MOJOK.CO – Meski kontroversial, puisi Neno Warisman bisa kamu modifikasi jadi doa untuk menggaet pujaan hati. Wabilkhusus buat kamu para mualaf asmara.
Di tangan sastrawan puisi bisa membawa perdamaian, tapi di tangan politisi puisi bisa jadi senjata pertikaian. Seperti yang belakangan dilakukan Fadli Zon dengan puisinya. “Gendruwo”, “Sontoloyo” dan “Doa yang Tertukar”, lalu muncul mantan artis era 80-an Neno Warisman dengan puisinya saat Malam Munajat 212.
“Karena jika Engkau tidak menangkan… Kami Khawatir ya Allah… Kami Khawatir ya Allah… Tak ada lagi yang menyembah-Mu,” demikian bunyi puisi yang dibacakan Neno.
Saya tak sependapat dengan orang yang mengatakan Neno mengancam Tuhan. Neno cuma berlebihan mengeret-eret Tuhan untuk urusan kontestasi kekuasaan, dalam hal ini Pilpres 2019. Urusan yang harusnya khatam di tangan KPU dan Bawaslu.
“Loh, Munajat 212 bukan ajang politik kok!”
Bukan ajang politik dengkulmu, wong acara dihadiri para politisi kok. Seperti Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, Ketua Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman, hingga penyair kebanggan kita semua; Yang Mulia Fadli Zon dari Partai Gerindra dengan karibnya, Fahri Hamzah.
Neno Warisman sendiri menjabat sebagai anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Apalagi mereka sempat ngacung-ngacung dua jari sambil senyam-senyum manis di hadapan jamaah.
Secarat kasat mata, siswa taman kanak-kanak yang lagi lucu-lucunya juga tahu aroma apa yang ada di sana, hajelas aroma politik.
Apalagi membawa nama besar “212” yang kental susunya ya, eh, maksudnya yang kental ambisi politiknya. Dengan jargon mantap: Asbak, asal bukan Bapak (Jokowi).
Banyak yang bilang puisi Neno Warisman mirip doa yang dilangitkan Nabi Muhammad saat perang Badar.
Saat itu, Nabi Muhammad dengan jumlah pasukan 313 (eh, mirip 212 ya?) versi lain 314 orang melawan kafir Quraisy berjumlah 1000 pasukan. Melihat jumlah pasukan yang timpang, kekhawatiran menyelinap di hati Nabi Muhammad.
Wajar, di tengah kondisi itu, Nabi menyerahkan nasibnya pada Tuhan yang punya kuasa. Pasukan kecil itu, kalau dibabat habis maka berlakulah kekhawatiran Nabi: Tuhan tidak akan disembah lagi di muka bumi.
Sementara Nabi Muhammad dan umatnya yang baru mekar itu merupakan satu-satu kelompok Islam di muka bumi.
Tapi, Neno Warisman saat melepas puisinya seperti tidak memikirkan konteks sosial dan demografis rakyat Indonesia. Ya khawatir sih boleh-boleh saja, tapi jangan esktrem gitu juga kali.
Memangnya, nggak ada umat Islam selain kelompok 212? Umat Islam yang masih santai-santai, ngopi, rokokan ketimbang mikirin politik yang nggak karuan mbulet ini.
Dalam banyak pidato keagamaan, dari tingkat RT sampai tingkat Presiden, kita selalu membanggakan gelar negara dengan jumlah pemeluk Islam terbesar di dunia, ulama masih berbunga di mana-mana. Masa gara-gara pilpres kita sampai halu sedemikian rupa.
Satu pesan aja sih untuk Neno Warisman, makanya Mbak kalau puisi itu juga merupakan doa, ya berdoanya jangan sambil mainan lihat HaPe!
Berdoalah sebagaimana selayaknya seorang hamba. Mengangkat tangan dengan khusyuk. Sekali lagi, yang dianjurkan mengangkat tangan, bukan mengangkat kemarahan.
Menangis boleh, asal tidak meraung-raung, apalagi kalau akting. Bahaya itu. Kan kita harus merendahkan diri sebagaimana hamba sejati. Jangan terus berlagak tuan di hadapan Tuhan.
Jangankan berdoa sambil main HaPe, kita saja sesama manusia, sesama makhluk hina suka kesel kalau diajak bicara sambil lihat HaPe.
Kadang, nongkrong bareng aja HaPe musti dikumpulin kayak lagi ujian. Apalagi saat berkomunikasi dengan Tuhan. Emang mau nyawa kita di-uninstall?
Lantas, hikmah apa yang bisa dipetik dari pembacaan doa berbalut puisi Neno Warisman di atas? (Lah, kayak soal ujian pelajaran agama).
Tentu banyak sekali. Saking banyaknya silahkan kamu listing sendiri, koreksi sendiri, dan ponten sendiri.
Saya ungkap beberapa saja yang tidak penting—tapi perlu. Khususnya bagi para mualaf asmara, yang baru saja mengenal cinta atau menemukan tambatan hatinya.
Puisi Neno Warisman bisa kamu jadikan inspirasi doa untuk menggaet pujaan hati atau melanggengkan hubunganmu dengan si doi. Amalkan dengan rutin dan penuh keikhlasan.
Pertama, puisi Neno Warisman bisa kamu modifikasi dan jadi doa lima waktu agar kamu bisa secepat mungkin menjalin hubungan dengan gebetan.
Tanpa mengancam-ancam Tuhan, berdoalah pada-Nya dengan penuh rayuan:
“Ya Allah, jodohkanlah aku dengannya. Karena kalau tidak Engkau jodohkan… Saya khawatir ya Allah… Saya khawatir ya Allah… Tak ada lagi yang mau sama saya.”
Kedua, untuk yang sudah lama pacaran tapi tak kunjung nikah. Munajatnya masih sama dengan sedikit modifikasi permintaan.
Begini saran saya:
“Ya Allah, segera nikahkan aku dengannya. Karena kalau tidak Engkau nikahkan… Saya khawatir ya Allah… Saya khawatir ya Allah… dia akan direbut teman saya.”
Ketiga, untuk yang sedang berpacaran atau sudah menikah tapi rawan perselingkuhan. Lantunkan doa dengan penuh percaya. Tapi ingat jangan sambil main HaPe!
“Ya Allah, satukan hati kami, langgengkan hubungan kami. Karena kalau ada aroma perselingkuhan… Saya khawatir ya Allah… Saya khawatir ya Allah… akan terjadi Perang Dunia Mertua.”
Saya kasih bonus, khusus untuk seseorang yang mau murtad asmara, atau menolak ajakan bercinta. Beberapa penolakan seperti; “Maaf, kamu terlalu baik buat aku,” atau, “Maaf, kamu terlalu suci untuk aku yang penuh dosa ini,” adalah ungkapan basi.
Lebih mashook kalau bilang saja, “Maaf, kamu terlalu Neno Warisman untuk aku yang Blackpink.”
Saya jamin, doi bakal muntaber alias mundur tanpa berita.
Masih ingatkan kasus Blackpink vs Maimon Herawati? Tuh, mana ada orang yang berani menghadapi tuntutan petisi. Iya kan?