Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Podium

Ketika Menolak Bayi Perempuanku Dikhitan: Mereka Bilang Aku Ibu Egois

Ifah Magfirah oleh Ifah Magfirah
3 Maret 2023
A A
khitan perempuan

Ilustrasi tradisi khitan perempuan yang masih dipraktikkan di sejumlah daerah di Indonesia (Mojok.co).

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Di sejumlah daerah dengan mayoritas muslim seperti Aceh, Madura, Makassar, Gorontalo, dan Ternate, tradisi khitan perempuan masih dipraktikkan. Ifah, perempuan asal Gorontalo, menceritakan betapa tradisi ini menyakitkan bagi perempuan.

Khitan perempuan –dalam istilah Gorontalo disebut mongubingo– adalah ingatan yang paling asing bagi saya. Di usia kurang dari 3 tahun, bayi perempuan mana yang bisa merekam peristiwa atas pengalaman dirinya, apalagi tentang tubuhnya. Mungkin titik berangkat ingatan tentang khitan perempuan justru saya sadari di usia 17 tahun.

Tradisi tersebut adalah mopolihu lo limu, yang berarti mandi air lemon/jeruk. Setiap anak gadis Gorontalo yang mendapat menstruasi pertama wajib mengikuti mopolihu lo limu. Ritual ini juga dilakukan serangkaian dengan khitan perempuan. Maka, ketika acara mandi air jeruk berlangsung, rasa penasaran tentang mengapa perempuan Gorontalo harus mengikuti tradisi ini, memantik ingatan saya. Bila alasannya adalah untuk melanggengkan adat dan tradisi Gorontalo, mengapa praktik yang kemudian terbukti mengandung represi dan standarisasi atas tubuh dan moralitas perempuan, penting untuk dilanggengkan?

Bagi masyarakat Gorontalo praktik ini menekankan pada proses legitimasi identitas keislaman anak perempuan. MUI melalui Fatwa No 9A tahun 2008 menyatakan bahwa khitan perempuan adalah bagian dari syariat Islam, sehingga membuat keberadaan praktik ini terus dilaksanakan. Salah satunya di Gorontalo, sebagai provinsi dengan mayoritas muslim yang memegang falsafah hidup “adat bersendikan sara, sara bersendikan Al-Quran”.

Pembicaraan seputar khitan perempuan menunjukan dinamika wacana yang beragam, diiringi dengan respons dan perdebatan panjang. Khitan perempuan menjadi isu kontroversial setelah World Health Organization (WHO) secara tegas menyatakan bahwa tradisi ini merupakan tindakan mutilasi yang dilarang atau yang disebut female genital mutilation (FGM) yang melanggar hak asasi manusia.

KUPI Melarang Khitan Perempuan

Kemudian, pada wacana agama –yang juga menjadi ruang krusial– pembahasan mengenai khitan perempuan terus mengalami beragam respons, pengetahuan alternatif, hingga pernyataan sikap yang tegas dari sejumlah organisasi Islam. KUPI (Kongres Ulama Perempuan Indonesia) misalnya, sebagai salah satu ruang yang membahas khitan perempuan melalui kongres ke dua tahun 2022 kemarin.

Musyawarah selama 3-4 hari tersebut menempatkan isu khitan perempuan atau praktik pemotongan dan pelukaan genitalia perempuan (P2GP) sebagai pembahasan utama. Banyak cerita dan testimoni dari peserta kongres terkait bentuk pelaksanaan praktik ini di daerah mereka masing-masing.

Kongres tersebut membuahkan sejumlah keputusan. Salah satunya adalah sikap tegas KUPI terkait pelarangan khitan perempuan (P2GP) dengan menyampaikan bahwa haram hukumnya melaksanakan dan melanggengkan praktik ini atas nama agama Islam. Bu Nyai Nur Rofiah menyampaikan bahwa tidak pernah ada sebuah riwayat yang menceritakan bahwa Nabi Muhammad mengkhitan anak-anak perempuannya. Beliau juga menambahkan penjelasan tentang bagaimana praktik ini telah membawa mudharat bagi banyak perempuan.

Berseliweran di media mainstream hasil penelitian yang menampakkan betapa banyaknya kisah tentang dampak yang dialami perempuan. Baik itu perempuan sebagai ibu yang direpresi, atau perempuan dewasa yang akhirnya merasakan sesuatu yang negatif di tubuhnya akibat dari khitan yang ia lakukan sewaktu kecil.

Kisah Layla dan Ati

Misalnya, kisah dari Layla, seorang perempuan korban khitan perempuan di Mesir. Bersama BBC News, Layla bercerita tentang situasi ketika ia dikhitan secara paksa. “Waktu itu saya berusia 11 tahun. Saya dipegang dan dikhitan secara paksa oleh para orang tua. Di usia itu, alih-alih memberi saya penghargaan atas nilai bagus saya, keluarga justru memberi saya seorang bidan, berpakaian serba hitam, mengunci saya di kamar dan mengelilingi saya,” kenang Layla.

Ketika ia menjadi seorang ibu dan melahirkan anak perempuan pertamanya, ia berniat untuk tidak mengkhitan anaknya tersebut. Namun, tekanan dari keluarga suaminya yang membuatnya kalah dan terpaksa mengalah.

Trauma dan rasa marah Layla hadir kembali, mendorongnya untuk bergabung dalam komunitas perlawanan kekerasan perempuan. Ia bersedia bercerita kepada banyak pihak atas pengalaman dirinya sebagai representasi suara perempuan korban khitan.

Serupa tapi tak sama, kisah yang dialami oleh kawan saya di Gorontalo. Ati, seorang ibu dari 2 anak perempuan berusia kurang-lebih 5 dan 3 tahun. Sebelum menikah, ia aktif bergabung dalam organisasi non-pemerintah yang bergerak dalam isu perempuan dan anak.

Ati yang lahir dan besar di Gorontalo, membuatnya harus dikhitan sewaktu kecil. Pun ketika menjadi seorang ibu, dia berterus-terang tentang ketidakmampuannya melawan perintah keluarga untuk mengkhitan anak perempuannya. “Mereka bilang aku ibu yang egois, jika tidak mengkhitan anak-anakku. Namun berulang kali aku bilang ke dukun anak itu agar jangan melukai klitoris anakku,” kata Ati pada saya.

Iklan

Jika kita tarik lebih luas lagi, akan banyak sekali cerita tentang dampak negatif khitan terhadap perempuan. Ada kejadian tentang infeksi luka, diskriminasi sosial, dan perasaan tidak memiliki atau memahami tubuh sendiri. Keseluruhannya jelas sekali membuktikan betapa berbahayanya praktik ini, sedangkan Alquran sendiri melarang perbuatan yang membahayakan orang lain dan menimbulkan kemudharatan.

Pendisiplinan dan Politik Tubuh

Poin tentang pengalaman perempuan dikhitan ini beririsan dengan isu terkait politik tubuh perempuan. Pada kenyataannya, meskipun setiap orang memiliki kuasa penuh atas tubuhnya, namun selalu ada kuasa di luar tubuhnya yang menuntut orang tersebut agar bisa sesuai dengan aturan yang berlaku.

Foucault dalam Sejarah Seksualitas: Seks dan Kekuasaan menyampaikan, kuasa ini berkaitan erat dengan pengetahuan, dan melalui wacana atau diskursus, kekuasaan pengetahuan bisa direalisasikan (2002:44). Tujuan dari pendisiplinan tubuh tidak lepas dari membentuk atau menciptakan tubuh – serta tentu saja seseorang sebagai pemilik tubuh – agar tunduk, patuh, dapat dimanfaatkan, dan dikontrol. Pada khitan perempuan, aspek kekuasaan yang dimaksud dapat ditemukan melalui represi kuasa wacana agama yang dilegitimasi pada wilayah paling dekat – yakni keluarga – dengan diri perempuan yang dikhitan.

Namun pada level institusional, negara juga menjadi salah satu pemilik kontrol atas tubuh masyarakat terutama perempuan. Di Indonesia misalnya, peraturan tentang cara berpakaian perempuan atau kampanye program keluarga berencana, merupakan bentuk dari kontrol negara atas otoritas tubuh masyarakatnya.

Melalui peraturan dan kebijakan pada ruang keluarga, pendidikan, agama, kesehatan, ekonomi, dan politik, tubuh dan perilaku warga diintervensi pada tingkat yang tidak dapat ditoleransi dalam kehidupan sosialnya.

Di Gorontalo, khitan perempuan menjadi aspek kontrol atas perilaku seksual dan tubuh perempuan. Melalui proses mopolihu lo limu (mandi air jeruk), juga terdapat simbol yang menunjukkan tujuan tersebut. Di antaranya, kukuran kelapa sebagai tempat ibu duduk sambil memangku anak perempuan adalah simbol domestikasi. Agar perempuan tidak melupakan tanggungjawab mengurusi hal domestik untuk keluarga. Pelepah pinang sebagai simbol kepatuhan, telur ayam kampung simbol kehormatan, dan tujuh bambu kuning yang berisi air sebagai makna atas kemuliaan, kesucian perempuan agar terhindar dari dosa mulut, telinga, mata, hidung, kaki, tangan, dan alat kemaluan (Lamusu, Sance. 2016).

Respons negara

Hingga saat ini belum pernah ada sikap tegas negara atas pembahasan praktik ini di masyarakat. Hanya keputusan MUI melalui fatwa No 9A tahun 2008 yang bisa saya anggap sebagai respons negara atas perlawanan masyarakat atas praktik ini. Namun, alih-alih mempersoalkan praktiknya yang bermasalah, respons tersebut malah turut melegitimasi dan melanggengkan praktik yang berakibat pada ketidakadilan gender ini.

Padahal, tubuh adalah wilayah privat, yang tentu saja hanya pemilik yang berhak mengatur serta menjaga tubuhnya. Masih banyak perempuan yang tidak mengetahui tentang otoritas tubuh dan isu praktik khitan perempuan, dan negara justru membiarkan praktik ini dianggap sebagai ‘kearifan lokal’. Apakah negara memiliki kewenangan yang terbatas dalam mengintervensi tradisi yang melanggengkan ketidakadilan gender bagi warga negaranya? Atau mungkin memang negara – yang katanya sebagai pemegang kekuasan – sebenarnya tidak tahu dan tidak paham bagaimana cara menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya?

Penulis: Ifah Magfirah
Editor: Amanatia Junda

BACA JUGA 8 Rekomendasi Kongres Ulama Perempuan II: Sorot Isu Kekerasan Terhadap Perempuan, Lingkungan, Hingga Kemanusiaan

Disclaimer: Nama-nama yang penulis sebutkan di tulisan ini bukanlah nama sebenarnya. Seluruhnya adalah nama samaran yang berdasar pada konsensus.

 

Terakhir diperbarui pada 5 Maret 2023 oleh

Tags: khitan perempuanKUPI 2022MUIPemilu 2024politik tubuhtradisi gorontalo
Ifah Magfirah

Ifah Magfirah

Ifah Magfirah lahir di Gorontalo. Kerap terlibat aktif dalam komunitas dan organisasi yang bergerak pada isu literasi, seni, dan feminisme. Beberapa tulisannya dapat ditemukan melalui blog dan Instagram pribadi (mgfiraaaah_). Saat ini Ifah sedang menyelesaikan studi di Pascasarjana Kajian Budaya, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Artikel Terkait

Sound horeg di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. MOJOK.CO
Ragam

Sound Horeg bikin Kaca Jendela Rumah Pecah, Langsung Labrak Tetangga dengan Cara Elegan

23 Juli 2025
Rasanya Satu Kelompok KKN dengan Anak Caleg, KKN Undip.MOJOK.CO
Kampus

Rasanya Satu Kelompok KKN dengan Anak Caleg, Semua Urusan Jadi Mudah Meski Suasana Bikin Tak Betah

14 Juli 2024
Komeng: Olok-Olok Rakyat Biasa untuk Menertawakan Politik MOJOK.CO
Esai

Komeng Adalah Bentuk Olok-Olok Paling Menohok yang Mewakili Lapisan Masyarakat Biasa untuk Menertawakan Politik

19 Februari 2024
bayi prabowo gibran di sumatera selatan.MOJOK.CO
Ragam

Kisah Bidan yang Membantu Persalinan Bayi Bernama Prabowo Gibran di Sumatera Selatan

16 Februari 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Lagu Sendu yang Mengiringi Banjir Bandang Sumatera Barat MOJOK.CO

Lagu Sendu dari Tanah Minang: Hancurnya Jalan Lembah Anai dan Jembatan Kembar Menjadi Kehilangan Besar bagi Masyarakat Sumatera Barat

6 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.