Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Kenapa Sih, Nama Acara Mahasiswa Pakai Bahasa Inggris Melulu?

Audian Laili oleh Audian Laili
11 Oktober 2018
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Perhatikan di lini sosial mediamu, hitung, berapa banyak acara mahasiswa yang memilih pakai bahasa Indonesia saja. Ayo, berapa?

Jika kamu tinggal di kota yang banyak berdiri universitas atau sekolah tinggi–seperti Jogja–tentu tidak akan sulit menemukan event acara-acara yang dapat kita ikut semarakkan. Acara-acara ini, kebanyakan adalah bikinan para mahasiswa, yang tidak puas jika waktunya hanya habis dengan urusan perkuliahan saja.

Para mahasiswa kura-kura (kuliah rapat-kuliah rapat) ini, memiliki semangat memberikan waktu dan tenaganya untuk berkontribusi–setidaknya pada organisasinya sendiri–untuk membuat beraneka rupa acara.

Nah, acara mahasiswa ini, selain untuk berkontribusi bagi masyarakat serta memanfaatkan waktu luang mereka, secara tidak langsung juga sebagai adu ketenaran antar organisasi atau perkumpulan satu dengan lainnya.

Namun, yang saya perhatikan, para mahasiswa ini lebih sering menamakan acara atau tagline acaranya dengan menggunakan bahasa Inggris. Padahal, banyak dari nama-nama acara mahasiswa tersebut yang sangat terkesan dipaksakan dan bahkan nggak cocok dengan substansi acaranya.

Contoh yang sangat sederhana, kalau dibaca TOR-nya, acara yang bakal dilaksanakan itu, mendaku untuk melestarikan budaya Indonesia. Namun, dalam nama acara mahasiswa itu, blas nggak ada bahasa Indonesia atau bahasa daerah Indonesia-nya  sama sekali. Justru kata yang masuk ke dalam nama acara tersebut adalah ‘culture’. Sungguh ironis sekali, bukan?

Ada beberapa kemungkinan yang menjadikan para mahasiswa ini memutuskan bikin acara dengan nama yang ke-Inggris-inggrisan.

Pertama, fenomena yang terjadi ini, sepertinya berhubungan dengan iming-iming globalisasi. Era globalisasi yang digaungkan itu, semacam menurunkan kecintaan dan kebanggan kita untuk menggunakan bahasa persatuan bangsa ini. Cielah. Bahasa Inggris pun akhirnya menjadi lebih populer.

Saya sangat ingat sekali, sejak isu tentang globalisasi ramai dibicarakan, anak-anak seangkatan saya, jadi rame-rame berusaha sok Inggris. Lembaga kursus bahasa Inggris pun muncul di mana-mana. Ya, mohon maaf. Kan biar ngikutin zaman. Supaya nampak hits, keren, dan beken.

Kedua, kehadiran teknologi yang kemudian memunculkan berbagai jenis sosial media, menjadikan generasi sekarang hidup dengan sebuah branding. Branding kita di dunia maya menjadi sangat penting. Bahkan banyak acara yang dibikin untuk mengajarkan bagaimana menguatkan personal branding kita.

Jadi, tidak mengherankan jika semakin keren nama acaramu, maka akan dianggap semakin keren juga organisasimu itu. Nama acara pun menjadi penting untuk dapat meningkatkan gengsi antar lembaga.

Sehingga, untuk menelurkan nama acara yang keren ini, mereka bakal memikirkannya  masak-masak. Sangat mendalam dan butuh brainstroming yang tidak main-main. Ya, saya pernah berada pada situasi tersebut. Rapat untuk brainstroming nama dan tagline acara ini, jauh lebih dipikirkan secara matang dibandingkan substansi acara itu sendiri.

Ketiga, nama acara yang lebih sering pakai bahasa Inggris, selain untuk kebutuhan branding, juga supaya acara tersebut lebih nginternasional. Sehingga, acara tersebut dapat menjangkau lebih banyak khayalak dan tidak terbatas di area sekitar saja.

Simpelnya saja nih, sebuah acara dinamakan ‘Seminar Nasional’ sebenarnya penginnya yang ikutan bisa dari berbagai daerah di Indonesia. Nah, kan keren tuh, kalau bikinnya berskala nasional. Walau ya, gitu. Meski judulnya ada kata ‘nasional-nya’, yang banyak terjadi sih, yang ikutan mayoritas masih orang dalam sendiri. Ya nggak apa-apa sih, namanya juga usaha. Ya, semacam itulah tujuan untuk meng-internasional-kan sebuah acara.

Iklan

Keempat, alasan generasi sekarang lebih memilih nama acara pakai bahasa Inggris, karena bahasa ini terkesan lebih singkat dan simpel. Misalnya nih, nama acaranya ‘Edu Culture Fest’. Kalau nama acara itu dialih bahasakan Indonesia, jadinya, ‘Festival Pendidikan dan Budaya’.

Bagaimana? Jadi kelihatan nggak keren, kan? Nama acaranya pun jadi nggak singkat, padat, dan praktis. Meski kalau pakai bahasa Indonesia jadi kelihatan kurang mantap, masalahnya, kalau dibaca dengan lebih detail lagi, dalam acara tersebut akan disajikan juga tari-tari kreasi tradisional. Nah loh, mashook nggak sih?

Tentu saja hal ini sangat menyedihkan. Bagaimana pun juga, bahasa merupakan ekspresi budaya. Jadi ketika bahasa tersebut sudah jarang digunakan, itu artinya ia tidak lagi mampu menjadi ekspresi dari kehidupan keseharian masyarakatnya.

Apalagi kita tahu bahwa sebuah nama dipilih bertujuan untuk branding. Kalau branding-nya aja udah pakai bahasa asing, bagaimana dengan substansi di dalamnya? Apakah masih akan tetap mengacu pada nilai-nilai nasionalisme? Kalau begini, apakah kita akan tetap berhasil melestarikan bahasa kita?

Ya, gimana, ya. Katanya kan pengin dilestarikan nih, tapi kok branding-nya aja seperti nggak ngajakin buat ngelestariin dan bikin kita pengin terus menggunakan. Lak ya mbel, ya.

Padahal nih, katanya dulu, kita memiliki cita-cita besar supaya bahasa Indonesia nantinya dapat menjadi bahasa internasional. Sebuah cita-cita yang sangat bombastis, Saudara-saudara.

Tapi ya gitu, kitanya sendiri aja malah jarang nggunain. Apalagi dalam percakapan keseharian aja nih, kita lebih suka nyampur-nyampur bahasa gitu. Lah, bagaimana orang lain yang bukan pemilik bahasanya, bakal pengin nggunain bahasa kita juga? Lha wong kitanya sendiri aja kelihatan nggak sayang gitu kok.

Ngomong-ngomong nih, kembali ke masalah acara mahasiswa tadi. Beneran nih, kalian bakal lebih milih pakai bahasa asing terus biar nampak keren?

Okelah, nama acaranya pakai bahasa asing, kalau memang itu diperlukan. Misalnya, substansi acara memang sedang membahas bahasa tersebut, ataupun acara itu memang bertaraf internasional.

Tapi tolonglah, kalau substansi acara itu memang tentang budaya Indonesia, nggak usahlah sok pakai bahasa Inggris gitu. Iya, saya tahu kalau kalian akan kesulitan nemuin kata dalam bahasa Indonesia yang bakal pas dan ngewakilin. Tapi masak gitu aja langsung menyerah? Ayolah, kreativitasnya itu dipakai, mbok tolong~

Terakhir diperbarui pada 11 Oktober 2018 oleh

Tags: acara mahasiwabahasa indonesiabahasa inggrisBrandingevent mahasiswa
Audian Laili

Audian Laili

Redaktur Terminal Mojok.

Artikel Terkait

Belajar Bahasa Inggris Cocok untuk Atlet Brain Rot kayak Kamu MOJOK.CO
Esai

Belajar Bahasa Inggris Adalah Tahap Awal untuk Memanusiakan Diri bagi Atlet Brain Rot seperti Saya

10 Juni 2025
pramoedya ananta toer.MOJOK.CO
Ragam

Ini yang Terjadi Seandainya Pramoedya Ananta Toer Menjadi Guru Sastra Indonesia

3 Februari 2025
Kosakata Bahasa Indonesia Tidak Miskin, Bahasa Inggris Perampok MOJOK.CO
Esai

Bahasa Indonesia Miskin Kosakata Adalah Pandangan yang Terlalu Jauh di Tengah Pemujaan Bahasa Inggris yang “Merampok” Bahasa Lain

7 April 2024
M. Tabrani: Cerita di Balik Pengukuhan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Persatuan
Video

M. Tabrani: Cerita di Balik Pengukuhan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Persatuan

6 November 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.