Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

Karyawan Tidak Bercerita tapi Diam-Diam Menangis di WC Tempat Kerja, Cara Terbaik Istirahat dari Hari yang Lelah

Ahmad Effendi oleh Ahmad Effendi
5 November 2025
A A
menangis, perantau, perantauan.MOJOK.CO

Ilustrasi - Karyawan Tidak Bercerita tapi Diam-Diam Menangis di WC Tempat Kerja, Cara Terbaik Istirahat dari Hari yang Lelah (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Tidak semua orang bisa punya cara mewah untuk menghadapi hari yang buruk. Mungkin, sebagian orang bisa menenangkan diri dengan secangkir kopi mahal, liburan singkat, atau sekadar rebahan sambil menonton film favorit. Namun, bagi banyak perantau, terutama mereka yang bekerja di pabrik-pabrik, tak ada kemewahan semacam itu. 

Sebab, di perantauan hidup tak pernah benar-benar mudah. Gaji seringkali hanya cukup untuk bertahan hidup, bukan untuk hidup dengan layak. Upah bulanan datang dan pergi, serta habis di minggu kedua. Untuk bayar kos, listrik, makan, dan kiriman ke orang tua. 

Sementara tekanan datang dari segala arah. Atasan yang selalu menuntut, target kerja yang tak pernah berkurang, dan hingga teman toksik yang ada di mana-mana.

Namun, di antara kebisingan mesin, tumpukan barang, hingga bentakan bos yang tak kenal belas kasihan, banyak perantau–terutama pekerja pabrik–menemukan satu ruang rahasia yang memberi mereka jeda: toilet pabrik.

Di tempat sempit itulah, banyak hal terjadi. Mulai dari doa, ocehan, hingga air mata yang jatuh diam-diam, pelan, tanpa saksi.

Lima menit yang menenangkan bagi perantau

Ana (23) datang ke Semarang empat tahun lalu setelah lulus SMA di Purbalingga. Ia bekerja di sebuah pabrik garmen yang memproduksi pakaian untuk merek luar negeri.

Setiap hari, sejak pukul tujuh pagi hingga pukul lima sore, Ana duduk di depan mesin jahit. Hidupnya diatur oleh peluit atasan, jam kerja, dan hitungan target: 200 potongan kain per jam.

Ana bukan tipe orang yang suka bercerita. Ia lebih mudah berbicara lewat media sosial daripada berbicara langsung dengan orang-orang. Di dunia nyata, ia merasa kekurangan teman. Bukan karena tak ada yang mau, tapi karena ia selalu merasa tak cukup menarik untuk didengarkan. 

Hubungan dengan orang tua pun biasa saja. Malah bisa dibilang dingin, formal, dan cuma membicarakan soal kebutuhan. Ia tinggal di kos kecil bersama adiknya yang kuliah di salah satu universitas negeri di Semarang. Keduanya jarang berbicara, kecuali saat ortu menelpon adiknya untuk menanyakan kuliahnya.

“Kalau lagi nggak kuat sama hidup, aku biasanya izin ke belakang,” kata perantau ini saat bercerita kepada Mojok, Selasa (4/11/2025). “Bukan buat buang air. Kadang cuma duduk, ngelamun. Kadang nangis.”

WC itu tak lebih besar dari bilik berukuran dua langkah kaki. Kata Ana, dindingnya lembap, bau karbol menyengat, dan lampunya redup. Namun, di situlah Ana menemukan ruang yang tak bisa ia temukan di mana pun: ruang untuk diam.

“Aku kadang nyalain flush biar nggak kedengeran kalau nangis,” imbuhnya.

Tangisnya jarang lama, mungkin cuma lima menit. Namun, lima menit itu cukup untuk membuat dadanya lega. Setelahnya, ia akan membasuh wajah dengan air, menarik napas panjang, lalu kembali duduk di depan mesin jahit. Dunia terus berjalan seolah tak terjadi apa-apa.

Menangis di WC pabrik bikin para perantau “tetap waras”

Di pabrik, menangis adalah hal yang tak punya tempat. Semua orang harus terlihat kuat, cepat, dan tangguh. Tapi di balik deru mesin, ada banyak tubuh yang lelah, hati yang retak, dan pikiran yang tak sempat beristirahat. 

Iklan

Makanya, bagi perantau seperti Ana, WC menjadi tempat berlindung dari dunia yang selalu menuntut produktivitas tanpa pernah memberi kesempatan bernapas. Sebab, sekali saja wajah terlihat murung, atasan bisa menegur dengan nada curiga. Sekali saja gerakan melambat, dianggap menurunkan tempo kerja tim. 

“Di kos, aku nggak mungkin nangis karena ada adikku. Sementara kalau aku nangis sambil motoran, dikira orang gila. Makanya WC di pabrik itu tempat terbaikku,” ungkapnya.

Tubuhnya memang cuma terlihat duduk seharian, tapi pikirannya terus berlari. Ia harus mengingat ritme mesin, mengatur potongan kain, menahan kantuk, mengabaikan rasa nyeri di punggung, dan memastikan tidak salah jahit. 

“Tak ada waktu untuk lelah, apalagi sedih,” ujarnya.

Oleh karena itu, bagi Ana, tangisan di WC itu bukan kelemahan, tetapi cara sederhana untuk menjaga agar dirinya tetap waras.

Setidaknya satu dari empat pekerja pernah menangis di toilet

Bagi sebagian orang, WC hanyalah tempat buang air. Tapi bagi sebagian pekerja, terlebih lagi perantau, WC adalah satu-satunya ruang pribadi yang tersisa di dunia yang padat. Toilet pabrik memang tidak pernah dibikin untuk karyawan menangis, tapi di sanalah manusia bisa sejenak menutup pintu dan mengunci diri dari dunia luar.

Bahkan, menurut survei daring dari MyNavi, hampir satu dari empat pekerja di Jepang pernah bersembunyi di bilik toilet untuk sekadar menangis dan melepaskan emosi. Alasan mereka menangis diam-diam beragam, mulai dari tekanan pekerjaan hingga sulit berhadapan dengan atasan yang keras.

Bagi warga Twitter sendiri, menangis di toilet kantor memang dianggap menjadi mekanisme menumpahkan emosi dalam sunyi. Di kanal curhat pekerja seperti @workfess, misalnya, ada yang menulis “Nangis di toilet kantor is another level of pain”. 

“Karyawan tidak bercerita, tapi diam-diam nangis di toilet kantor,” tulis salah satu akun, yang diamini oleh netizen lain.

Dalam bahasa psikologi, menangis adalah mekanisme alami tubuh untuk melepaskan hormon stres, seperti kortisol. Sialnya, di sistem kerja modern, menangis sering dianggap tanda kelemahan, sesuatu yang harus disembunyikan. Maka, WC menjadi tempat orang bisa menangis tanpa dianggap tidak profesional.

Nangis di toilet kantor is another level of pain:”””) Work! pic.twitter.com/SMc1XYPFUw

— WORK (@worksfess) June 23, 2022

Memutar lagu di WC tempat kerja bisa menenangkan batin

Cerita lain datang dari Rere (27),  seorang pekerja pabrik elektronik di Batam. Sudah enam tahun ia merantau dari Padang. Berbeda dengan Ana, Rere “terlihat” lebih ceria. Ia sering jadi penghibur di antara rekan kerja. Namun, teman-teman dekatnya tahu, setiap hari, di jam kerja, ada saatnya Rere pasti menghilang sebentar.

“Kalau di jam-jam sore gitu, aku pasti ngilang sebentar. Teman-temanku sudah hafal,” katanya.

Rere biasanya akan membawa ponselnya, menyelinap diam-diam ke bilik pojok, memasang headset, lalu menekan tombol play. Lagu yang selalu ia dengarkan biasanya “Manusia Kuat” milik Tulus.

“Aku nggak tahu kenapa, tapi tiap denger lagu itu, kayak semua rasa campur jadi satu,” kata Rere. “Sedih, capek, rindu rumah.”

Lagu itu menjadi semacam ritual kecil. Selama tiga menit dua puluh enam, ia akan menunduk, memejamkan mata, dan membiarkan air mata turun tanpa suara. Kadang ia menyandarkan kepala ke dinding dingin WC, mencoba menenangkan napasnya di antara lirik-lirik lembut. 

Secara detail, Rere tak berkenan membagikan keluh kesah dan masalah yang ia alami. Namun, ia menyebut, “lelahnya hari bisa diatasi dengan bengong dan mendengarkan lagu di toilet tempat kerja.”

Begitu lagu selesai, ia segera membasuh muka dengan air keran. Membetulkan kerudung, menatap pantulan wajahnya di cermin buram, lalu menarik napas panjang. Semua itu berlangsung kurang dari lima menit. 

“Kalau udah denger lagu itu, terus nangis, rasanya kayak ngereset diri,” ujarnya sambil tersenyum kecil.

Aturan di pabriknya memang cukup ketat, yakni tidak boleh main HP saat jam kerja. Oleh karena itu, bagi perantau ini, mendengarkan lagu sambil menangis di WC pabrik menjadi detoks bagi hari-harinya yang melelahkan.

***

Bagi sebagian orang, menangis di WC tempat kerja mungkin terdengar lucu, bahkan aneh. Namun, bagi para perantau seperti Ana dan Rere, bilik sempit itu adalah saksi hidup mereka di perantauan.

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Suara Ibu di Telepon Selalu bikin Tenang usai Hadapi Hal-hal Buruk dan Menyakitkan di Perantauan atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

Terakhir diperbarui pada 5 November 2025 oleh

Tags: menangismenangis di tempat kerjamerantauperantauperantauanpilihan redaksitoilet pabrik
Ahmad Effendi

Ahmad Effendi

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO
Ragam

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO
Ragam

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO
Ragam

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO
Catatan

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.