Beberapa hari yang lalu, kakanda bos upliner saya di MLM Khilafah, Felix Siauw, dihujat karena membuat serangkaian twit mengenai mudaratĀ selfie. Betul-betul membuat saya menjerit. Sungguh kejam sekali Khalayak Umat Twitteriyah, lebih-lebih Gilda Pemuda-Pemudi Pembela Selfie yang dengan garang mengampanyekan #Selfie4Siauw sebagai bentuk perlawanan sekaligus penghinaan untuk Tuanku ImamĀ Felix.
Kali ini saya mau tak mau harus sepakat denganĀ Al Ustadz Al Mukarom Felix Siauw. Belio tentu punya alasan yang jelas mengapa membahas selfie. Mungkin belio berpandangan bahwa persoalan selfie lebih penting daripada peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia, pemberantasan korupsi dan mafia hukum.
Sebenarnya, bukan kapasitas saya untuk bersuara terkait apa yang dilakukan oleh Mas Bosku Felix Siauw. Sebagai seorang mualaf yang telah lama belajar agama Islam, saya yakin belio itu sudah paham dan tahu apa yang ia katakan. Lebih dari itu, Bos Felix yang agen MLM Khilafah itu paham benar bahwa asal bicara soal agama itu hukumnya luar biasa berbahaya. Jika salah maka sekelompok umat bisa tersesatkan.
MasĀ Syafiq Ali, seorang intelektual muda NU yang jomblo, pernah menulis artikel berjudulĀ Aturan Fatwa dalam Islam. Ia berpendapat, hanya seorang mufti sajalah yang berhak mengeluarkan fatwa. Di kalangan ulama, memang ada sejumlah perbedaan dalam penentuan syarat seorang mufti, namun semua sependapat bahwa mereka harus menguasai Al-Quran dan Hadits.
Menurut Imam Syafiāi, mufti harus menguasai Quran dan Hadits, nasakh-mansukhnya (dalil yang diralat dan yang meralatnya), takwil-tanzilnya, dan tentu saja asbabun nuzul (sebab/konteks turunnya) sertaĀ asbabul wurud(kronologi)-nya. Karena Quran-Hadist berbahasa Arab, maka seorang mufti juga harus pandai berbahasa Arab, demi menghindari salah tangkap terkait makna sebuah ayat atau hadits. Selain syarat tersebut, seorang mufti juga disyaratkan dewasa, sehat akalnya, dan beragama Islam.
Wah, kok berat betul? Apa-apaan syarat ini? Kalo gini kapan jualan buku dan paket pengajiannya? Kalau ingin menjadi ulama demikian berat syaratnya, kapan kayanya? Mau kaya saja kok susah?
Mz Syafiq yang jago futsal namun tidak jago cari jodoh itu juga mengutip kitab klasik dari Abu Ishaq Ibrahim al-Syirazi, Al-Luma fi Usulil Fiqh. Menurut Abu Ishaq, salah satu syarat utama menjadi mufti atau ulama atau ustadz adalah dapat dipercaya dan kata-katanya dijamin. Misalnya, seorang ulama mengatakan naik sepeda itu dosa, ya ulama itu harus konsisten tidak naik sepeda. Jangan tiba-tiba bilang, āAlhamdulillah, sayaĀ tak pernah bersepedaĀ kecuali saat membuat video di Vatikan, saat tak ada kendaraan kecuali sepeda,ā dengan cengengesanĀ lalu baru bilangĀ naik sepeda itu dosa.Ā Jangan jugaĀ bikin acara bertajuk āsebaik-baik sepeda adalah sepeda motor.ā
Saya sangat yakin Mas BroĀ FelixĀ sudah membaca banyak kitab, mengaji dari banyak guru, dan memahami hukum Islam dari sumber otentiknya. MakaĀ janganlah kita menghina dan mengkerdilkan sosok belionya.
Lagipula kenapa sih kalo MzĀ Felix bikin kultwit? Kultwit kan bukan fatwa. Meski belio dianggap ustadz oleh banyak orang, apa yang ia twit kan bukan otomatis fatwa. Janganlah meninggikan sosok yang rendah dengan melabeli ustadz yang bisa memberikan fatwa. Kan sebelumnya sudah dikatakan, untuk jadi mufti yang bisa mengeluarkan fatwa persyaratannya sangatĀ berat.
Mbah Sahal Mahfudh yang sangat tinggi ilmu fiqihnya saja gak sembarangan memberi hukumĀ terhadap sesuatu. Tentunya KohĀ Felix ilmunya lebih tinggi dari Mbah Sahal, sehingga enteng mengatakan bahwa pembajakan itu halal karena semua yang adaĀ di dunia ini adalah milik Allah. Wuih, gimana? Mbah sahal yang puluhan tahun mempelajari ilmu fiqih aja gak berani bilang gitu, KakĀ Felix yang mualaf berani. Hebat kan?
Saya kira kita mesti memaafkan Cikgu Felix. BelioĀ kan manusia biasa, bisa khilaf. Khilaf pernah bilang ibu yang bekerja itu lebih layak disebut karyawan daripada ibu. Khilaf berkata bahwaĀ perempuan perkasa itu menakutkan,padahal ada Zainab al Qubra, cicit Rasulullah yang menjadi tawananĀ karenaĀ berani melawan tiran bernama Yazid bin Muawiyah. Khilaf menyebutĀ televisi itu buruk tapi di saat yang sama punya acara di salah satu stasiun televisi. KhilafĀ mengatakan bahwa nasionalisme tak ada dalilnya dalam Islam, tapi menikmati kewarganegaraan Indonesia.
Dalam sistem demokrasi liberal yang jahat ini siapa yang tidak bisa khilaf. Usaha Dagang Khilafah, misalnya, pernah menyerukan persatuan sunni-syiah, tapi belakangan malah menyudutkan syiah. Apakah usaha dagang ini salah? Ya tentu tidak, ini cuma perkara mental aja. Wong mengecam demokrasi sebagai sistem jahat saja ia lakukan sambil menikmati kebebasan berpendapat kok. Ingat ya, ingat, ini bukan munafik, tapi taktis.
Manusia itu tempatnya salah dan lupa.Ā Maka dengan ini saya menyerukan para pembaca sekalian untuk memaafkan AganĀ Felix dan Usaha Dagang Khilafahnya.
Sudah jadi kodrat manusia isuk tempe sore dele. Tak ada yang abadi, kata Ariel Peterpan.Ā Lha wong Nody Arizona yang saya kira setia saja ternyata pacarnya banyak.