MOJOK.CO – Terobosan baru dalam dunia pendidikan muncul dari jurnal ilmiah Megawati Soekarnoputri. Bisa jadi contoh mahasiswa tingkat akhir nih.
Andai saja ketika dulu saya lagi garap skripsi dikasih dosen pembimbing kayak Megawati, sungguh senangnya hati saya bakal dibimbing oleh sosok yang benar-benar hebat. Ternyata blio nggak cuma hebat sebagai politikus, tapi juga jenius dalam urusan bikin tulisan ilmiah.
Ketika kemarin saya jungkir balik mikirin topik skripsi, lalu membaca jurnal ilmiah Ibu Megawati yang berjudul Kepemimpinan Presiden Megawati Pada Era Krisis Multidimensi, 2001-2004 saya tiba-tiba menyesal.
Kenapa kok kemaren-kemaren saya mikir yang ribet-ribet amat yak? Pakai nyari big five personality, perilaku prososial ,dan perilaku pengguna media sosial, belum dengan teori-teori penelitian yang njlimet pula.
Kan seharusnya saya berpikir layaknya Megawati. Cari tema yang simpel, objek penelitian gampang dicari, dan data primer objek penelitian benar-benar dikuasai. Sungguh-sungguh-sungguh sebuah terobosan yang seharusnya diikuti oleh para mahasiswa yang sedang skripsian. Terutama mahasiswa bangkotan.
Walau ada yang bilang bahwa jurnal ilmiah Megawati itu narsis parah lah, kepedean mampus lah, atau selentingan miring lainnya, saya justru merasa kita perlu mengapresiasi jurnal Megawati model begitu.
Jurnal ilmiah Megawati itu adalah pengejawantahan dari yang sering kita dengar dari para dospem waktu bimbingan. Yakni, ketika awal proses mencari judul skripsi, carilah tema yang paling kamu sukai dan kuasai.
Yang kamu suka? Suka ngomongin prestasi sendiri. Yang kamu kuasai? Menguasai pengetahuan soal diri sendiri.
Coba bayangin, semisal kamu melakukan penelitian dengan subjeknya diri kamu sendiri. Mulai dari pencapaianmu, kehebatanmu, sampai hal-hal kecil tentang dirimu… sudah pasti kamu bakal bikin jurnal dengan tingkat akurasi kebenaran yang tinggi bukan?
Sebuah pesan penting dari Megawati buat para mahasiswa yang lagi skripsian bahwa nyari judul, topik, atau latar belakang masalah untuk skripsi itu nggak perlu ribet-ribet. Nggak perlu sok ambisius bikin judul sampai 10 variabel. Cukup jadikan dirimu subjek penelitian, maka terbukalah jalan menuju profesor.
Menganggap remeh jurnal ilmiah Megawati adalah sebuah penghinaan. Kita nggak tahu bagaimana berdarah-darahnya blio mengerjakan jurnal ilmiah begituan. Sebab, meski terkesan mudah, bisa saja bagi blio ngerjain jurnal model begitu saja itu udah sulitnya minta ampun.
Ingat, apa yang kamu pikir mudah, belum tentu gampang buat orang lain juga.
Sekarang gini, coba bayangin betapa sulitnya Megawati bikin instrumen pertanyaan untuk diri sendiri?
Apalagi ketika menulis bagian biografi beliau, untuk menjelaskan entitas subjek penelitian. Bukan tidak mungkin data yang Megawati dapat dari buku-buku sejarah, beda dengan pengalamannya sendiri.
Itu kan ngeri? Masak iya bab dua kutipan bukunya dikit? Daftar pustakanya tipis dong nanti? Jadi terkesan buku curcol dong nanti? Tapi tenang, itu semua bakal dimaklumi kalau kamu adalah Megawati.
Ini belum dengan fakta bahwa jurnal ilmiah penelitian ini punya validitas data yang susah dicari celanya. Meski kayaknya tidak diuji kayak skripsi, tapi coba bayangin kalau jurnal ini diuji oleh guru besar-guru besar. Apa nggak keder itu pengujinya?
Sebab, selain sulit ketika disusun, jurnal ilmiah Megawati ini juga sulit sekali diuji. Ya gimana bisa diuji kalau yang penyusun, peneliti, sekaligus objek penelitiannya adalah diri sendiri? Mau nanya-nanya apa coba itu dosen pengujinya? Mumet tho?
Bisa-bisa, bukan Megawati yang diuji dosen penguji, tapi dosen penguji yang malah ditanya-tanya balik sama Megawati. Bukan Megawati yang dapet nilai, tapi blio sendiri yang kasih nilai.
Ini nih yang namanya swasembada pendidikan perguruan tinggi. Penelitian diri sendiri, diuji diri sendiri, nilai kasih sendiri.
Selain itu, kita juga bisa belajar hal lain dari jurnal ilmiah Megawati, yakni soal sisi tertinggi dari yang namanya self-love. Jurnal ini menunjukkan bahwa blio mampu mengkombinasikan sifat beliau yang sangat mencintai diri sendiri dengan hasrat jiwa intelektual yang tinggi.
Lewat jurnal ilmiahnya pula, Megawati memberi pesan kepada seluruh mahasiswa yang saat ini sedang atau mau proses skripsian untuk nggak minder, takut, dan pusing ketika mau bikin karya tulis ilmiah.
Ini contoh salah satu kalimat mencintai diri sendiri di jurnalnya.
“Walaupun dalam masa pemerintahan yang relatif singkat, kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri berhasil mengatasi sebagian besair krisis multidimensi.”
Hebat yak? Itu yang nulis blio sendiri lho.
Perpaduan self love, self reward, dan self talk ala Megawati lewat jurnal ilmiahnya adalah contoh konkrit bahwa sosok hebat karena dipromosikan diri sendiri itu ada. Sudahnya jago berpolitik, jago nulis jurnal ilmiah, dapat jabatan profesor meski belum lulus kuliah lagi. Warbiyasa.
Di tengah krisis kepercayaan diri di kalangan mahasiswa yang lagi skripsian, terutama yang sudah usia uzur di kampus, Ibu Megawati seolah jadi oase bersama jurnal ilmiahnya. Kamu tak perlu malu, tak perlu ragu, tak perlu sungkan, ayooo cintai diri sendiri!
Sebagai mahasiswa yang sedang skripsian, kita semua akhirnya menyadari, bahwa dalam menyusun jurnal ilmiah, skripsi, tesis, atau disertasi, hal yang utama itu sebenarnya kepercayaan diri yang maksimal.
Bahkan, jika Megawati dapat gelar profesor, tentu kamu juga bisa dapat gelar S1, S2, S3 dengan metode yang sama di masa depan nanti. Kalau nanti diprotes pembimbing skripsimu, ya tinggal ajukan saja jurnal ilmiah Megawati ini sebagai tinjauan pustaka.
Ya kecuali kalau dalam dunia akademik juga mengenal istilah… “tajam ke bawah, tumpul ke atas” sih. Hal yang berarti, cuma Megawati yang boleh bikin jurnal kayak gitu.
Terlepas dari itu, kita harus akui, berkat ide brilian Megawati, mahasiswa zaman sekarang jadi tercerahkan dalam hal nyari judul dan topik skripsi. Anti-ribet, anti-mumet, dan tentu saja anti-malu.
Wah, terima kasih Ibu Megawati, ternyata bikin karya ilmiah itu nggak serumit yang dipikirkan. Benar-benar pencerahan yang mindblowing karena kepikiran sama mahasiswa beneran di Indonesia aja nggak lho. Sekali lagi terima kasih ya, Bu.
Love U.
Bismillah komisaris.
BACA JUGA Megawati Diusulkan Jadi Pahlawan Demokrasi Merupakan Satire Paling Cadas Abad Ini dan tulisan M. Farid Hermawan lainnya.