Menjelang dibukanya PPSMB UGM dan PKKMB UNY, banyak penjual atribut ospek bermunculan di pinggiran jalan sekitar kampus. Di antara para penjual ini, Zarkasi (67) bisa dibilang adalah yang paling senior.
Bagaimana tidak, lelaki asal Jogoyudan, Jogja ini sudah berjualan sejak tahun 1984. Artinya, ia sudah bergelut di “bisnis musiman” ini selama 40 tahun.
“Bahkan saya berani bilang, Mas, kalau saya ini perintis. Orang pertama yang mulai jualan perlengkapan ospek di sekitaran kampus,” kata Zarkasi, saat Mojok menemuinya di lapak sekitaran Jalan Gejayan, Rabu (24/7/2024).
Saat saya datang, ia tengah melayani seorang pembeli. Pembelinya adalah seorang mahasiswa baru UNY jurusan Pendidikan Fisika. Maba tersebut sedang mencari kemeja putih polos dan berhasil membawanya pulang dengan harga Rp60 ribu.
Setelah itu, memang ada beberapa orang yang mampir. Namun, hingga sore, baru ada satu dagangannya yang terbeli.
“Sudah biasa, Mas, biasanya cuma tanya-tanya abis itu pergi. Kayak mbak-mbak yang tadi, bilangnya mau nelpon temannya dulu tapi sampai sekarang nggak balik lagi,” kata dia yang tak bisa menyembunyikan rasa kecewa.
Dulu berjaya, sekarang kalah dengan online shop
Sejak pandemi Covid-19 melanda, penghasilan Zarkasi dari berjualan atribut ospek memang turun drastis. Meski ini adalah bisnis musiman, dulu tiap datang masa ospek, seperti PPSMB UGM dan PKKMB UNY, cuan yang dia dapat tak main-main.
“Dulu itu ngambil stok berapa aja pasti habis. Kalau menjelang hari H, wah, sehari aja ludes dagangan saya,” ujar lelaki yang sehari-hari berjualan tisu di pinggir jalan ini.
Sejak 1984, Zarkasi berjualan semua atribut yang dibutuhkan untuk ospek. Termasuk kemeja, celana, rok, dasi, caping, kaos kaki, sampai papan nama. Bahkan, pada masa-masa menjelang SBMPTN atau Seleksi Mandiri, ia juga menjual buku-buku materi.
Tahun 1990-an adalah masa jayanya Zarkasi. Bahkan, saat itu antrean mahasiswa UGM dan UNY (saat itu IKIP Jogja) untuk membeli atribut ospek sangat mengular.
Menurutnya, penjual di pinggir jalan lebih diminati karena harganya murah dan langsung jemput bola ke kampus. Mahasiswa tak perlu repot-repot datang ke toko. Tak jarang juga mahasiswa bisa request pesanan jika kehabisan di hari itu.
“Kalau sekarang kan kalah sama toko online, Mas. Kan belinya bisa dari HP, tinggal disambil tiduran di kos barang sampai,” keluhnya.
“Kalau lawan toko-toko perlengkapan biasa sebenarnya kami tidak takut, karena buktinya mahasiswa UGM dan UNY tetap beli ke kami. Tapi kalau sama online pasti kalah.”
Penolong mahasiswa korban plonco yang kini sudah sukses menjadi dosen
40 tahun berjualan atribut ospek di sekitaran UGM dan UNY, Zarkasi sudah melewati banyak dinamika. Pergantian para rektor, perubahan nama kampus, hingga masih menjumpai masa di mana perploncoan menjamur.
Awal 2000-an, ia menjumpai mahasiswa datang kepadanya buat membeli atribut PPSMB UGM. Zarkasi bercerita, mahasiswa itu datang sambil menangis.
Baca halaman selanjutnya…
Sepatu mahasiswa UGM rusak gara-gara diplonco, tapi tak punya uang buat beli.