Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Alasan Kenapa Kita Harus Berhenti Mikirin Pendapat Orang Lain

Nia Lavinia oleh Nia Lavinia
11 Januari 2019
A A
pendapat orang
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Manusia ternyata lebih takut pendapat buruk orang lain terhadap diri mereka dibandingkan takut akan kematian wqwq. Kenapa sih kita sepeduli itu dengan pendapat orang lain terhadap kita?

Sebagai seorang introvert garis keras, salah satu aktivitas yang membuat saya tidak nyaman adalah ketika saya harus bertemu dengan orang baru. Mohon maaf nich yach, bukan bermaksud jadi orang sombong, tapi saya paling gelagapan kalau disuruh kenalan apalagi di depan banyak orang.

Setiap saya kenalan dengan orang-orang baru, belum mulai bicara saja saya sudah merasa jadi pusat perhatian. Saya merasa orang-orang menatap saya dengan pandangan jahat, menilai apa yang saya pakai dari ujung kaki sampai dari ujung kepala. Lalu, seperti dalam adegan sinetron berkata dalam hati mereka, “Siapakah gerangan anak ini?”, “Kenapa dia terlihat sangat aneh?”, “Kenapa badannya kotak seperti itu?”, “Kenapa dia berwarna kuning dan bau” Eh, jebul ternyata yang diomongin itu SpongeBob wqwq.

Tapi seriusan deh. Kenalan itu itu menyeramkan, bukan cuman kenalan sih, sebenarnya aktivitas yang melibatkan manusia lain itu menyeramkan wqwq.

Ketika bertemu orang lain, seketika saya jadi khawatir dengan cara saya berpakaian, berbicara, sampai cara saya duduk! Saya merasa orang-orang sedang menonton dan mengamati segala gerak-gerik saya. Dalam level yang ekstrem saya sering kali berpikir untuk tidak usah datang ketika ada acara-acara yang melibatkan banyak orang seperti itu.

Ketika saya mendiskusikan hal ini dengan kawan dekat saya yang seorang extrovert, ternyata dia juga mengalami hal yang sama. Loh loh, seorang expert dalam bersosialisasi juga ternyata bisa merasa sangat self conscious dihadapan orang lain!1!

Setelah saya cari tahu, ternyata memang semua orang merasakan hal yang sama karena kita (hah, kita??) sebagai manusia ternyata memang sangat peduli dengan apa yang dipikirkan orang lain terhadap kita. Sampai-sampai  ada sebuah anekdot yang bilang bahwa manusia itu lebih takut penilaian buruk terhadap dirinya dibandingkan dengan takut akan kematian. ngeriiiiii~

Kalau ditelusuri, alasan kenapa kita sangat peduli dengan pendapat orang lain ini adalah bagian dari insting nenek moyang kita untuk bertahan hidup. Kira-kira begini penjelasannya~

Di zaman dahulu kala~ Hiduplah nenek moyang kita yang berusaha keras untuk menjadi bagian dari suatu kawanan manusia purba. Di zaman itu, si nenek perlu hidup bersama orang lain untuk kepentingannya mendapatkan jaminan kesehatan keamanan dan pasokan makanan. Sebisa mungkin dia membuat semua orang di kawanan senang dengan cara memuji kepala suku mojok dan menjalankan perintah orang-orang yang dianggap berpengaruh di kawanan itu.

Kenapa nenek moyang kita harus berusaha keras untuk memuaskan orang lain? YHAAA, biar nggak diusir dari kawanan lah. Ini insting bertahan hidup yang dimaksud bosque.

Yang jadi masalah adalah, mental nenek moyang ini masih nempel di otak kita setelah banyak evolusi-evolusi yang terjadi. Yang dampaknya, manusia modern juga punya kecenderungan untuk peduli dengan pendapat orang lain, dan berusaha keras untuk memuaskan mereka agar terus disukai.

Zaman nenek moyang sih enak, orang dalam kawanan cuman sedikit. Lah, zaman modern kayak sekarang, manusianya buanyak banget je. Kalau kita terus menerus memelihara cara pikir nenek moyang ini, kita pasti akan hidup dengan menderita karena tidak bisa hidup sesuai dengan yang kita inginkan.

Contohnya?

Merasa harus pakai make up biar kelihatan cantik, merasa harus diet biar nggak dikatain gendut, merasa harus masuk universitas bagus biar kelihatan punya masa depan cerah, merasa menyedihkan kalau ke bioskop sendirian, dan level yang lebih parah adalah merasa harus cepat nikah karena cocote tetangga nggak berhenti nanya kapan nikah dan nasehatin hati-hati jadi perempuan kadaluarsa.

Iklan

Pendapat orang lain seringkali menjadi begitu penting sampai-sampai banyak keputusan penting dalam hidup kita sedikit banyak dipengaruhi oleh mereka–apalagi pendapat orang-orang terdekat kita yang nggak pengin kita kecewakan–yang kalau dilakukan kok jadi beban, tapi kalau nggak dilakukan kok kita merasa jahat dan takut jadi manusia yang durhaka.

Pada akhirnya kita menemukan diri kita berusaha begitu keras untuk memuaskan dan menyenangkan orang lain agar kita bisa diterima oleh mereka. Sepaket dengan itu, kita menjadi orang yang takut akan penolakan, anti kritik dan sangat terobsesi dengan pengakuan dari orang lain.

Ini juga yang membuat kita tanpa sadar berusaha menunjukan apa yang sudah kita lakukan dan pamer atas pencapaian yang kita dapatkan. Padahal jauh di (((lubuk hati))) yang terdalam, kita tahu bahwa kita sedang bertindak menyebalkan dan kita membenci diri kita yang seperti itu.

Lantas apa dong yang harus kita lakukan supaya kita bisa jadi diri kita sendiri dan berhenti memikirkan pendapat orang lain?

Pertama, kita harus ingat bahwa tidak ada orang yang benar-benar memikirkan diri kita seperti apa yang kita pikirkan. Orang lain juga sibuk mikirin diri mereka sendiri bosque~

Kedua, harus tahu batas antara berbuat baik dan berbuat bego. Jangan sampai demi membuat orang lain terkesan dan menyukai kita, kita merepotkan diri sendiri.

Dalam kerja kelompok di kuliah misal~ agar terlihat sebagai orang pandai yang bisa diandalkan, kamu rela-rela aja mengambil alih kendali dan mengerjakan tugas kelompok itu sendirian. Itu mah bukan baik, tapi bego wqwq.

Intinya, jangan mau dimanfaatkan orang lain bosque~ harus ingat kalau ada orang yang benar-benar baik dan peduli sama kita, mereka tidak akan membiarkan kita susah-susah sendirian.

Terakhir, kita harus menerima fakta bahwa kita nggak akan bisa menyenangkan semua orang. Kita juga nggak akan bisa terlihat benar di mata semua orang. Kalau pada akhirnya ada yang nggak suka–atau malah benci sama kita, yauda nggak apa-apa~ toh mereka nggak ada di 24 jam penuh hidup kita.

Etapi ada plot twistnya nichh. Jangan sampai semua pendapat orang lain kita abaikan.

LOHH KOK MALAH NGGAK KONSISTEN SICHH??

Kalau pendapat yang bisa bikin kita jadi orang yang lebih baik ya harus disimpan hehe. Yang dibuang jauh-jauh dan nggak usah dipikirin tuch yang ngeruntuhin mental kita kayak pendapat orang yang bilang, “Nggak usah deketin mbaknya, kamu jelek, mas”. Padahal siapa yang tahu kalau mbaknya itu suka sama kamu~ yang pentingkan PETRUS JAKANDORRR, Pepet teros jangan kasih kendooor.

Terakhir diperbarui pada 25 Juni 2020 oleh

Tags: insecurejadi diri sendiripendapat orang di hidup kita
Nia Lavinia

Nia Lavinia

Mahasiswa S2 Kajian Terorisme, Universitas Indonesia.

Artikel Terkait

insecure mojok.co
Kesehatan

Dosen Psikologi UGM Sharing Soal ‘Insecure’ dan Cara Mengatasinya

18 Juli 2022
6 Masalah yang Bakal Kamu Hadapi ketika Pacaran Sama Sahabat Sendiri, Salah Satunya Bikin Insecure MOJOK.CO
Esai

6 Masalah yang Bakal Kamu Hadapi ketika Pacaran Sama Sahabat Sendiri, Salah Satunya Bikin Insecure

2 Januari 2021
insecure mojok.co
Curhat

Hidup Penuh Insecure, Mau Bahagia Kok Kebanyakan Mikir?

8 Juni 2019
Pojokan

Pacaran ya Pacaran Aja, Ngapain Cek HP Pasangan Melulu?

19 Maret 2019
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.