Masuk jalanan biasa: Mulai merasakan nasib hatchback di jalanan semi-offroad
Begitu keluar dari tol dan masuk ke jalanan perkampungan, optimisme kami mulai diuji. Jalanan aspal yang tadinya mulus perlahan berubah menjadi tambal sulam, dan suspensi mobil Honda Jazz GE8 yang sudah ceper ini mulai terasa seperti trampolin berjalan. Mobil ini memang asyik buat menikung di tikungan, tapi buat menghadapi jalan yang penuh jebakan betmen seperti ini? Aduh!
“Gini doang mah masih santai!” Kata saya, masih sok kuat.
Dika dan Reno mengangguk, tapi saya tahu mereka mulai merasakan sesuatu yang tidak beres. Goncangan semakin terasa, dan kami mulai menyadari bahwa Jazz ini bukanlah SUV yang didesain buat bertahan di jalanan kayak begini. Tapi ya sudah, perjalanan tetap harus lanjut.
Hingga akhirnya, kami bertemu dengan jalan berbatu.
Jalanan berbatu: Saat mobil Honda Jazz menyesali takdirnya
Kalau ada yang bilang jalan ke Ujung Kulon itu “cukup baik”, mungkin standar mereka adalah jalanan Planet Mars. Karena begitu ban depan mobil Honda Jazz ini menyentuh jalan berbatu, saya langsung tahu bahwa kami sudah masuk ke dalam skenario yang bakal menguji batas kemampuan manusia dan mesin.
“Bro, ini aman nggak?” Tanya Reno dengan wajah serius tapi nadanya tetap guyon.
“Aman, asal nggak ngebut,” jawab saya, ikut bercanda. Padahal dalam hati? Panik.
Honda Jazz GE8 memang mobil yang fun to drive, tapi nggak fun kalau kamu memaksanya untuk off-road. Getaran demi getaran mulai terasa dari kaki-kaki. Setiap roda menghantam batu besar, kami semua refleks meringis. Rasanya seperti nonton adegan film horor, tapi korbannya adalah suspensi mobil sendiri.
Dika yang duduk di belakang mulai kehilangan harapan. “Bangke, kalau kayak gini sih mending naik motor trail aja!”
Saya tidak bisa menyangkal. Perjalanan yang tadinya seru mulai terasa seperti ekspedisi bertahan hidup. Setiap batu yang terinjak roda, rasanya seperti tinju kecil yang mendarat di tulang ekor. Suara “duk-duk-duk” dari kolong mobil bikin kami bertiga saling lirik-lirikan dengan ekspresi, “Aduh ini bakal mahal di bengkel.”
Kami lanjut. Pelan-pelan. Dengan kecepatan siput yang bahkan lebih lambat dari sepeda ontel.
Sampai di Ujung Kulon: Honda Jazz berhasil bertahan, Tapi penuh Luka
Setelah “menyiksa” mobil Honda Jazz ini selama 2 jam, akhirnya kami sampai di tujuan. Jazz GE8 ini memang sakti, tapi juga butuh istirahat. Kami parkir di sebuah warung, turun dari mobil, dan secara refleks langsung memeriksa bagian bawahnya.
Ada suara aneh? Ada. Goresan di bumper bawah? Pasti ada. Perasaan menyesal? Sedikit. Janji nggak bakal ngulangin ini lagi? Bohong.
Tapi kami tetap bangga. Kami berhasil! Honda Jazz GE8 ini telah menaklukkan perjalanan yang bahkan mobil SUV sekalipun harus berpikir 2 kali.
Kami pun menikmati pemandangan dan udara segar di Ujung Kulon. Saat itu, semua penderitaan rasanya terbayarkan. Setidaknya, sampai kami ingat bahwa kami harus pulang.
Pulang: Saat semua kelelahan, termasuk mobilnya
Saat perjalanan pulang, baru terasa bahwa mobil ini sudah kelelahan. Getaran yang tadinya halus kini mulai lebih terasa. Ban sepertinya sudah kena mental, dan suara decit dari suspensi mulai terdengar setiap kali melewati jalan jelek.
“Besok servis nggak, nih?” Tanya Dika.
“Harus. Jazz ini butuh kasih sayang setelah semua yang dia lalui,” saya menghela napas.
Setelah perjalanan panjang ini, saya sadar bahwa mobil Honda Jazz GE8 bukanlah mobil yang cocok buat diajak bertualang ke medan ekstrem. Dia bisa, tapi ya… sebaiknya jangan sering-sering.
Apakah saya akan mengulang perjalanan ini? Mungkin. Apakah saya akan pakai Jazz lagi? Tidak. Saya kapok.
Penulis: Alan Kurniawan
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Mobil Honda Jazz: Simbol Awal Kesuksesan Manusia dan Sudah Saatnya Honda Membangkitkan Sang Legenda dan catatan menarik lainnya di rubrik OTOMOJOK.












