MOJOK.CO – Miftahul Jannah dan Khabib Nurmagomedov menunjukkan ekspresi yang berbeda ketika ranah privat mereka berbenturan dengan ruang publik.
Tidak sampai satu minggu, dua atlet menunjukkan ekspresi yang berbeda ketika salah satu hal privat mereka “diusik” dan berbenturan dengan ruang publik. Miftahul Jannah dan Khabib Nurmagomedov menunjukkan dua ekspresi yang berbeda, namun punya muatan makna yang mirip, yaitu membela kepercayaan masing-masing.
Keduanya adalah atlet beragama Islam. Miftahul Jannah bertanding di Asian Para Games 2018, sementara itu, Khabib bertanding di Ultimate Fighting Championship.
Miftahul Jannah bertanding di cabang olahraga blind judo kelas 52 kilogram. Sebetulnya, pejudo puteri asal Aceh tersebut dijadwalkan bertanding dengan pejudo asal Mongolia, Oyun Gantulga. Namun, sebelum bertanding, terjadi sedikit salah komunikasi yang membuat Jannah menolak bertanding melawan Oyun.
Sebelum naik ke gelanggang, wasit mengingatkan Miftahul Jannah untuk melepas jilbab yang ia kenakan. Pejudo asal Aceh tersebut merasa larangan itu bertentangan dengan keyakinannya. Oleh sebab itu, ketimbang melepas jilbab, Jannah memilih tidak bertanding. Apakah larangan wasit ini merupakan bentuk diskriminasi agama?
Tentu saja tidak. Wasit mengingatkan Miftahul Jannah karena memang sudah mengukuti aturan keselamatan di blind judo internasional yang sudah disepakati. Setiap pejudo harus bertanding tanpa penutup kepala. Ketimbang menunjukkan aurat dan tidak sesuai dengan keyakinan, Jannah menerima keputusan diskualifikasi.
“Ini memang aturan dari judo internasional, alasannya karena ditakutkan pada saat main bawah (newasa), akan ketarik dari lawannya yang bisa menyebabkan tercekik. Kami sebenarnya sudah mencoba memberikan pengetian agar diam au melepas jilbab pada saat hanya bertanding setelah itu dipasang lagi, akan tetapi dia tidak mau.” terang Ahmad Bahar, Penanggung Jawab Tim Judo Indonesia.
Beda Miftahul Jannah, beda Khabib Nurmagomedov. Petarung UFC tersebut lepas kontrol setelah duel dengan Conor McGregor di laga perebutan sabuk juara kelas ringan UFC yang digelar di Las Vegas. Selepas mengalahkan McGregor, Khabib melompat pagar oktagon dan menyerang staf dari Conor McGregor.
Suasana panas laga Khabib vs McGregor sebetulnya sudah terasa sejak April 2018 yang lalu. Bulan April, McGregor terbukti menyerang bus tim Khabib di Kota New York. Bulan Juli, setelah persidangan, McGregot terbukti bersalah. Namun, petarung dari Irlandia tersebut lolos dari hukuman penjara.
Menjelang laga Sabtu (6/10) yang lalu, McGregor menyerang keluarga dan tim Khabib secara verbal. Lewat Instagram pribadinya, McGregor menyebut ayah Khabib sebagai seorang pengecut dan suka bersembunyi di balik respect yang palsu.
Mundur ke belakang, bulan September 2017, McGregor menyodorkan whiskey produksi dirinya sendiri kepada Khabib. Ia seperti sedikit memaksa dan membuat Khabib tidak nyaman. Sebagai seorang muslim yang taat, petarung asal Rusia tersebut menolak tawaran whiskey tersebut.
Serangan verbal dari McGregor masih berlanjut ketika ia menyebut manajer dari Khabib sebagai seorang “teroris”. Suasana sudah sangat panas sebelum keduanya berhadap-hadapan di dalam oktagon. Emosi yang dipendam itu meledak juga ketika McGregor kalah dengan teknik submission.
Ketika wasit memisahkan kedua petarung, Khabib melompati pagar oktagon dan menyerang staf McGregor. Ketika terjadi kericuhan di luar oktagon, dua staf Khabib masuk ke oktagon dan menghajar McGregor sebagai bentuk kekesalan yang sudah dipendam. Ketika ranah yang begitu privat diganggu, manusia bisa menjadi sangat buas.
Ekspresi Miftahul Jannah dan Khabib punya makna yang sama, yaitu penghormatan keduanya akan agama. Jannah memilih tidak mau berkonfrontasi dengan ngotot mengenakan jilbab ketika masuk ke gelanggang. Bahkan, ia mengorbankan karier internasionalnya. Jannah menyebutnya, “Saya punya prinsip tak mau dipandang terbaik di mata dunia, tapi di mata Allah.”
Untuk Khabib, ketika ranah privatnya diusik, ia lepas kendali. Ekspresinya sangat tegas: marah!
Dunia olahraga memang sebuah ranah di mana ekspresi privat sangat rentan berbenturan dengan ranah publik. Franck Ribery, pemain Bayern Munchen beragama Islam misalnya, enggan merayakan gelar juara dengan minum bir seperti rekan-rekannya. Mesut Ozil, ketika berseragam Real Madrid, pernah mengamuk dan mengejar David Villa, pemain Barcelona, yang dicurigai sudah menghina agama Islam.
Bagi kasus Khabib, persaingan yang terjadi, membuat seorang atlet tak punya kontrol dan menyerang ranah privat seseorang. Bagi Miftahul Jannah, ranah privatnya tidak kompatibel dengan aturan blind judo internasional.
Sungguh sulit menemukan jalan tengah apabila ranah privat diusik. Hal yang sangat pribadi, apalagi yang “dekat dengan Tuhan”, bagi sebagian orang, hukumnya tidak bisa ditawar. Akan ada yang dikorbankan, ada yang perlu dilepaskan demi mempertahankan kepercayaan. Jika tidak terkontrol, benturan itu bisa merusak. Semuanya kembali ke hati masing-masing manusia.