MOJOK.CO – BPJS mengalami defisit dari tahun ke tahun, kali ini Kemenkeu berusaha membantu BPJS untuk menambal defisitnya dengan menggelontorkan dana sebesar Rp4,9 triliun.
Seperti janji pemerintah sebelumnya, bahwa pihaknya akan menalangi defisit BPJS Kesehatan sebesar Rp4,9 triliun. Penalangan dana untuk penyelenggara program jaminan kesehatan nasional tersebut rencananya akan cair pada hari ini (24/9).
Menurut catatan Kementerian Keuangan, defisit keuangan ini dikarenakan pekerja informal yang masuk dalam kategori peserta mandiri, tidak membayar secara rutin. Yang menyedihkan, hal ini terjadi sejak BPJS berdiri hingga saat ini. Padahal, mayoritas peserta mandiri BPJS Kesehatan tersebut menderita penyakit katastropik atau penyakit yang berbiaya tinggi. Nah, permasalahannya, biasanya seusai memakai manfaat BPJS Kesehatan, peserta mandiri ini kemudian tidak lagi membayar iuran BPJS. Inilah yang menjadikan defisit BPJS kian besar.
Jika mengacu pada data BPJS Kesehatan, defisit tersebut meningkat dari tahun ke tahun. Di tahun 2014 sebesar Rp8,5 triliun, 2015 Rp10,67 triliun, 2016 Rp11,55 triliun, dan tahun 2017 sebesar Rp16,62 triliun.
Oleh karena itu untuk membantu defisit yang kian membengkak itu, Kementerian Keuangan, Sri Mulyani berusaha membantu BPJS mengatasi defisit mereka tersebut. Rencananya, pihaknya akan membantu defisit BPJS dengan memberikan talangan dana sebesar Rp4,9 triliun.
Namun, Sri Mulyani belum memberikan penjelasan rinci mengenai hal tersebut. Ia hanya menjelaskan bahwa mekanisme pencairan dana tersebut telah tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 113 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyediaan Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Cadangan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang ditandatanganinya pada 10 September 2018 lalu.
Sri Mulyani juga mengungkapkan akan terus bekerja sama dengan kementerian lainnya supaya keuangan BPJS Kesehatan dapat lebih terkendali di tahun-tahun mendatang. Hal ini supaya BPJS dapat sustainable ke depannya.
Sebelumnya, berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), defisit BPJS Kesehatan diprediksi mencapai Rp10,98 triliun hingga akhir 2018. Angka tersebut jauh dibandingkan perhitungan manajemen BPJS Kesehatan yang mencapai Rp16,5 trilun. Dari dana yang defisit tersebut, Kementerian Keuangan hanya menalangi Rp4,9 triliun.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia, Ilham Oetama Marsis juga mengungkapkan, walau mendapatkan talangan dana dari Pemerintah, namun tetap ada kemungkinan muncul masalah lainnya.
Oleh karena itu, Ilham memberikan masukan kepada Jokowi supaya ada penyesuaian iuran guna mengatasi defisit tersebut. Misalnya dengan menaikkan iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI). Apalagi jika mengingat hingga akhir tahun, Ilham memperkirakan defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp16 triliun.
Selain itu, langkah yang lain adalah dengan digitalisasi terutama rujukan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Kartu Indonesia Sehat (KIS). Dengan digitalisasi mengharuskan BPJS Kesehatan memiliki infrastruktur jaringan teknologi digital yang dapat mencakup seluruh wilayah Indonesia. Langkah ini penting untuk dapat menekan markup tagihan seperti yang disampaikan Fasilitas Kesehatan (Faskes). Sehingga jika ada dokter, rumah sakit, atau lainnya yang nakal, menjadi mudah untuk dilacak.
Rencananya, pemerintah juga akan menambalkan defisit tersebut dengan menggunakan cukai rokok. Kini Kemekeu akan menerbitkan aturan sebagai turunan dari Peraturan Presiden untuk memotong pajak rokok yang masuk ke APBD.
Jika memang salah satu solusi untuk mengatasi defisit yang berkepanjangan tersebut dengan menaikkan iuran, tidak masalah. Asalkan pelayanan pasien BPJS Kesehatan tidak lagi dibedakan dengan pasien biasa. Capek euy didiskriminasi. Eh atau jangan-jangan, ternyata iurannya bener-bener naik banget? (A/L)