MOJOK.CO – Setelah punya pekerjaan dan bisa membiayai hidup, banyak orang memilih menghabiskan uangnya untuk balas dendam, beli barang impian masa kecil.
Usia bukan angka yang semakin bertambah lantas kita bisa semakin bijak. Kadang kala, semakin tua seseorang, mereka tidak bisa semakin dewasa. Kata orang, dewasa adalah sebuah jebakan. Buktinya orang “dewasa” yang merasa berpenghasilan cukup sering memutuskan membeli barang impian masa kecil mereka tanpa pakai pertimbangan matang dan bawa-bawa urusan masa depan.
Mungkin saya hanya satu dari sekian orang yang sudah dianggap dewasa tapi masih nyaman terjebak pada kenangan masa kecil. Banyak hal yang saya rasa dulu, susah saya dapatkan karena pertama, semua keputusan dalam hidup saya dulu tergantung orang tua. Kedua, jelas karena saya nggak paham prioritas dalam hal membeli barang. Untuk alasan pertama, sering bertambahnya usia, hal itu berubah. Makin bertambah usia, orang tua akhirnya “dipaksa” untuk menyerahkan segala keputusan hidup tentang saya pada diri saya sendiri. Sayangnya alasan kedua, tetap tidak berubah.
Saya pernah punya impian untuk beli spray cologne Eskulin Disney Princess series. Sebenarnya tak terlalu mahal, tapi untuk ukuran anak SD yang punya uang saku mepet, tentu saya nggak bisa wujudkan keinginan ini. Selain ketika itu, saya memang agak pekok urusan menabung. Beberapa tahun kemudian, masih di perjalanan masa kecil saya, tengah populer seperangkat alat mandi Master Kids. Belum terwujud beli Eskulin Disney Princess, saya dibombardir produk yang secara visual bikin saya bakal merasa keren. Mereka menyediakan spray cologne, sabun mandi, bedak tabur, dan kroni-kroninya lengkap dengan desain ala superhero yang bikin mata saya terbelalak.
Sungguh rasanya pengin banget bilang ke ibu saya untuk minta dibelikan. Tapi, saya sering ragu. Sampai suatu saat ketika menyaksikan iklan produk ini bersama-sama, saya mengutarakan keinginan dengan tekad yang amat membara. Berharap keinginan ini disambut baik. Ibu saya, seperti yang sudah diduga hanya menjawab, “Itu produk buat laki-laki. Kan kemarin kamu udah beli yang mereknya Pucelle. Bedaknya juga masih ada tuh di kamar. Nggak usah aneh-aneh.”
Saya diam. Kicep. Selain waktu kecil saya belum belajar kalau produk semacam itu tak memiliki jenis kelamin dan kalimat ibu saya agak bias gender, saya juga tergolong anak yang nggak suka cari ribut sama orang tua sendiri.
Tapi, ketika menginjak masa kuliah dan sudah mengatur keuangan bulanan sendiri, merantau dan mencoba-coba kerja paruh waktu, akhirnya saya mewujudkan impian masa kecil yang receh itu. Saya balas dendam, menghabiskan uang di awal bulan untuk membeli semua jenis produk Master Kids. Bahkan setiap bulan saya juga pakai Master Kids seri Ben10, kadang yang Super-Man, kadang Iron-Man.
Kawan-kawan saya agak skeptis. Dandanan saya yang ukhti-ukhti dianggap nggak cocok pakai sabun Master Kids yang gambarnya Ben10. Selain kayak cowok, itu juga buat anak-anak.
Mohon maaf, Yorobun, saya sudah kuliah, sudah menghasilkan uang sendiri, lalu belajar Gender dan Media di semester 4 perkuliahan. Anggapan kawan-kawan saya itu bisa dengan mudah dihempas tanpa perlu saya cerita bahwa tindakan ini adalah upaya balas dendam.
Saya bukanlah satu-satunya orang yang balas dendam dengan cara konyol. Kawan saya memutuskan beli seperangkat PS4, televisi, dan game-game original karena dulu suka rebutan di tempat rentalan. Harganya memang tidak seberapa bagi orang yang sudah lima tahun bekerja, tapi, memutuskan membelinya dalam semalam tetap jadi hal yang nekat. Padahal blio sebelumnya curhat ke saya bahwa blio membeli Olive Chicken walau penginnya McD karena sedang dalam mode hamat. Sungguh balas dendam impian masa kecil yang penuh pengorbanan.
Tidak mengherankan banyak orang dewasa yang diejek dan dianggap membeli barang tak penting dengan harga fantastis. Yang bikin heran, mereka gigih. Orang yang suka Gunpla, figur mobil-mobilan mahal, dan mainan lainnya yang sering lekat dengan stigma kekanak-kanakan. Mereka juga sedang melakukan upaya balas dendam terhadap impian masa kecil yang mungkin belum kesampaian. Soal dibilang boros, dibilang nggak mikir tabungan masa depan, tentu itu sudah urusan masing-masing. Lha setiap orang yang sudah dianggap dewasa kayaknya udah paham betul artinya prioritas kok.
Bukan cuma dalam soal beli-beli barang. Ada juga balas dendam terhadap impian masa kecil yang berupa tindakan. Kalau ketika kecil dulu nggak boleh main jauh dan keluyuran, waktu gede banyak yang memutuskan jadi traveler. Ada yang ketika kecil nggak boleh bawa kendaraan sendiri, waktu besar jadi penyuka otomotif dan koleksi mobil tua. Waktu kecil disuruh belajar melulu, ketika besar… belajar mencintaimu aja deh.
Kalau mau ditelaah dengan ilmu fafifu wasweswos, ini semua terjadi karena orang tua sering mengucapkan kalimat dengan embel-embel “nanti kalau sudah besar”. Contohnya ketika si bocah pengin beli sepatu roda, ada orang tua yang mengatasinya dengan berkata, “Nanti ya dek, kalau sudah besar nanti kamu bisa beli sepatu roda sendiri.”
Begitu juga dengan balas dendam yang berupa tindakan. Mungkin di masa kecil mereka ketika minta izin pengin naik gunung, pengin bisa naik kendaraan sendiri, pengin main ke luar kota, jawaban orang tua selalu, “Nanti ya, kalau sudah besar baru boleh.”
Jadilah impian-impian ini tertunda, tapi disimpan rapat-rapat dalam ingatan kita yang masih kecil. Ketika besar, akhirnya kita bisa melampiaskan apa yang tidak bisa kita dapat ketika kecil dulu. Balas dendam semacam ini adalah yang paling menyenangkan dan tergolong harmless. Satu-satunya yang kita sakiti adalah isi dompet kita yang nggak seberapa.
BACA JUGA Nostalgia Sitkom ‘Office Boy’ dan Mengingat Betapa Menyebalkan Karakter Saschya dan artikel lainnya di POJOKAN.