Umur 22 menginjak 23 tahun bagiku adalah masa krusial bagi seseorang dalam menjalani hidup. Seseorang akan dibenturkan dengan bayang-bayang masa depan, antara karir dan jodoh. Perihal karir, lebih memilih untuk berfokus pada studi pendidikan agar segera tertuntaskan, menyusun rencana, membahagiakan orang tua, baru kemudian urusan cinta dan membahagiakan anak orang. Entah kapan membahagiakan diriku sendiri.
Tetapi bagiku, pengalaman mendapati sosok dia (yang aku sebut sebagai perempuan pemilik pantulan sinar rembulan) adalah kebahagiaan yang sungguh tak terkira. Walaupun akhirnya runtuh sebelum adanya tujuan jelas. Bagiku, definisi cinta adalah cinta itu sendiri. Tak mengenal definisi lain. Alasan mencinta adalah karena cinta itu sendiri. Tak ada alasan selain itu.
Lihatlah, seseorang ketika mencintai dengan alasan A, ketika objek yang ia cinta tak lagi mampu berbuat A atau juga tak lagi memiliki sebuah A, maka cinta itu akan sirna. Juga lihatlah, seseorang ketika terlampau berharap kepada objek yang ia cinta. Barang tentu, ia akan menuai kekecewaan yang teramat dalam. Sakiiiittttt…… Kecewa…
Mungkin Tuhan cemburu
Dan lihatlah pula, seseorang yang begitu merasa yakin akan kepemilikan objek yang dicintai. Apa nggak sadar, yang engkau cintai itu adalah milik Tuhanmu. Ada lagi, seseorang yang berani berdoa dan meminta kepada Tuhannya, untuk merayu agar diberikan jodoh hanya si A, tak mau selain si A. Padahal, belum tentu yang dia minta diridhoi Tuhannya.Â
Ternyata orang itu adalah aku…
Mungkin Tuhan cemburu, lalu Tuhan menamparku dengan kenyataan seperti demikian. Perempuan pemilik pantulan sinar rembulan itu akhirnya perlahan mulai redup. Namun, cintaku seakan tetap menyala. Sebab tak tahu ingin memadamkan pakai alat macam apa, sedang alasan mencintai aku tak punya.
Semakin jelas, bahwa lebih baik mencintai dalam diam. Sebab dalam diam tak mengenal arti kehilangan. Kesadaranku pun mulai hidup. Mending cintaku aku berikan hanya kepada Tuhanku agar Tuhanku tak cemburu dan menamparku. Akan aku terima segala bentuk pemberian-Nya, asalkan Tuhanku meridhoi segala pemberian-Nya untukku. Ternyata jika kita saling menyadari, cinta Tuhan sungguh besar dibanding cinta yang diagung-agungkan sesama manusia.
Bukan perihal galau, tetapi semua ini adalah hikmah dari filosofi mencinta. Sesederhana ini: memperbaiki diri, merancang orientasi, memberangkatkan orang tua haji, mencintai Tuhan dengan sepenuh hati, baru kemudian aku pinang engkau menjadi istri. Aamiin…
Jika berhasil, sungguh ketenangan dan kebahagiaan akan Tuhan limpahkan kepada kita semua…”
Yoga Tamtama, Kec. Kebakkramat, Kab. Karanganyar, Prov. Jawa Tengah [email protected]
BACA JUGA Beauty Privilege Itu Benar-benar Nyata dan Mengerikan dan keluh kesah lain dari pembaca Mojok di UNEG-UNEG.
Keluh kesah dan tanggapan Uneg-uneg bisa dikirim di sini