Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan Mojok
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan Mojok
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan Mojok
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Menjadi Manusia Lemah di Dalam Bis Antarkota

Agus Mulyadi oleh Agus Mulyadi
20 Juni 2019
A A
ibu dan anak

ibu dan anak

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Di bis jurusan Jogja-Semarang itu, di terminal Magelang, saya duduk di kursi dekat jendela. Saya duduk sendiri. Sebagian penumpang sudah pada turun di Artos Mall. Hanya tersisa beberapa penumpang yang bertahan sampai terminal karena masih harus menempuh perjalanan sampai Semarang.

Saya selalu suka berpegian dengan bis utamanya yang ekonomi. Apalagi kalau dapat jatah tempat duduk di kursi bagian belakang. Selalu ada cerita menarik yang bisa saya tulis. Tak ada yang lebih menyenangkan ketimbang mencuri dengar obrolan antara kernet dengan penumpang di kursi belakang.

Obrolan-obrolan polos yang kadang lucah, kadang menyayat, kadang lucu, dan kadang datar biasa saja. Ada banyak drama yang bisa terjadi di kursi belakang.

Drama di bis ekonomi tentu saja bukan drama tentang orang-orang elit, drama yang terjadi di bis selalu drama tentang perjuangan menyambung hidup, drama tentang rumah tangga, drama tentang bagaimana agar tetap bisa makan dan menyekolahkan anak, juga drama tentang betapa manusia adalah makhluk yang selalu membutuhkan satu sama lain.

Tiga belas tahun lalu, saat masih SMP, saya pernah naik bis untuk pulang sekolah. Uang saku saya waktu itu hanya tinggal 300 rupiah, padahal ongkos bis harusnya 500 rupiah.

Saya nekat naik bis walaupun ongkos saya kurang. Saya tak punya pilihan. Pulang ke rumah dengan berjalan kaki tentu bukan pilihan yang bagus untuk saya ambil, sebab jarak sekolah dengan rumah saya memang cukup jauh, lima kilo lebih.

Iklan

“Pak, saya bayar tiga ratus, ya, terserah saya mau diturunkan di mana, uang saya tinggal ini,” kata saya pada kernet.

“Nggak papa, Le, saya turunkan kamu di tempat di mana kamu seharusnya turun. Duitnya kurang nggak papa. Anak saya dulu pas sekolah juga sering uang sakunya kurang,” ujar kernet sembari mengenang anaknya.

Ingatan tentang kernet baik hati itu sampai sekarang masih terus saya simpan. Ia menjadi salah satu fragmen yang membuat saya yakin, bahwa ada kisah-kisah kemanusiaan di dalam bis.

Dalam salah satu perjalanan, saya pernah bertemu dengan seorang tua penjual gethuk yang menjajakan dagangannya di dalam bis. Tampangnya lucu. Tapi perjuangan hidupnya jelas sangat tidak lucu.

Tiap kali ada orang yang membeli dagangannya, ia tak langsung berlalu dari orang yang membeli dagangannya, ia justru berdiam diri sejenak, mendoakan si pembeli dengan doa yang lumayan panjang, dan kemudian diakhiri dengan nasihat yang amat bagus: “Sholatnya dijaga, ya!” Nasihat yang selalu ia ucapkan tak peduli si pembeli muslim atau bukan.

Kali waktu, dalam sebuah perjalanan yang lain, saya pernah bertemu dengan seorang ibu penjual makanan kering yang menjajakan makananannya di terminal.

Tak ada alasan bagi saya untuk tak kasihan padanya. Lha gimana, ia membawa keranjang makanan di tangannya sembari menggendong anaknya yang masih kecil di punggungnya.

Melihat bagaimana ia berkeliling menjajakan dagangannya sambil sesekali memastikan anaknya tidak jatuh dari gendongan, timbul trenyuh dan haru yang amat dalam. Bertapa perjuangan seorang ibu adalah perjuangan yang amat paripurna.

Saya ingin sekali mengasihani si ibu, tapi kemudian saya urungkan. Saya ingat dengan apa kata Sujiwo Tejo itu. “Merasa kasihan dengan orang lain adalah kesombongan tersendiri, sebab engkau merasa lebih baik ketimbang orang yang engkau kasihani.”

Lagipula, kelihatannya saya tak pantas mengasihani si Ibu maupun anaknya. Si ibu, adalah orang yang kuat, perempuan yang beruntung, dengan perjuangannya yang berat untuk bertahan hidup dan menghidupi keluarganya, sudah pasti ia bakal diganjar pahala yang sangat besar oleh yang maha Pemberi.

Sementara anaknya, saya juga tak pantas mengasihaninya, sebab ia anak yang dahsyat. Anak yang tangguh. Ia sudah ditempa oleh jalanan dan kehidupan yang keras ketika anak-anak sebayanya asyik menonton video youtube dari ponsel milik orangtuanya.

Di dalam bis, di atas aspal terminal. Saya merasa menjadi manusia yang lemah. Amat lemah.

Dan ya, di dunia yang penuh dengan penderitaan yang kuat ini, saya selalu suka menjadi manusia lemah.

Terakhir diperbarui pada 20 Juni 2019 oleh

Tags: bisdramaTerminal
Iklan
Agus Mulyadi

Agus Mulyadi

Blogger, penulis partikelir, dan juragan di @akalbuku. Host di program #MojokMentok.

Artikel Terkait

terminal bungurasih surabaya.MOJOK.CO
Ragam

Terminal Bungurasih, Tempat Berkumpulnya Pengalaman Pahit Kena Tipu hingga Saksi Kerasnya Hidup di Surabaya

28 Januari 2024
perempuan terminal jombor jogja.MOJOK.CO
Liputan

Para Perempuan Kuat yang Mencoba Bertahan Hidup di Kerasnya Terminal Jombor Jogja

6 September 2023
terminal tidar mojok.co
Kilas

Terminal Tidar Magelang, Tempat Menyendiri di Tengah Keramaian

2 September 2023
terminal tirtonadi mojok.co
Ekonomi

Tirtonadi, Terminal Percontohan Nasional Tipe A yang Populer karena Didi Kempot

18 Juli 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Derita Mahasiswa S3 Sebelum Gila, Tertawakan Diri Sendiri Dulu

Mahasiswa S3 Tertawa di Koridor Kampus Bukan karena Bahagia, tapi Menertawakan Nasibnya Sebagai Pabrik Akademik dan Nasib Jurnal Ditolak 5 Kali

14 November 2025
Kafe Gethe di Kampung Sekayu Semarang. MOJOK.CO

Rogoh Kantong Pribadi Sampai Ratusan Juta demi Bikin Kafe Bergaya Retro di Tengah Permukiman Padat Kota Semarang

14 November 2025
Pameran buku anak termasuk komik. MOJOK.CO

Komikus Era 80-an Akui Sulitnya Membuat Karya di Masa Kini, bahkan Harus Mengamati Lewat Drakor untuk Kembangkan Cerita Anak

15 November 2025
Jadi ojol di Malang disuruh nyekar ke Makam Londo Sukun. MOJOK.CO

Driver Ojol di Malang Pertama Kali Dapat Pesanan Bersihin Makam dan Nyekar di Pusara Orang Kristen, Doa Pakai Al-Fatihah

16 November 2025
Fitbar Mojok.co

Lari Sambil Nikmati Kopi dan Pastry, Fitbar Hadirkan Shake Out Run Pertama di Indonesia

15 November 2025
Aksi kapten tim futsal putri Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Rinjani, di event Campus League 2025 Regional Jogja MOJOK.CO

Mimpi Setinggi “Rinjani”: Dari Cap “Cewek kayak Laki” hingga Mencatat Prestasi dan Sejarah di Tim Futsal Putri

13 November 2025
Summer Sale Banner
  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.