MOJOK.CO – Tercatat sampai 5 kali BPN Prabowo-Sandi merevisi persentase suaranya sendiri. Dari sejak fenomena sujud syukur Prabowo, sampai jelang Sidang MK.
Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) sudah berlangsung. Sejujurnya, tak ada yang seru. Keadaan tenang-tenang saja, santai, damai. Malah di medsos netizen cenderung cuek aja dengan jalannya Sidang MK. Jangan-jangan ini karena isu Ustaz Rahmat Baequni.
Mungkin netizen udah bosan. Bahkan saking bosannya—karena selalu diulang-ulang, bisa jadi ada masyarakat kita yang cukup selo sampai hapal dengan tuntutan-tuntutan BPN Prabowo-Sandi di Sidang MK. Mirip kayak orang yang bakal otomatis hapal sama Lagu Perindo karena selalu diputar berulang-ulang di tipi.
Hal ini bisa dimaklumi sih, soalnya hari ini agenda Sidang MK masih seputar pemaparan dugaan kecurangan yang disampaikan pemohon, atas nama BPN Prabowo-Sandi.
Seperti yang kita juga tahu, segala macam tuntutan dan tudingan kecurangan Pilpres 2019 sudah didengar masyarakat bahkan sejak sebelum coblosan. Ya masyarakat boleh dong bosen dengerin hal yang sama terus.
Setelah coblosan, sampai hari-hari belakangan. Tuduhan soal kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif tidak banyak yang berbeda. Jika ada hal yang baru mungkin seputar sumber dana kampanye yang tidak jelas lalu dianggap sebagai “kecurangan” oleh kuasa hukum BPN, lalu ada juga soal ajakan Jokowi untuk nyoblos dengan pakaian putih yang dianggap sebagai “pelanggaran serius”.
“Bukan hanya melanggar asas pemilu yang rahasia, ajakan memakai baju putih untuk menyoblos di tanggal 17 April itu juga adalah pelanggaran serius atas asas pemilu yang bebas,” ujar Bambang Widjajanto, Ketua Tim Hukum 02.
“Karena amat boleh jadi menimbulkan tekanan psikologis dan intimidatif bagi pemilih yang tidak memilih paslon 01 dan karenanya tidak berkenan memakai baju putih,” lanjutnya lagi.
Udah deh, jangan nyinyir dulu. Ya kan bisa aja orang jadi tertekan kalau dikepung sama orang-orang yang pakai baju putih. Apalagi kalau sambil bawa pentungan dan teriakan takbir. Wah, siapa aja juga pasti keder tuh.
Namun, lebih daripada itu, hal yang menarik dari Sidang MK hari ini adalah soal klaim kemenangan Prabowo-Sandi yang berubah-ubah kayak Roller Coaster sejak diumumkan pada April sampai Juni 2019.
Terhitung, hanya dalam kurun waktu 3 bulan, klaim kemenangan BPN Prabowo-Sandi berubah sebanyak 5 kali. Ebuset.
Oke, mari kita perhatikan satu demi satu perubahan-perubahan ini.
Kalau kamu masih ingat, saat sujud syukur Prabowo jilid 2 berlangsung pada 17 April 2019, Prabowo mengklaim sudah mendapatkan suara sebanyak 62 persen. Teriakan suka cita pun sudah berkumandang di Rumah Kertanegara.
“Saya mau kasih update bahwa berdasarkan real count kita, kita sudah berada di posisi 62 persen. Ini adalah hasil real count. Dalam posisi lebih dari 300 ribu TPS. Sudah diyakinkan ahli-ahli statistik bahwa ini tidak akan berubah banyak,” kata Prabowo saat itu.
Sayangnya, sebuah pemandangan penuh haru dari BPN karena merasa menang telak itu tampaknya tak bertahan lama. Satu bulan kemudian, angka persentase kemenangan ini berubah. Dari yang tadinya 62 persen menjadi 54,24 persen.
Hm, tampaknya yang ini lebih valid, soalnya angkanya pakai koma. Biasanya kalau nggak bulat-bulat gitu kelihatan valid sih. Dan angka 54,24 persen ini pun muncul pada 14 Mei 2019. Muncul saat Simposium Prabowo-Sandi di Hotel Grand Sahid, Jakarta.
Uniknya, meski kelihatan lebih valid, jumlah suara yang baru bisa didata oleh BPN Prabowo-Sandi saat itu diakui baru 54,91 persen. Jadi masih ada sekitar 55,09 persen yang belum masuk datanya.
Artinya, Prabowo baru “menang” di setengah data Pilpres 2019 yang baru dikumpulin oleh BPN Prabowo-Sandi sendiri. Baru kumpul setengah data kok klaim menang sih? Idih, ya bebas dong, emang situ siapanya BPN lha kok ngatur-ngatur?
Tapi cerita ini belum selesai. Baru sehari, tanggal 15 Mei 2019, BPN Prabowo-Sandi kemudian mengklaim bahwa suara mereka sudah berubah jadi 62 persen (lagi).
Buset. Bolak-balik kayak abang tukang bakso kompleks aja nih, Pak.
Katanya, meski baru mendata setengah dari suara yang bisa dikumpulkan, Tim BPN Prabowo-Sandi berani mengklaim bahwa angka 54,24 persen sehari sebelumnya bakal mencapai 62 persen nantinya.
Hm, sebuah sikap optimis yang keren buanget sih, Pak. Hambok yakin.
Ketika massa pendukung Prabowo sudah yakin bahwa mereka menang 62 persen, tiba-tiba BPN kembali merevisi perolehan suaranya lagi saat mengajukan gugatan ke MK. Satu bulan sejak klaim suara naik, Tim Hukum BPN Prabowo mengklaim bahwa suara untuk kliennya yang berhak adalah 52 persen.
Lah turun lagi?
Duh, Pak, beneran jadi abang tukang bakso kompleks aja nih kayaknya. Bolak-balik mulu. Nggak capek apa?
Akhirnya, menjelang Sidang MK yang akan digelar, pada 14 Juni 2019, Tim Hukum BPN Prabowo-Sandi mengaku bahwa angka persentase berubah lagi. Dari yang tadinya 52 persen menjadi 53 persen.
Fiuh, untung berubahnya nggak banyak ya, Pak? Cuma satu persen. Jadi nggak perlu bolak-balik kayak abang tukang bakso kompleks nih.
Mengenai keanehan bolak-balik persentase suara yang berubah-ubah ini, BPN Prabowo-Sandi menampik jika ini merupakan sikap inkonsistensi.
“Perhitungan itu kan bertahap. Tidak semua datanya langsung diterima. Wajar jika ada perubahan dan koreksi sesuai dengan data yang masuk,” kata Tim BPN Prabowo-Sandi.
Oh, jadi yang kemarin-kemarin itu data belum masuk ke Tim BPN? Lha terus Prabowo klaim kemenangan sampai sujud syukur di Rumah Kertanegara itu pakai datanya siapa dong?