yang mengkristal dari harapan dan imajinasi.
BACA JUGA Mencari Sosok Vincenzo Cassano dalam Kisruh Kimia Farma dan Alat Rapid Test Bekas dan tulisan AJENG RIZKA lainnya.