MOJOK.CO – Amerika baru meresmikan perang dagang dengan China, Indonesia ikut ketar-ketir dibuatnya.
Amerika resmi melancarkan perang dagang dengan China pada hari ini (6/7) melalui pemberlakuan tarif khusus untuk impor baja dan aluminium yang berasal dari China. Perang dagang kepada China ini sebagai bentuk pembalasan atas pencurian kekayaan intelektual Amerika yang telah terjadi selama puluhan tahun. Kita pastinya turut prihatin akan hal tersebut karena produk China sering kali menjadi alternatif terbaik saat dompet tercekik.
Kebijakan Amerika ini ternyata juga membuat pemerintah Indonesia kalang kabut. Hal ini disebabkan Amerika yang sebelumnya seperti memberikan ‘sinyal’ mengajak Indonesia untuk perang dagang juga.
Sebenarnya apa sih perang dagang? Hampir sama seperti perang dingin yang sering membuatmu kelimpungan menghadapinya. Jika merunut pada time.com, perang dagang merupakan konflik ekonomi di mana negara memberlakukan pembatasan impor satu sama lain, untuk saling merugikan perdagangan.
Proteksionisme yang dilakukan AS memang mengundang kewaspadaan dari negara-negara yang selama ini semacam memiliki ‘untung lebih’ dari Amerika. Beberapa negara menjadi berjaga-jaga, jangan-jangan dia giliran berikutnya.
Saat ini, pemerintah kita sedang ketar-ketir dengan ‘sinyal’ yang dianggap sebagai genderang perang tersebut. ‘Sinyal’ yang dimaksud adalah Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif bea masuk 124 produk asal Indonesia. Padahal, Indonesia termasuk salah satu negara Generalized System of Preference (GPS) dari pemerintah AS, yakni negara yang mendapatkan fasilitas keringanan bea masuk dari negara maju untuk produk-produk ekspor negara berkembang dan miskin.
Pengenaan tarif tersebut dilakukan karena Amerika ingin memperbaiki defisit perdagangan terhadap Indonesia. Sejauh ini, produk yang diekspor ke Amerika merupakan produk-produk unggulan dengan nilai ekspor sebesar US$ 7,87 miliar.
Namun, ekonom senior, Drajad Wibowo menganggap Indonesia tidak selevel untuk perang dagang dengan Amerika. Selain itu, GSP sendiri juga digunakan sebagai alat politik luar negeri AS untuk menjaga pengaruh dan dominasi global. Akan kecil kemungkinan jika Indonesia dikeluarkan dari negara yang menerima GPS.
Keadaan GPS Indonesia saat ini memang masih di-review oleh AS, dan hal ini sudah menjadi agenda tahunan. Biasanya secara normatif, Indonesia akan mendapat perpanjangan lagi. Namun, saat ini pemerintah merasa perlu lebih berhati-hati dengan melihat keadaan Trump. Keadaan tersebut tentu saja membuat Pemerintah dag dig dug ser.
Oleh karena itu, pemerintah tetap berusaha melobi pemerintah AS dan saling berkoordinasi antar kementerian untuk mengatasi permasalahan tersebut. Bagaimanapun juga, perang dagang akan memberikan dampak yang buruk untuk sektor perdagangan. Apalagi saat ini rupiah semakin melemah dan neraca perdagangan dalam keadaan defisit.
Oh ya, kabarnya, China akan membalas perang dagang tersebut dengan memasang tarif tinggi terhadap sekitar 1.000 produk-produk asal AS, terutama produk-produk kedirgantaraan, robotik, manufaktur, dan industri otomotif.
Sementara itu, menurut Pak JK jika itu terjadi pada kita, kita akan membalasnya dengan mengurangi impor kedelai dan terigu. Oh, yawdah siap-siap aja~ (A/L)