MOJOK.CO – Bikin konten medsos untuk perusahaan atau komunitas sudah pasti harus hati-hati. Kamu pikir admin medsos nggak perlu kemampuan public speaking?
Menjadi admin media sosial itu nggak sesepele update Instastory keseharianmu yang nggak penting-penting amat itu. Ada selipan ilmu-ilmu public speaking yang harus mereka punya biar konten media sosial yang mereka pegang itu dapat performa bagus. Nggak hanya soal angka likes dan share, sentimen publik juga harus benar-benar dijaga.
Belum lama ini dua orang barista dari sebuah coffee shop jadi buah bibir netizen lantaran bikin konten yang menyinggung banyak orang. Masalahnya mungkin terdengar sepele, tapi hal ini cukup bikin kesal dan ilfeel. Dua barista tersebut bikin konten TikTok yang menunjukkan muka kesal mereka saat ada pelanggan yang mau pesan espresso, tapi nyebutnya expresso. Yaelah, timbang cuma nyebut expresso doang aja kesel. Gitu-gitu juga pelanggan tetap bayar kopinya dan ngerasain sendiri tamparan pahit espresso yang mereka pesan. Lidah-lidah lokal memang sulit dikontrol, ya mohon maaf lah.
Sama halnya dengan mengatakan croissant dengan sebutan kro-i-san, bukan krhowazonk kayak lidah-lidah orang Prancis. Atau saat mengatakan mojito dengan sebutan mojito bukan mohito. Sebenarnya sah-sah aja, asal yang diajak ngomong bisa paham apa yang kita maksud, ya TST lah alias tahu sama tahu.
Apa yang dibuat oleh barista dari coffee shop tersebut meresahkan karena konten mereka cenderung terasa menghakimi pelanggan. Hal ini jadi fatal karena media sosial juga sebuah ujung tombak dari suatu perusahaan atau komunitas, dalam hal ini coffee shop. Apa yang dikatakan admin media sosial atau pembuat konten ada representasi tentang apa yang berusaha dikatakan perusahaan. Khalayak nggak mau tahu apakah admin media sosialnya masih di bawah umur, masih magang, masih labil, atau baru saja patah hati dn mengalami fase hidup berat. Yang diketahui publik ya memang konten-kontennya. Inilah kenapa public speaking jadi begitu penting, sebuah soft skill wajib tim admin media sosial.
Beberapa perusahaan, rela menggaji khusus seorang admin media sosial. Bahkan, divisi media sosial sendiri dibangun dengan jenjang yang kompleks. Ada business strategist yang ngurusin berbagai strategi bisnis buat menaikkan nama perusahaan di mata mata publik, membuat kampanye media sosial, dan menyusunnya agar menjadi peluang model bisnis yang kreatif buat perusahaan. Ada juga social media manager yang mengatur eksekusi dari business strategist dan mengawasi berbagai konten yang harus diunggah. Lalu, ada social media officer yang menjalankan rutinitas mengunggah konten. Belum lagi, ada perusahaan yang merekrut khusus copywriter yang punya ilmu dan pengalaman dalam bidang media sosial. Ia bakalan menjadi orang yang paling berhati-hati dalam menulis caption, memperkirakan respons publik seandainya konten tersebut viral, dan melakukan gate keeping. Di setiap lini dalam divisi ini, public speaking jadi terasan begitu penting.
Ya namanya juga representasi perusahaan, media sosial nggak bisa disusun asal-asalan. Walau kontennya dimaksudkan untuk komedi dan senang-senang, iklim media sosial yang semakin kompleks bisa saja menangkap konten secara berbeda.
Sebagai “wajah” perusahaan, orang-orang yang bekerja di balik media sosial memang sudah selayaknya tahu dasar public speaking. Walau public speaking lebih identik dengan ilmu berbicara di depan publik, sebenarnya prinsip dasarnya juga bisa dipakai untuk bikin konten media sosial. Netizen juga sama dengan publik, mereka juga khalayak. Dan, membuat konten atau unggahan di media sosial adalah sarana berbicara bagi suatu perusahaan, komunitas, atau lembaga resmi sekalipun.
Jangankan blunder dan menimbulkan sentimen yang menyinggung, lha wong saltik satu huruf aja langsung ditegur sama netizen penegak keadilan kok.
“Min, maksudnya mau nulis “nenenin” apa “nemenin” sih. Bahaya banget nih admin medsosnya!”
Makanya, jangan kira jadi admin media sosial itu enak. Ah, paling cuma ngonten, ah paling cuma menjadwalkan unggahan, ah paling cuma bikin caption. Semuanya butuh effort dan pengalaman juga penting banget. Nggak semua orang yang berhasil di medsos dan punya followers banyak di akun pribadinya mampu menjalankan amanah suci ini. Nggak semua admin media sosial yang kerjaannya scrolling timeline dan FOMO juga bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Sekali lai, nggak cukup, hey! Public speaking dan kepekaan juga perlu. Kalau nggak tahu public speaking yang bener, ya blunder. Mana yang kena perusahaan lagi, tuh, baek-baek.
BACA JUGA 5 Admin Media Sosial Instansi yang Layak Naik Gaji atau artikel AJENG RIZKA lainnya.