Sleman, Jogja, menjadi salah satu daerah dengan angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) cukup tinggi. Pakar Ekonomi UGM pun menyoroti langkah yang perlu Pemerintah lakukan.
Kondisi dunia kerja di Indonesia memang tidak sedang baik-baik saja. Bayangkan, hanya dalam rentang enam bulan saja, sudah sebanyak 101.536 kasus PHK pekerja di seluruh Indonesia. Begitulah bunyi data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) untuk rentang Januari-Juni 2024.
Dalam data itu, disebut juga kalau PHK di Sleman angkanya cukup tinggi. Dalam rentang tahun yang sama, tercatat 217 pekerja dari 37 perusahaan berbeda menjadi korban PHK. Angka tersebut masih berotensi terus meningkat dari waktu ke waktu.
Di balik gelombang besar PHK di Sleman
Menurut Pengamat Ekonomi Kerakyatan sekaligus Dosen Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UGM, Hempri Suyatna, tentu ada banyak faktor di balik maraknya PHK di Indonesia, begjtu juga PHK di Sleman.
“Saya kira memang banyak faktor yang menyebabkan gelombang PHK ini, terutama di sektor industri padat karya berorientasi ekspor seperti sektor garmen atau tekstil,” beber Pakar Ekonomi tersebut mengutip dari laman resmi UGM.
Dalam pandangannya, sektor industri padat karya saat ini memang tengah lesu. Hal tersebut terjadi tidak lepas dari lesunya pertumbuhan ekonomi global.
Oleh karena itu, perusahaan (misalnya) di sektor garmen atau tekstil mau tak mau harus melakukan langkah efisiensi. PHK pekerja menjadi salah satu cara untuk menekan ongkos produksi.
Selain itu, Pakar Ekonomi UGM itu menyebut, faktor lain yang bisa jadi menjadi penyebab tingginya angka PHK—termasuk PHK di Sleman—adalah karena maraknya produk-produk impor ilegal maupun penurunan daya beli masyarakat akibat devaluasi rupiah.
“Ditambah, proses transisi politik di Indonesia mendorong banyak perusahaan untuk wait and see: melihat bagaimana dinamika politik yang akan terjadi. Sehingga ikut berpengaruh,” sambungnya.
Solusi dari Pakar Ekonomi UGM
Kondisi yang tentu tidak boleh dibiarkan. Sebab, jika angka PHK tinggi, maka angka pengangguran juga tinggi. Hal ini tentu menjadi sinyal buruk pula bagi perekonomian Indonesia.
Hempri menekankan, Indonesia saat ini merupakan negara dengan populasi nomor empat terbanyak di dunia dan akan mendapatkan bonus demografi di tahun 20230 mendatang. Maka, peningkatan jumlah masyarakat yang kehilangan pekerjaan alias korban PHK—begitu juga PHK di Sleman—harus segera dicarikan solusi agar tidak mengganggu stabilitas negara.
Pakar Ekonomi UGM itu berpendapat, ada beberapa hal yang memang harus diantisipasi untuk mencegah agar gelombang PHK, baik skala nasional maupun spesifik PHK di Sleman, tidak memberikan efek yang lebih besar lagi. Antara lain:
Pertama, perlu ada evaluasi kembali mengenai Peraturan Menteri Perdagangan nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Sebab, peraturan tersebut dicurigai menjadi penyebab maraknya produk-produk impor yang berakibat pada lesunya industri di tanah air.
“Jika perlu, aturan harus direvisi untuk memberikan perlindungan produk-produk dalam negeri dari serbuan produk impor,” tutur Hempri.
UMKM jadi penyelamat
Kedua, perlu ada peningkatan daya beli masyarakat, misalnya dengan memberikan jaminan stabilitas harga sehingga terjangkau oleh masyarakat. Misalnya lagi, bisa juga dengan mengadakan program-program bantuan sosial bagi keluarga tidak mampu.
Bantuan sosial tersebut memungkinkan masyarakat dari kalangan keluarga tidak mampu akhirnya memiliki kesanggupan untuk membeli produk dengan harga terjangkau tersebut.
Lebih lanjut, masih kata Hempri, perlu ada langkah lain untuk antisipasi korban PHK, secara umum maupun korban PHK di Sleman. Katakanlah dengan penyelenggaraan program padat karya yang melibatkan masyarakat di dalamnya. Termasuk dalam konteks ini adalah penguatan sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) atau Industri Kreatif.
“Pengalaman selama ini sektor UMKM selalu mampu menjadi katup penyelamat perekonomian nasional,” ungkap Pakar Ekonomi UGM itu.
“Kebijakan untuk memperkuat sektor UMKM menjadi salah satu solusi bagi masyarakat yang menjadi korban PHK,” tegasnya.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Hammam Izzuddin
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.