Jelang musim mudik, tak ada orang yang lebih dinantikan mudiknya ketimbang sang imam besar FPI Habib Rizieq. Melebihi antusiasme pada spekulasi kapan datangnya Lebaran tahun ini, yang memang hampir bisa dipastikan jatuh pada 25 Juni, mudiknya Habib Rizieq ditengarai lewat tanggal-tanggal pula.
2 Juni adalah tanggal pertama yang terlontar mengenai kapan Habib pulang. 2-6-17. Itu jika dipisah 2+6 dan 1+7 jadinya 88. Apakah ini berarti beliau sudah siap untuk ditangkap oleh Densus 88? Atau jangan-jangan beliau kembali ke Indonesia hanya untuk promosi salep kulit 88? Krik.
Waktu membuktikan, Habib Rizieq tak jadi pulang di tanggal itu. Kemudian muncul tanggal lain: 12 Juni, bertepatan dengan 17 Ramadan. Tapi, belum lagi tanggal itu tiba, sudah disiarkan kabar, ia batal mudik lagi karena namanya sudah masuk DPO kepolisian.
Baiklah kalau begitu, Bib. Hanya Allah dan Habib sendiri yang tahu kapan Habib pulang. Bisa tanggal 21 Juni, sebagai kejutan untuk ulang tahun Jokowi. Bisa 29 Juni, sekalian surprise party untuk birthday-nya Ahok. Bisa kapan saja, sesuka Habib.
Yang pasti, setelah sejumlah PHP yang menyakiti hati haters dan lovers, jika kelak Habib mudik, ia akan disambut besar-besaran sebagai ungkapan rindu yang amat sangat. Dari pendukungnya. Dari pembencinya. (Keduanya sama-sama merasa kehilangan dengan perginya Habib.)
Berbagai persiapan telah dilakukan dengan baik. Mulai dari karpet hijau yang siap digelar, aksi satu juta massa, hingga harapan dari Habib Rizieq sendiri tentang sambutan khusus untuknya. Apa itu? Beliau berharap disambut sebagaimana ketika Ayatullah Khomeini pulang dari eksilnya di Prancis ke Iran.
Aneh ya. katanya Iran gudangnya Syiah. Katanya Syiah sesat. Tapi, kok pengin disamakan dengan Khomeini?
Eits, ingat, mereka sama-sama imam besar. Jadi ya wajar kalau Habib pengin disamakan dengan Khomeini. Sah-sah saja kan? Ya sahlah. Wong dia punya kebebasan berpendapat.
Nah, untuk menyambut sang Habib, saya merasa para pendukung harus bersikap layaknya masyarakat yang menanti raja. Ya mirip Raja Salman begitu. Indonesia kemarin kan begitu luar biasa menyambut Raja Salman. Maka dari itu, ada empat hal yang sebaiknya dipersiapkan oleh pendukung maupun penolaknya. Mari kita lanjutkan.
1. Siapkan Unta
Sudah baca kan infografik Mojok tentang unta? Unta adalah hewan gurun yang luar biasa. Mampu berjalan cukup jauh tanpa minum dan makan, mampu mengangkat beban yang tiga kali lebih berat daripada berat badannya. Unta salah satu ciptaan Tuhan yang unik nan aduhai.
Maka dari itu, untuk para pendukung dan pembenci Habib, siapkanlah unta untuk menyambut beliau. Bayangkan Habib Rizieq naik unta dari Bandara Halim Perdanakusuma, sebagaimana Raja Salman tentu saja, menuju Bundaran HI, lalu geser ke Masjid Istiqlal. Sorot kamera akan tertuju kepada sang pujaan. Bukankan ia ingin disambut layaknya Imam Besar Khomeini? Bukankah ia ingin disambut seperti Raja Salman? Untuk membedakan dari keduanya, naiklah unta, Bib.
Saya yakin, tidak akan ada yang berani protes. Jika sampai ada, katakan saja, “Maaf, situ siapa? Kok berani menghina ulama?” Kelar urusan.
2. Sajikan Kurma
Nah, daripada kita meminta petani lokal menyiapkan buah atau meminta pedagang menyiapkan gorengan, lebih baik kita sediakan kurma. Kenapa begitu? Ingat beliau sudah lama tinggal di Arab Saudi, jadi lidahnya mau nggak mau pasti sudah terbiasa dengan kurma. Kalau kepepet nggak ada kurma, bolehlah pakai cerme.
Ingat, ini bulan Ramadan. Sajian kurma lebih dianjurkan. Memakannya berarti melaksanakan sunah Rasulullah. Subhanallah. Menyambut Habib saja dapat pahala, apalagi memberinya makanan.
Oh iya, sekadar saran, jangan sampai kalian memberi gorengan. Saya ingatkan, Arab Saudi kelebihan minyak. Jadi sudah bosan makan gorengan. Lagi pula gorengan kan nggak baik. Bikin kolestrol jahat dan mukamu berminyak. Ngeri ya? Apalagi ditambah klausul bahwa gorengan bukan makanan Arab. Jelas bidah.
3. Berpakaian Putih
Putih itu bersih. Putih itu suci. Itulah mengapa bendera Indonesia memiliki warna putih. Nah, untuk menyambut kedatangan sang Imam Besar yang bersih dan suci, pakailah busana putih. Jangan hitam, hijau, apalagi kombinasi merah dan kuning. Nanti dianggap komunis.
Kalau perlu pakai jubah panjang, jangan kemeja. Dikira salah kubu nanti. Dan jubahnya di atas mata kaki. Bukan di bawah ya. Kalian mau jalan kan, bukan menyelam. Kalau jalan keserimpet, nggak lucu. Mau dihujat netizen? Bisa depresi lo.
Jadi sudah jelas ya, pakaian putih. Supaya apa? Kalau kalian sudah nggak kuat jalan, tinggal lepas, lemparkan ke kamera. Tanda menyerah. Mudah dan praktis.
4. Berucap Sopan
Tentunya kita berharap baik Habib Rizieq, pendukung, maupun penolaknya berucap sopan dan beretika santun. Emang nggak lelah dengan ujaran kebencian? Menghasut kawan maupun lawan? Atau jangan-jangan itu kebiasaan kalian yang menginginkan perpecahan?
Wah, kalau sampai level terakhir, ya repot. Mungkin ada yang korslet dalam pikiran. Nggak ngertilah. Bukankan Habib sendiri ingin dihormati dan dihargai ketika kembali ke Indonesia?
Tapi eh tapi, kalau cara keempat ini terancam tidak terlaksana karena kalian yakin nggak akan mampu mengendalikan diri, mending kalian diam saja. Kita persilakan orang lain yang lebih sopan dan santun untuk unjuk suara. Siapa yang paling tepat? Toni Blank.
Itulah empat tata cara yang sebaiknya kalian lakukan untuk menyambut sang Imam Besar Habib Rizieq Shihab. Tolong lakukan sepenuhnya dengan rendah hati, welas asih. Tunjukkan kepada dunia bahwa kita masyarakat toleran. Toleran terhadap tersangka. Karena bagi masyarakat Indonesia, kebencian itu fana. Kepentingan politik yang abadi.