ADVERTISEMENT
Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Pojokan

Pengendara Honda Beat vs Rombongan Gowes: Doxing dan Perang Analogi Si Miskin vs Si Kaya

Yamadipati Seno oleh Yamadipati Seno
29 Mei 2021
0
A A
Pengendara Honda Beat vs Rombongan Gowes: Doxing dan Perang Analogi Si Miskin vs Si Kaya MOJOK.CO

Pengendara Honda Beat vs Rombongan Gowes: Doxing dan Perang Analogi Si Miskin vs Si Kaya MOJOK.CO

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Pengendara Honda Beat vs rombongan gowes mirip pertarungan miskin vs kaya. Eh, malah ada doxing yang juga terjadi. Menyedihkan.

lagi asik scroll timeline Twitter sambil rebahan biar nggak ketinggalan drama jari tengah pengendara Honda Beat vs rombongan pegowes, eh saya nemu satu akun yang namanya unik banget: Pemilik Mekdi. Beliau bikin sebuah utas yang asik banget untuk dibaca dan direnungkan bareng-bareng.

Ada dua hal menarik yang diungkapkan akun Pemilik Mekdi tersebut. Pertama, dia mengunggah sebuah potongan aturan berkendara di mana pengendara kendaraan tidak bermotor wajib “berada pada lajur kiri jalan”. Hal kedua adalah soal doxing kepada pengendara Honda Beat oleh mereka-mereka yang membela rombongan gowes.

Jujur saja, saya malah baru tahu ada semacam aturan berkendara untuk pesepeda, yaitu wajib berada pada lajur kiri jalan. Jadi, kalau merujuk kepada aturan yang berlaku, terlepas dari alasan rombongan gowes, aksi bersepeda di tengah jalan itu sudah salah. Ini kalau dari sisi aturan, ya. Bukan dari saya.

Mungkin, bisa jadi, rombongan gowes itu ya kayak saya ini, nggak tahu sama isi aturan berkendara. Pokoknya pakai celana ketat, pakai sepatu yang sama, perginya rombongan, naik sepeda mahal, bisa “ngepot-ngepot” ke tengah jalan sesuka hati. Kalau ada yang nggak suka, bisa dilawan bersama-sama. Jiwa korsa banget.

Perlawanan rombongan gowes, yang disebut pleton itu, tersebar di berbagai media dan dilakukan dengan banyak cara. Selain ramai-ramai memojokkan pengendara Honda Beat, ada juga yang melakukan doxing, atau tindakan menyebarluaskan informasi pribadi ke ranah publik. Tahukah kamu, doxing itu nggak asik banget dan nggak menyelesaikan masalah. Justru malah membuka masalah baru.

Sekali lagi, akun Pemilik Mekdi mengungkapkan satu hal yang masuk akal banget. Masalah ini kan terjadi di jalanan, di mana kedua pihak bisa saling bertemu untuk meluruskan masalah. Bisa ajak polisi sebagai penengah. Bukan malah menyebar data pribadi dari pengendara Honda Beat.

Aksi doxing itu malah membuat rombongan gowes semakin salah di depan publik. Sementara itu, pengendara Honda Beat semakin mendapat dukungan. Hasilnya, semakin banyak orang yang nggan ingin masalah ini selesai “secara kekeluargaan”. Semakin banyak orang yang pengin rombongan gowes itu dirujak secara online dan kalau perlu diperkarakan secara hukum karena menyebarkan data pribadi. Eh, bisa nggak, sih diperkarakan?

Semakin ke sini, bola panas yang menggelinding semakin jauh dari penemuan sebuah solusi. Nggak ada kesadaran untuk duduk bersama. Yang bahaya adalah, jika rombongan gowes ini nggak mau mengakui kesalahan dan mencoba jalan damai, ke depan, rombongan gowes lain bisa jadi sasaran karena dianggap “rombongan gowes itu sama saja”. Rusuh semua, bisa melanggar aturan berkendara seenak jidatnya sendiri.

Kita sama-sama tahu, kekuatan rombongan itu bisa mengubah seseorang yang sebetulnya tahu akan aturan, jadi berubah. Nggak cuma rombongan sepeda. Kamu pasti tahu, nggak peduli “alat” yang dipakai, mau Yamaha Nmax, RX King, Honda Tiger, Honda Beat, sepeda, sampai jalan kaki, kalau berada dalam rombongan, ada aja yang tingkahnya aneh.

Coba kalau berkendara atau berjalan sendirian. Mana berani melanggar aturan. Jalan kaki sendiri, pasti patuh di trotoar. Coba kalau jalan kaki rombongan 20 orang, ada aja yang luber ke tepi jalan. Kecuali tentara kalau lagi latihan baris pagi-pagi banget. Tetap tertib jalan dua-dua, sih. Apa ya kita semua kudu wajib militer dulu?

Sama saja, kan, dengan pesepeda. Kalau cuma 2, kemungkinan bisa teratur jalan satu baris atau maksimal jejeran dua. Coba ber-20, pasti ada aja yang berusaha nyalip lalu bikin pengendara lain kaget dan kudu banting stir. Kalau srempetan, sudah pasti terjadi adu mulut sampai adu jotos.

Kekuatan rombongan itu nggak selalu positif. Entah kenapa, kalau di jalan raya, orang-orang malah jadi sukanya caper. Bukannya mementingkan keselamatan berkendara, tapi gimana caranya bisa menarik perhatian pengendara lain. ini mau fashion show atau olahraga?

Sekarang saya malah merasa para pendukung rombongan gowes yang latah dengan melakukan doxing itu sebetulnya insecure aja. Terutama insecure sama pengendara Honda Beat yang mengacungkan jari tengah kepada mereka.

Kok ya ndilalah, kebetulan, dia yang berani melawan di tengah aspal adalah pengendara Honda Beat. Motor yang lekat dengan simbol kemiskinan dan cicilan yang belum juga terbayarkan. Honda Beat juga lekat dengan mereka yang terbuang dari babagan asmara karena kalah saing dengan pengendara Yamaha Nmax dan Ninja RR.

Kebetulan, semuanya malah terlihat seperti pertarungan analogi: mereka yang kaya dan punya koneksi di berbagai ranah diwakilkan oleh rombongan gowes, sementara perlawanan kaum miskin diwakilkan oleh pengendara Honda Beat. Jangan salah, bisa jadi, harga satu sepeda kece itu lebih mahal ketimbang Honda Beat brand new, lho.

Ah, sampai di sini saja jadi sadar. Selamanya, mereka yang miskin akan terus melawan. Meskipun akhirnya kalah oleh mereka yang kaya. Namun, setidaknya, yang miskin pernah melawan sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya… dengan acungan jari tengah kepada kaum menengah atas yang ngehek dan sok jagoan itu.

BACA JUGA Honda Beat Boleh Dianggap Lambang Kemiskinan, tapi eSP di Honda Beat Tetap Berguna dan Ada Artinya dan tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.

Terakhir diperbarui pada 29 Mei 2021 oleh

Tags: aturan berkendarabeatgowesHonda Beatjari tengahkonvoi sepedaplat aa
Iklan
Yamadipati Seno

Yamadipati Seno

Redaktur Mojok. Koki di @arsenalskitchen.

Artikel Terkait

Honda Beat, Motor Matik yang Menjadi Favorit Maling MOJOK.CO
Otomojok

Honda Beat, Motor Matik yang Menjadi Favorit Maling karena Mudah “Dipetik”

13 Januari 2025
Saya Pria, dan Saya Pernah Lupa Ganti Oli Motor hingga Motor Saya Rusak dan Turun Mesin
Liputan

Saya Pria, dan Saya Pernah Lupa Ganti Oli Motor hingga Motor Saya Rusak dan Turun Mesin

19 Juni 2024
Dusun Girimulyo Kulon Progo- Surga di Bukit Menoreh MOJOK.CO
Esai

Dusun Gunung Kelir Kulon Progo, Rumah Kedua Saya yang Sudah Mengamalkan Pancasila Bahkan Sebelum Pancasila Lahir

17 Juni 2024
Keliling Indonesia Naik Honda Beat tapi Sayang Berakhir di Jogja MOJOK.CO
Esai

Pengalaman Keliling Indonesia Naik Honda Beat: Catatan Kebodohan yang Berakhir di Jogja

4 April 2024
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
tilang sepeda

Sepeda Bertarung dengan Perubahan Stigma dan Hobi yang Bikin Kesal Banyak Orang

Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kalau Nanti Punya Uang, Saya Akan Beli Toyota Corolla 76 untuk Bapak MOJOK.CO

Kalau Nanti Punya Uang, Saya Akan Beli Toyota Corolla 76 untuk Bapak

20 Mei 2025
Hidup Cemas di Manggarai Jakarta Selatan karena Tawuran MOJOK.CO

Merantau di Manggarai Jakarta Selatan Artinya Hidup Sambil Memelihara Ketakutan, Hidup Susah, dan Terancam Tawuran yang Bisa Terjadi Kapan Saja

18 Mei 2025
resign kerja di jakarta, bikin usaha di jogja.MOJOK.CO

Nekat Resign Kerja di Jakarta demi Rintis Usaha di Jogja, “Bisnis Rasa Nongkrong” Malah Hasilkan Omzet Besar dan Buka Tiga Cabang 

22 Mei 2025
Kos dekat UII, Jogja dengan harga murah. MOJOK.CO

Kenikmatan Ngekos Dekat Kampus UII, Cocok untuk Slow Living di Jogja dan Lebih Hemat Biaya

21 Mei 2025
Ngaku-ngaku kuliah Teknik Elektro ITS Surabaya biar keren padahal kuliah di kampus nggak terkenal MOJOK.CO

Ngaku-ngaku Kuliah Teknik Elektro ITS biar Keren, Berujung Malu Dikira Tetangga Bisa Elektronik padahal Takut Listrik

22 Mei 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.