Pengalaman pertama kali ke Jogja untuk healing malah memberikan trauma. Semua bermula dari KA Sri Tanjung hingga di Stasiun Lempuyangan.
Peringatan: Tulisan ini mengandung beberapa bagian yang bisa memicu trauma atas tindak pelecehan seksual. Disarankan tidak lanjut membaca jika kondisi mental tidak memungkinkan.
***
Dari Stasiun Wonokromo, Surabaya, Selvina (24) berangkat sendiri ke Jogja pada Senin (28/4/2025). Merujuk jadwal, KA Sri Tanjung yang dia tumpangi akan tiba di Stasiun Lempuyangan pada pukul 19.33 WIB.
Selvina benar-benar antusias dengan perjalanan tersebut. Pasalnya, selama 24 tahun hidup, hari itu bakal menjadi momen pertama kalinya ke Jogja.
Dia bakal melihat secara lebih nyata apa yang selama ini hanya bisa dia nikmati di media sosial. Yang kerap berseliweran dengan backsound “…kupercaya selalu ada sesuatu di Jogja.”
“Mau menyambangi pacar yang S2 di Jogja. Selama kami pacaran sewaktu S1 di Surabaya, kami lebih sering jalan-jalannya di Jawa Timuran,” tutur Selvina, Kamis (1/5/2025).
Basa-basi biasa menuju Stasiun Lempuyangan Jogja
Sejak dari Surabaya, tidak semua kursi di gerbong KA Sri Tanjung yang Selvina tumpangi terisi penuh. Termasuk di deret kursinya sendiri. Saat itu dia duduk berhadapan dengan seorang laki-laki.
Sebagaimana lazimnya yang terjadi di transportasi umum seperti bus dan kereta api, basa-basi untuk saling sapa pun terjadi.
“Sama cowok itu ya cuma saling tanya. Mau ke mana? Gitu-gitu lah. Si cowok itu mau ke Jogja. Kuliah UGM,” ungkap Selvina.
Selebihnya Selvina lebih banyak diam. Sesekali memandangi pemandangan di luar. Sesekali menggulirkan layar ponsel untuk mengikuti beberapa konten.
Mungkin karena merasa Selvina agak tak nyaman dengan keberadaannya, si laki-laki di hadapannya pun memutuskan untuk geser tempat duduk. Di sinilah kejadian traumatis itu terjadi: laki-laki obsesif yang mengikuti Selvina hingga ke Stasiun Lempuyangan, Jogja.
Senyum lucah laki-laki tidak dikenal di KA Sri Tanjung
Entah dari mana naiknya, seorang laki-laki seusia Selvina tiba-tiba nimbrung di deretan kursi Selvina ketika KA Sri Tanjung lepas dari Stasiun Madiun.
“Mas, itu kosong (kursi depan Selvina)? Kalau kosong saya mau pindah sana,” ucap laki-laki itu kepada mas-mas UGM yang duduk di sebelah Selvina. Mas-mas UGM mempersilakan. Lalu pindahlah laki-laki tak dikenal itu di hadapan Selvina.
Awalnya Selvina cuek saja. Dia malah sempat memejamkan mata beberapa saat karena ngantuk. Dia agak tersentak ketika terbangun karena mendapati laki-laki tak dikenal di depannya nyengar-nyengir sendiri sembari menatap tajam Selvina.
“Senyumnya aneh. Kayak senyum mesum,” tutur Selvina.
“Mbaknya turun mana?” Tanya laki-laki tak dikenal itu.
“Stasiun Lempuyangan, Jogja.”
“Oh sama kalau begitu. Di Jogja kuliah?”
“Iya.”
“Kuliah di mana?”
“UIN.” Selvina tentu asal menjawab. Harapannya, dengan cara menjawab yang jutek, laki-laki tidak dikenal itu lantas berhenti bertanya lagi. Namun, laki-laki itu ternyata malah terus mengejar.
“Wah, ternyata kita sama. Saya juga UIN. Pantes, dari tadi saya perhatikan, saya kayak kenal wajahmu.”
Selvina memilih tidak menjawab. Timbul perasaan merinding dalam hatinya. Pertama, ternyata dia sudah diperhatikan laki-laki itu sejak tadi. Kedua, takut laki-laki itu hendak macam-macam, jika melihat cara senyumnya yang lucah.
Jadi objek foto diam-diam
Selvina berhenti menanggapi. Tapi laki-laki tidak dikenal itu masih terus menatap Selvina sambil cengar-cengir. Bahkan, dia mulai berani menyorongkan badannya agak kedepan. Agar kakinya bisa bersentuhan dengan kaki selvina.
“Aku kayak membatu aja tiba-tiba. Nggak tahu harus bagaimana. Padahal setelah kupikir-pikir sekarang, aku bisa saja teriak minta tolong atau lapor ke petugas KA Sri Tanjung,” ucapnya.
Bahkan, saat Selvina memalingkan wajah ke jendela untuk waktu yang lama, laki-laki itu diam-diam memfotonya dengan ponsel. Bayangannya terlihat dari jendela. Itu membuat Selvina makin terancam.
Dibuntuti di Stasiun Lempuyangan Jogja
Selvina mulai agak lega ketika KA Sri Tanjung yang dia tumpangi tiba di Stasiun Lempuyangan, Jogja.
Saat kerete berhenti, Selvina sengaja tidak langsung turun. Dia masih duduk di tempatnya. Menunggu laki-laki di hadapannya turun lebih dulu.
Tapi ternyata laki-laki itu bergeming. Dia juga tidak beranjak dari duduknya. Matanya masih menatap lekat ke arah Selvina. Juga masih dengan senyuman lucah.
“Nggak turun, Mbak?” Tanya laki-laki itu.
“Silakan duluan, Mas.”
“Bareng aja, ayo.”
“Silakan duluan, Mas.”
“Ya sudah kamu duluan, Mbak.”
Selvina langsung bergegas meninggalkan kursi dan laki-laki itu. Dia pun mencoba mempercepat langkah menuju pintu keluar Stasiun Lempuyangan, Jogja. Pacarnya sudah menunggu di sana.
Namun, saat dia menengok ke balakang, laki-laki itu ternyata membuntuti. Kian mendekat. Setelah dekat, laki-laki itu menyenggol-nyenggolkan tubuhnya ke tas punggung Selvina.
Selvina hampir menjerit ketika melihat satpam-satpam di Stasiun Lempuyangan, Jogja. Namun, karena melihat sang pacar sudah berdiri dan melambaikan tangan di pintu kedatangan, dia urung berteriak dan memilih berlari menghambur ke sang pacar.
Seiring itu, laki-laki yang membuntutinya menghentikan langkah. Lalu tampak kelabakan mencari arah lain.
Menyisakan trauma
“Aku hampir nangis di depan pacarku. Kakiku gemetaran. Hari itu mengerikan sekali,” kata Selvina.
Selama naik kereta di Jawa Timuran, Selvina mengaku tidak pernah mengalami hal semengerikan itu. Selama inipun dia hanya melihat kasus seperti yang dia alami di pemberitaan media massa. Seringnya kasus pelecehan di stasiun-stasiun Jakarta.
Tidak terbayang dalam hidupnya akan mengalaminya sendiri. Sialnya, momen traumatis itu terjadi dalam momen pertama kalinya ke Jogja, daerah yang dia datangi dengan sangat antusias.
Padahal, selama ini pun nyaris tidak terdengar isu pelecehan. Baik di KA Sri Tanjung maupun di Stasiun Lempuyangan.
“Waktu aku pulang ke Surabaya lagi Rabunya, aku masih waswas. Pacarku hampir ikut menemani pulang. Tapi aku mencoba meyakinkan kalau aku bakal aman. Syukurnya aman sampai Surabaya,” ungkap Selvina.
“Aku nggak tahu kenapa hari ketika itu terjadi aku tiba-tiba kayak nggak punya daya buat teriak. Tapi saranku, di manapun kalau mengalami tanda-tanda pelecehan seperti itu, langsung lapor keamanan atau orang-orang di sekitar,” tutupnya.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Kesel dan Parno saat Transaksi di ATM Indomaret karena 4 Masalah yang Bisa Rugikan Pengguna atau liputan Muchamad Aly Reza lainnya di rubrik Liputan