MOJOK.CO – Spider-Man banyak beredar di daerah Queens, Kota New Yor, Amerika Serikat. Bagaimana jadinya kalau manusia laba-laba itu jadi superhero di Jogja?
Spider-Man: Far From Home premier di Indonesia pada Rabu (3/7). Setelah Avengers: End Game tutup tirai, Peter Parker harus membantu Nick Fury mengatasi masalah baru.
Mirip seperti Spider-Man: Homecoming, produk terbaru Marvel Studio ini masih menyajikan formula yang sama. Akun @CenayangFilm sedikit menceritakan apa yang akan didapat penonton ketika menonton Spider-Man: Far From Home. Ini masih film soal cinta remaja, dengan bumbu kesenangan, dan keseruan melihat “man spider” bergelantungan melawan musuh.
Kemistri antara Tom Holland, yang memerankan Peter Parker dengan Jake Gyllenhaal pemeran Mysterio terbangun dengan baik. Seperti dua mas-mas adek-kakak angkatan yang gampang akrab.
Spider-Man adalah superhero favorit kedua saya, setelah Batman era Christian Bale dan Nolan. Superhero yang ceroboh, slebor, tapi “berdedikasi”. Sangat manusiawi. Melihatnya bergelantungan di antara pencakar langit, dengan tubuh kecilnya menempel di jendela-jendela kaca.
Untungnya, Spider-Man menjadi (atau dijadikan) superhero di Amerika Serikat, tepatnya di Queens, New York. Bagaimana jadinya kalau manusia laba-laba ini menjadi superhero di Jogja?
1. Nama Spider-Man bakal diganti.
Lidah orang Jawa Jogja itu cenderung kaku. Istilah yang susah bakal “disederhanakan”. Ada istilah di sepak bola yang disebut “corner” atau tendangan pojok. Supaya mudah diucapkan, dengan berusaha mempertahankan logat British, istilah itu diganti jadi “kornel”. Lebih manis untuk diucapkan.
Nasib nama Spider-Man pun tidak akan jauh berbeda. Urusan pelafalan “spider” dan “man” bisa panjang dan nggak efisien. Tidak sesuai dengan kontur lidah Jogja yang kaku. Kebetulan, di Jogja, ada satu istilah untuk laba-laba yang lebih menghidupi ajaran lama nguri-nguri kabudayan Jawi, yaitu “onggo-onggo”.
Oleh sebab itu, jika Spider-Man jadi superhero di Jogja, seri terbaru filmnya akan menjadi: Onggo-Onggo: Adoh Seko Omah.
2. Dapat kasih sayang dari banyak simbok.
Ibu, atau simbok Jogja itu mudah mengganggap siapa saja yang hidup di circle mereka sebagai saudara. Misalnya ada lima rumah berjejeran. Anak dari simbok di rumah paling kiri sudah dewasa. Nah, simbok di rumah sebelah tengah belum lama punya anak. Katakanlah masih berusia enam tahun. Nah, lantaran kesepian ditinggal anaknya yang sudah dewasa, simbok rumah paling kiri jadi perhatian betul sama anak di simbok rumah tengah.
Sementara itu, simbok di rumah nomor kedua dari kiri, sebelahan sama simbok rumah paling kiri, belum dikaruniai anak. Oleh sebab itu, simbok di rumah nomor kedua dari kiri ikut-ikutan sayang betul sama anak dari simbok di rumah tengah. Blio bakal sering-sering main ke rumah simbok rumah tengah untuk sekadar bisa menimang, ikut menyuapi, enggak ikut netekin karena belum keluar ASI, hingga nyebokin habis boker.
Nah, Spider-Man dikenal dengan julukan “your friendly neighborhood”. Katakanlah dia tingal di rumah simbok bukan ibu kandung di rumah kedua dari kanan, sebelahan sama simbok rumah tengah yang punya anak berusia enam tahun. Karena ramah dan suka ngetok, simbok-simbok jadi sayang dengan Spider-Man yang masih remaja.
Keluar dari rumah, Peter Parker mau kuliah.
“Arep menyang sekolah, dik?” Sapa simbok dari rumah sebelah kiri.
“Inggih, Mbok. Pareng.”
“Ya, ati-ati ya, Ter. Ehh sik-sik, iki simbok bar goreng gedhang. Gowonen ya. Mbangane jajan. Sik tak bungkuske. Dilit kok,” kata simbok dari rumah sebelah kiri tadi.
“Sampun, mboten sah, Mbok. Ngrepoti, lho,” kata Peter basa-basi khas orang Jawa padahal mau karena belum sarapan. Pisang goreng, dipadukan kopi saset dan sak ler Samsoe di kantin kampus pasti asyik banget. Batin Peter.
“Wah, ora repot. Rasah isin-isin. Aku ki ya ibumu, Ter,” sergah simbok dari rumah sebelah kiri. “Iki mau aku nggorengke Slamet jane. Tapi bocahe malah ra mulih. Pamit sekak kok wis rong dino ra mulih. Mblayang ning endi bocah edan.”
“Hahaha…nggih pun, sekul e sisan nek ngoten,” Peter malah ngelunjak, minta nasi.
Huft, to many simbok. Capek sendiri.
3. Gak bakal bisa gelantungan.
Mengingat gedung paling tinggi di Jogja adalah Jogja City Mall dengan 21 lantai, Spider-Man tentu nggak bisa gelantungan. Baru meluncurkan jaring ke kiri, eh nyangkut di kabel listrik yang semrawut. Meluncurkan jaring ke kanan, eh kena dancing doll toko cat WAWAWA. Luncur jaring ke depan, kena petugas DKP lagi mangkasin dahan pohon. Ternyata Spider-Man lagi ada di dekat Pasar Demangan.
Oleh sebab itu, andalan Spider-Man ketika jadi superhero di Jogja adalah Gojek. Pakainya Go-Ride yang lincah, bisa ndlesep-ndlesep melewati kemacetan Jakarta, eh maksud saya Jogja, dan menghindari jeglongan di Jalan Gito-Gati yang lagi diperbaiki itu. Suatu ketika, Spider-Man kehabisan tabung jaring. Ia minta tolong Lik May ngirim tabung baru pakai Go-Send.
“Lik May, ning omah ora? Aku kentekan jaring. Tulung Go-Send ya. Engko tak ijoli.”
“Ya sik, tak mulungi kumbahan sik. Arep udan ki,” kata Lik May.
4. Your friendly neighborhood Spider-Man.
Ketika menjadi superhero di Queens, New York, sebagai your friendly neighborhood, Spider-Man membantu masyarakat memerangi kejahatan kecil-kecilan. Seperti jambret sepeda onthel, membantu nenek menyeberang jalan, sampai menggagalkan pencurian ATM.
Nah, kalau di Jogja, isitlah “your friendly neighborhood” terwujud dalam hal-hal sederhana.
“Ter, omahmu ono uyah ora, Simbok jaluk,” kata simbok dari rumah sebelah kanan.
“Wonten, Mbok. Mlebet rumiyin.”
“O yo yo. Ha nek lombok? Saiki larang je. Tuku patang ewu ming entuk limo. Ehh, nek bawang putih? Ono ra? Simbok arep nyambel.”
“Wonten, Mbok. Komplet. Ha niki riki Sirkel Ke, kok. Komplet,” jawan Peter sambil melengos.
Selain berbagi bumbu dapur dengan tetangga, “your friendly neighborhood” terwujud ketika Spider-Man rajin datang kerja bakti. Tenaganya kuat, cocok untuk angkat-angkat sampah. Lincah, cocok untuk mbubuti rumput di depan pos ronda. Spider-Man juga rajin datang ke pengajian, mengajar TPA, dan jadi ketua Karang Taruna. Cancut tali wondo, sangat andhap asor pula.
5. Bisnis hamok di Hutan Pinus.
Kejahatan paling mengkhawatirka di Jogja, untuk saat ini adalah klitih dan pencurian rumah kosong. Ha tentu saja, bagi Spider-Man, kejahatan itu masih tergolong remeh. Mudah diatasi.
Nah, untuk mengisi waktu luang, Spider-Man membuka bisnis hamok di Hutan Pinus Mangunan. Jaring yang kuat, lentur, dan tahan lama, sangat cocok menggantikan hamok pada umumnya. Bentuknya yang artsy cocok jadi tempat foto-foto demi feed Instagram. Apalagi kalau foto bareng Spider-Man di hamok paling tinggi.
Cinematic experience banget brooo…