Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Susahnya Memprediksi Kehidupan Dewasa Seseorang dari Masa Sekolahnya

Agus Mulyadi oleh Agus Mulyadi
3 Februari 2019
A A
bagi hape
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Sekira empat tahun lalu, publik dikejutkan oleh Qian Fenglei, seorang miliarder China yang membagi-bagikan iPhone 6 kepada teman-teman sekelasnya di SMA dalam sebuah acara reuni. Bagi banyak orang, hal ini mungkin sangat fenomenal, mengingat iPhone 6 sendiri saat itu seperti yang kita ketahui merupakan salah satu ponsel dengan banderol termahal. Namun bagi si Qian, bagi-bagi iPhone ini layaknya ritual bagi-bagi biasa yang tak terlalu spesial, pasalnya, ia memang terkenal sebagai miliarder yang nyah-nyoh bin bloboh alias dermawan. Tahun sebelumnya saja, Dalam acara reuni serupa, Qian membagi-bagikan iPhone 5 kepada teman-teman SMA-nya.

Bagi banyak kawan-kawan Qian, kesuksesan terasa sangat tak terduga. Maklum, sebab saat SMA, Qian memang bukan siswa yang cerdas dan menonjol.

Kisah serupa Qian ini belakangan terjadi juga pada bapak saya.

Beberapa tahun yang lalu, bapak saya diundang ke Bangka Belitung untuk menghadiri acara reuni oleh salah seorang kawan sekelas sewaktu SMP.

Undangan yang jelas sangat haram untuk ditolak, karena seluruh akomodasi tiket pesawat dan penginapan sudah disediakan oleh si pengundang.

Acara reuni tersebut kelak menjadi tonggak sejarah bagi bapak saya, karena melalui jalan reuni itulah, bapak saya akhirnya bisa kesampaian naik pesawat untuk pertama kalinya. Pengalaman naik pesawat tersebut selanjutnya akan menjadi bahan pamer dan olok-olok bapak kepada saya karena saya sama sekali belum pernah naik pesawat. (Saya baru kesampaian naik pesawat setengah tahun setelahnya, dan itu lebih dari sekali, sehingga olok-olok soal naik pesawat justru berbalik pada bapak).

Ada 40 orang yang diundang dalam acara reuni tersebut, dan hanya sekitar 30 orang yang bisa hadir.

Si pengundang, sebut saja Pak Badrun sengaja mengundang kawan-kawan satu kelas semasa SMP karena terdorong oleh rasa rindu yang sedemikian besar sekaligus untuk menyambung tali silaturahmi.

Seluruh akomodasi reuni ditanggung pribadi oleh Pak Badrun. Pak Badrun kala itu menjabat sebagai salah satu petinggi Kepolisian di Bangka Belitung, jadi tak heran jika ia mampu merogoh kocek yang cukup besar untuk mengagendakan acara reuni tersebut.

Dalam reuni kecil-kecilan namun cukup meriah itu, Pak Badrun dengan entengnya membagi-bagikan 30 unit ponsel Blackberry Davis kepada seluruh peserta reuni, tak terkecuali bapak saya. Katanya sebagai cindera mata, sekadar kenang-kenangan atas pertemuan temu kangen generasi gaek yang sudah lama tak bertemu.

Sebagai manusia yang hanya dengan punya hape berlayar warna dan dering poliponik saja sudah cukup berbahagia, tentu bapak merasa bagai kejatuhan durian runtuh tatkala diberi satu unik Blackberry. Benar-benar acara reuni yang sangat tidak mengecewakan. Sudah diberikan akomodasi,disangoni, eh, masih dikasih hape Blackberry.

Setelah acara reuni usai, sesampainya di rumah, bapak langsung bercerita soal blackberry barunya itu, dan saya langsung antusias, namun bukan pada blackberry-nya, melainkan pada sosok pak Badrun-nya. Saya pun kemudian memaksa bapak untuk bercerita lebih jauh tentang Pak Badrun. Saya ingin tahu bagaimana kehidupan masa sekolah seorang Pak Badrun sang pejabat tinggi polisi yang begitu entengan mau membagikan Blackberry pada ketigapuluh kawannya tersebut.

“Badrun itu dulunya siswa biasa-biasa saja, blas nggak menonjol, juga nggak pinter, tapi kalau dibandingkan sama bapakmu ini ya jelas masih pinteran dia, sih.”

“Kalau nggak pinter dan juga nggak menonjol, Lha kok dia bisa jadi petinggi polisi, Pak? Apa pak Marcopolo punya kerabat atau orang dalam di kepolisian?” tanya saya penasaran.

Iklan

“Lho-lho, kamu itu lho, kok gampang banget suudzon sama orang. Sejauh yang bapak tahu, sih, dia itu nggak punya kerabat orang dalam, yah, namanya juga nasib, sering nggak bisa disangka, Gusti Alloh kan maha berkehendak.”

Saya pun mengamini apa kata bapak, kita memang susah menerka nasib, terlebih jika hanya berpatokan pada kehidupan masa kecil.

Seseorang yang waktu kecilnya biasa-biasa saja, bisa jadi di waktu dewasanya justru tumbuh menjadi seseorang yang luar biasa. Sama halnya seperti Qian Fenglei yang dulu sewaktu SMA bukanlah seorang siswa yang brilian, bahkan malah pernah hampir putus sekolah, namun di usia dewasa, Qian justru tumbuh menjadi seorang pengusaha yang sukses dan makmur.

Orang Jawa bilang, ‘duren-duren, roti-roti, mbiyen-mbiyen, saiki-saiki’.

Sewaktu kecil, kita mungkin hanya A, tapi saat dewasa, kita bisa saja menjadi Z. Kita tak akan pernah tahu, akan jadi apa kita dan orang-orang di sekitar kita di masa depan. Yang pasti, perubahan tersebut sering kali mengejutkan kita.

Saya punya banyak Kawan yang saat sekolah dia biasa saja, bahkan cenderung goblok. Namun setelah dewasa, ia sukses menjalankan bisnis yang membuat dirinya mampu meraih kemantapan finansial.

Sebaliknya, banyak kawan-kawan sekolah saya yang dulu saya pandang sebagai siswa yang cerdas dan lumayan pandai, saat dewasa justru terkesan menjalani hidup dengan sangat berat.

Tentu hal seperti itu tak bisa berlaku general. Ada juga yang sedari kecil memang cerdas, kemudian saat dewasa mampu bekerja menjadi seorang pejabat yang sukses dan makmur.

Pun ada yang memang sejak sekolah terkenal goblok dan blangsak, begitu dewasa, hidupnya jauh lebih blangsak lagi.

Intinya, kehidupan masa sekolah tak bisa dijadikan sebagai patokan nasib masa depan.

Saya jadi teringat dengan guyonan lawas, bahwa siswa yang duduk di barisan depan, kelak punya kesempatan menjadi dokter. Siswa yang duduk di barisan tengah, biasanya akan menjadi pasien. Sedangkan siswa yang duduk di barisan belakang, biasanya justru menjadi pemilik rumah sakit.

Terakhir diperbarui pada 28 Februari 2019 oleh

Agus Mulyadi

Agus Mulyadi

Blogger, penulis partikelir, dan juragan di @akalbuku. Host di program #MojokMentok.

Artikel Terkait

ILUNI UI gelar konser untuk bencana Sumatra. MOJOK.CO
Hiburan

ILUNI UI Gelar Penggalangan Dana untuk Sumatra lewat 100 Musisi Heal Sumatra Charity Concert

6 Desember 2025
Lagu Sendu yang Mengiringi Banjir Bandang Sumatera Barat MOJOK.CO
Esai

Lagu Sendu dari Tanah Minang: Hancurnya Jalan Lembah Anai dan Jembatan Kembar Menjadi Kehilangan Besar bagi Masyarakat Sumatera Barat

6 Desember 2025
musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO
Hiburan

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO
Kampus

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.