Kalau 7-10 tahun yang lalu ngomongin tempat makan rakyat jelata di Jogja, pastilah orang akan menyebut warmindo dan angkringan. Tapi kalau sekarang, misal saya ditanya, saya kira kok rasa-rasanya harus mencoret warmindo dari daftar tersebut. Angkringan pun akan saya cabut dari daftar.
Bukan apa-apa, kalau ngomongin harga, dua tempat tersebut sudah tak semurah dulu. Apalagi kalau kita ngomongin price to value, wah, makin tidak pas.
Sejak tren hidup sehat dan IF makin masif di masa kini, kebutuhan protein jadi satu hal yang diperhatikan betul. Maka dari itu, misal saya ditanya tempat makan apa yang pas untuk rakyat jelata yang cari kenyang, saya akan menyarankan carilah penyetan yang nasinya bisa ambil sendiri. Karbo bisa sampe tumpah-tumpah, kebutuhan protein juga bisa lebih banyak didapat ketimbang di warmindo.
Misal, harga 10 ribu di warmindo, paling kalian dapat nasi telur. Mepet-mepet 10 ribu lah, saya rasa sulit juga menemukan warmindo yang masih mematok nastel di harga 6-8 ribu seperti beberapa tahun lalu. Tapi di penyetan, kalian bisa dapat telur/kepala ayam plus tempe. Jelas, secara kandungan protein, lebih menang penyetan.
Tapi tak hanya perkara protein sebenarnya. Makan di warmindo juga menurut saya punya masalah, karena beberapa hal yang akan sebutkan di sini.
Gacha perkara sambel
Saya orang yang jarang diare. Mungkin selama 10-12 tahun terakhir, saya hanya diare sekitar 5 kali. Tapi mayoritas saya diare gara-gara makan sambel di warmindo yang ternyata basi.
Nggak hanya sekali-dua kali saya makan di warmindo dan menemukan sambelnya berbau nggak enak. Yang bisa saya lakukan cuman menyingkirkan bagian yang sudah terkena sambel biar nggak zonk lagi. Tapi beberapa kali, saya abai perkara QC dan langsung nyampurin ke makanan. Bisa ditebak selanjutnya saya harus kehilangan cairan tubuh sebanyak itu.
Akhirnya, saya nggak pernah mau makan sambel di warmindo, kecuali sudah kenal betul dengan penjualnya. Saya kadang tanpa punya rasa malu tanya kapan sambel ini dibuat. Ya mending diusir atau dimaki ketimbang saya diare. Toh, belum tentu mereka tanggung jawab kan?
Baca halaman selanjutnya
Rebus mi kurang mateng, dan lauk kurang segar












