Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Usulan Agar “Tol Jokowi” Tidak Disebut BPN Prabowo-Sandi sebagai Tol Pembunuh Bayaran

Ahmad Khadafi oleh Ahmad Khadafi
17 Februari 2019
A A
jalan tol mojok.co
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – BPN Prabowo-Sandi sebut “tol Jokowi” sebagai jalan tol pembunuh bayaran karena sebabkan banyak kecelakaan. Makanya kalau masuk tol itu kendaraannya dituntun aja.

Lantai dansa debat capres belum dimulai, salah satu anggota BPN Prabowo-Sandi sudah mulai memanaskan suasana. Nyambung dengan tema debat capres nanti malam, yakni soal infrastruktur, Dian Fatwa menyamakan jalan tol yang dibangun pada era Presiden Jokowi sebagai pembunuh bayaran.

“Ternyata kita masuk jalan tol, jalan tol pembunuh bayaran, masuk jalan tol bayar tapi mati. Kalau ini mengabaikan keselamatan manusia dari jalan tol itu saja. Saya lupa jalan tol mana karena baru 4 bulan di Indonesia, ada 65 kecelakaan yang terjadi di tol yang dibangun Presiden Jokowi,” kata Dian Fatwa.

Tentu saja ini pandangan yang bikin banyak orang mengenyitkan dahi. Bagaimana mungkin dong kita masuk jalan tol lalu mendadak otomatis modar? Tapi dengan jenius Dian Fatwa memaparkan analisis briliannya.

“Kualitas pembangunan infrastruktur ini, semennya membutuhkan 5 sentimeter, banyak jalan infrastruktur itu rusak karena apa? Semennya tidak nyampai. Ini kan persoalan nyawa manusia diabaikan. Karena itu, bagi kami, penting melihat infrastruktur ini tepat guna,” kata Dian.

Tentu saja pernyataannya ini mengundang banyak respons. “Padahal jalan tol adalah benda mati, mana mungkin menjadi pembunuh bayaran? Ini adalah logika fallacy atau sesat logika yang sering juga dipertontonkan oleh Prabowo Subianto dan rupanya menular kepada tim suksesnya,” ujar Inas Nasrullah Zubir, anggota TKN Jokowi-Ma’ruf.

Hadeh, Pak Inas ini kenapa bawa-bawa nama Pak Prabowo Subianto segala sih?

Padahal Dian Fatwa juga memberi penjelasan lho mengenai pernyataannya tersebut. Gini, jalan tol yang dibangun pada era Jokowi bentuknya adalah rigid pavement, alias dari beton.

“Dengan beton ini gesekan antara ban itu kalau dengan kecepatan tinggi cepat panas dan cepat meletus seperti diamplas,” lanjutnya.

Dengan jalanan kayak begitu ban kendaraan jadi gampang meletus, ya otomatis kendaraan akan berisiko kecelakaan, dan dalam kecepatan tinggi, tentu ini sangat berbahaya. Masa logika seperti ini aja nggak paham sih?

Jadi istilah “tol Jokowi adalah pembunuh bayaran” itu sebenarnya cuma metafora aja. Masa iya, pemerintahan kita nggak bisa memahami maksud dari penggunaan kalimat-kalimat metafor dari Dian Fatwa sih?

Jadi ketimbang pakai beton, lebih baik lagi kalau jalanan tol itu pakai aspal. Biar apa? Ya biar lebih halus lagi jalanannya.

Beton itu kan proyek yang jangka ketahanannya lama, bandingkan dengan aspal yang punya durasi ketahanan lebih pendek. Lebih gampang berlubang. Kalau jalanan tol awet gitu, proyek perbaikan jalan bakal berhenti dong? Ini kan merugikan banyak pejabat, begini aja masa nggak paham sih?

Jadi selain pembunuh bayaran bagi para pengendaranya, jalan tol Jokowi ini juga jadi pembunuh bayaran buat para pejabat yang dulu terbiasa dapat komisi-komisi dari pembangunan atau perbaikan jalan. Ini kan mematikan bisnis orang. Hedeh.

Iklan

Selain itu, jika dibilang jalan tol yang membentang dari Jakarta sampai Surabaya ini merupakan prestasi Presiden Jokowi mah sebenarnya terlalu buru-buru. Masih banyak PR di sana-sini. Seperti angka kecelakaan yang disebut Dian Fatwa tadi.

Angka kecelakaan tol memang ada. Mau bilang itu data yang salah ya nggak bisa. Memang nyatanya ada kok kecelakaan di tol. Jangankan di tol, di jalanan kampung saja pasti ada kok peristiwa kecelakaan—walau cuma karena nabrak kucing atau kepleset kerikil, yang penting kan ada.

Angka kecelakaan di tol itu jelas bukan karena kelalaian pengendara; kayak pengendara mengantuk, kondisi ban mobil tidak prima, atau si pengendara sedang nggak konsen. Ini jelas karena salah dari yang punya ide proyek ini, yakni Pak Jokowi.

Ya iya dong, udah tahu jalan tol itu orang yang naik pasti kenceng-kenceng. Walau dikasih peringatan batas maksimal 80 km/jam, nyatanya kendaraan pribadi rata-rata melaju di atas 100 km/jam. Kalau kemudian terjadi kecelakaan parah ya nggak bisa dong menyalahkan pengendara, kan mereka udah bayar?

Jadi selain persoalan kecelakaan jalan tol ini sebenarnya terletak di dua titik. Yang pertama jalan dari beton, sama kendaraan yang dipacu dengan kecepatan tinggi. Untuk yang pertama Dian Fatwa sudah memberikan kritiknya yang membangun, berikutnya soal kecepatan tinggi biarkan kami yang melakukan kritik.

Urusan kecepatan pengendara ini jelas penting. Ya iya dong, percuma kalau jalanan beton yang dianggap Dian Fatwa sebagai penyebab kecelakaan tapi kalau pengendaranya terbiasa cuma jalan 5 km/jam. Nah, kalau udah terbiasa kenceng, ya harus ada aturan yang memaksa mereka biar pelan-pelan.

Salah satunya, mungkin Pemerintah bisa mempertimbangkan untuk memasang polisi tidur setiap 50 sentimeter dari Jakarta ke Surabaya, dengan ketinggian sekitar—yaaah—setengah meter lah. Kayak polisi tidur ngawur di kampung-kampung padat penduduk gitu. Yang bikin motor sering menyetubuhi bumi tanpa sengaja.

Emang buat apa pasang polisi tidur begitu? Ya biar pada pelan-pelan bawanya lah, Setaan.

Meski nanti mengendarai sambil misuh-misuh sepanjang jalan, tapi kan yang penting nggak bakal terjadi kecelakaan. Lagian ide ini bisa dapat dua dampak positif. Pertama, kendaraan nggak bisa kenceng. Kedua, pengendara nggak mungkin ngantuk karen harus misuh sepanjang jalan.

Selain itu, Pemerintah juga bisa mempertimbangkan juga membuat beberapa titik yang disediakan untuk ruang acara kondangan kampung di pinggir jalan tol.

Kayak yang biasa dilakukan orang Indonesia, bikin acara kondangan dengan nutup setengah jalan umum. Lalu jalanan jadi macet, tapi tetep selo aja. Karena dianggap itu jalan punya nenek moyangnya.

Dengan ide ini, orang kalau lewat jalan tol otomatis bakal memperlambat laju kendaraannya. Bahkan bisa nyapa, say hello sama panitia kondangannya. Atau kalau kebetulan laper, bisa mampir dulu buat makan-makan sajian kondangan. Kan lumayan. Irit nggak perlu mampir ke rest area yang biasanya lebih mahal.

Kritik dari Dian Fatwa ini sebenarnya juga sudah ditimpali oleh Sandiaga Uno. Cawapres jagoannya yang diusung. Menurut Sandi, kecelakaan itu faktornya tidak hanya perkara kondisi jalan saja, tapi juga dari penggunanannya. Hedeh, ini gimana sih Sandiaga, malah ikut bela-belain Jokowi segala?

Tapi dari hal itu, seharusnya penggarap “tol Jokowi” itu belajar dulu dari Sandiaga. Apalagi mengenai cara membikin jalan tol yang baik dan benar. Soalnya, seperti yang kita ketahui bersama, Sandiaga adalah sosok yang berada di balik proses pembangunan jalan Tol Cipali.

Oke deh, tol Cipali itu sama-sama menggunakan beton, dan dulu awalnya memang sering kali terjadi kecelakaan karena jalannya lurus sekali—ya iyalah, kalau belak-belok itu namanya pembuluh darah.

Nah, melihat angka kecelakaan yang tinggi itu akhirnya pengelola jalan tol Cipali menemukan solusi biar para pengendara nggak pada kenceng-kenceng bawa kendaraannya sehingga mustahil terjadi kecelakaan.

Apa itu?

Yak betul, Brexit.

Terakhir diperbarui pada 17 Februari 2019 oleh

Tags: debat capresjokowiprabowosandiagatol cipalitol jokowi
Ahmad Khadafi

Ahmad Khadafi

Redaktur Mojok. Santri. Penulis buku "Dari Bilik Pesantren" dan "Islam Kita Nggak ke Mana-mana kok Disuruh Kembali".

Artikel Terkait

Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO
Esai

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
kapitalisme terpimpin.MOJOK.CO
Ragam

Bahaya Laten “Kapitalisme Terpimpin” ala Prabowonomics

21 Oktober 2025
Kereta Cepat Whoosh DOSA Jokowi Paling Besar Tak Termaafkan MOJOK.CO
Esai

Whoosh Adalah Proyek Kereta Cepat yang Sudah Busuk Sebelum Mulai, Jadi Dosa Besar Jokowi yang Tidak Bisa Saya Maafkan

17 Oktober 2025
Hentikan MBG! Tiru Keputusan Sleman Pakai Duit Rakyat (Unsplash)
Pojokan

Saatnya Meniru Sleman: Mengalihkan MBG, Mengembalikan Duit Rakyat kepada Rakyat

19 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.