Wakil Dekan FMIPA Universitas Gadjah Mada (UGM), Wiwit Suryanto mengurai beberapa persoalan yang membuat Sains kini seolah mengalami penurunan peminat.
***
Narasi turunnya minat siswa pada Sains jadi sorotan usai paparan dari Direktur Diseminasi dan Pemanfaatan Sains dan Teknologi (Minatsaintek) Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek), Yudi Darma.
Yudi mengungkapkan, kini terjadi penurunan minat siswa untuk belajar bidang MIPA, mencakup: matematika, fisika, kimia, dan biologi.
Kesimpulan itu Yudi dapat dari teman-teman dekan di Fakultas MIPA yang mencatat adanya penurunan calon mahasiswa. Terutama dalam bidang fisika.
Hal itu Yudi sampaikan dalam acara Ngopi Bareng Kemdiktisaintek bersama Wartawan, Selasa (18/2/2025). Lantas, apa penyebabnya?
Sains yang hanya fokus pada hafalan rumus
Wiwit selaku Wakil Dekan FMIPA UGM menyebut, ada beberapa faktor yang memicu hal tersebut. Salah satunya adalah sistem pendidikan—terkhusus dalam konteks Sains—yang hanya berfokus pada hafalan rumus dan teori.
Sayangnya, hafalan itu tidak diimbangi dengan pengalaman eskplorasi yang cukup. Metode pembelajaran semacam itu, menurut Yudi, sudah tidak menarik lagi bagi siswa.
“Belum lagi, kurangnya eksperimen dan praktik langsung membuat sains terasa abstrak dan sulit dipahami,” ujar Wiwit dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (22/2/2025).
Mempertanyakan manfaat Sains bagi kehidupan sehari-hari
Lebih lanjut, Dekan FMIPA UGM tersebut tidak menampik kenyataan bahwa kurangnya minat terhadap Sains lantaran Sains dinilai tidak bersinggungan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat.
Bahkan tidak sedikit siswa mempertanyakan manfaat belajar Sains, karena sangat jarang dikaitkan dengan teknologi sehari-hari yang bersinggungan dengan hidup mereka, seperti smartphone, internet, atau kendaraan listrik. Belum lagi soal persepsi Sains sebagai ilmu sulit dan hanya untuk orang jenius.
“Ketidakmampuan melihat manfaat langsung dari ilmu Sains membuat mereka kehilangan motivasi untuk mempelajarinya. Banyak siswa merasa takut terhadap simbol, angka, dan persamaan matematika yang kompleks,” jelas Wiwit.
“Narasi hanya orang jenius yang bisa memahami membuat banyak siswa menyerah sebelum mencoba,” imbuhnya.
Ilmuan tidak semata lahir dari kepintaran teori
Padahal, kata Wiwit, tidak mesti demikian.
Michael Faraday contohnya. Bapak Elektromagnetik itu ternyata bukan jago matematika maupun fisika teori. Dia hanya sangat betah dalam mengotak-atik alat eksperimen di laboratorium.
Nah, ini juga menjadi masalah baru. Kurangnya figur inspiratif di bidang Sains turut punya andil menurunnya minat anak muda untuk belajar sains.
“Banyak orang tidak tahu tentang siapa Michael Faraday. Sains jarang dipromosikan melalui media populer, sementara profesi di bidang bisnis, seni, dan hiburan lebih banyak mendapat sorotan,” ucap Wiwit.
“Akibatnya, siswa kurang memiliki role model ilmuwan atau inovator yang dapat menginspirasi mereka. Mungkin zaman saya dulu ada Pak Habibie yang begitu saya idolakan. Nampaknya kita perlu figur-figur ahli Sains yang sering ditampilkan di media,” sambung Dekan FMIPA UGM itu.
Indonesia akan makin tertinggal?
Jika generasi muda semakin lama tidak berminat pada sains, bagi Wiwit, akan berdampak pada kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Indonesia sebagai bangsa besar akan terus ketergantungan teknologi pada negara asing. Tanpa memiliki ilmuwan dan insinyur yang kompeten, Indonesia hanya akan menjadi konsumen teknologi, bukan produsen.
“Negara tentu akan semakin bergantung pada teknologi impor, yang dapat menghambat kemandirian dan daya saing nasional”, ungkapnya.
Sementara di era persaingan saat ini, kata Wiwit, negara-negara maju seperti China, Jepang, Taiwan, Korea, dan Amerika Serikat berinvestasi besar-besaran dalam riset Sains dan Teknologi.
Jika generasi muda Indonesia tidak tertarik pada Sains, tentu akan membuat semakin tertinggal dalam persaingan global. Kondisi ini pun bisa berakibat pada lemahnya daya saing. Bahkan menjadikan Indonesia minim inovasi untuk menyelesaikan masalah nasional seperti penyelesaian soal krisis energi, perubahan iklim, ketahanan pangan, dan mitigasi bencana alam.
Laboratorium sekolah yang tak memadai
Wiwit pun menilai, kurikulum saat Ini tidak menggiring siswa memiliki minat mendalami bidang Sains. Sistem pendidikan di Indonesia, bagi Dekan FMIPA UGM itu, masih memiliki beberapa kelemahan dalam menarik minat siswa terhadap Sains.
Disamping terlalu berfokus pada hafalan dan teori, pembelajaran masih menekankan pada rumus dan definisi, bukan eksplorasi dan pemecahan masalah. Kurang dilakukan pendekatan secara interaktif dan eksperimen.
Laboratorium-laboratorium Sains di banyak sekolah juga kurang memadai. Alhasil, siswa tidak memiliki kesempatan untuk melakukan eksperimen secara langsung.
“Evaluasi berbasis ujian, bukan pemahaman konseptual. Model ujian masih mengutamakan hafalan, bukan kreativitas dan pemahaman yang mendalam,” urai Wiwit.
Ubah cara pengajaran
Ada beberapa solusi yang Wiwit tawarkan merespons fenomena ini. Di antaranya mewajibkan pelajaran Sains di sekolah dan mengubah cara mengajar dari hafalan ke eksplorasi: meningkatkan pembelajaran berbasis eksperimen dan proyek nyata disertai penggunaan teknologi digital seperti simulasi, augmented reality, dan coding interaktif.
Tidak luput pula memperlihatkan pada siswa perihal relevansi Sains dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih, mengaitkan pelajaran MIPA dengan teknologi modern yang digunakan para siswa. Sesekali, menurutnya, bisa pula mengadakan kunjungan ke industri bahkan mencoba kolaborasi dengan perusahaan teknologi.
“Jika memungkinkan, hadirkan role model agar menginspirasi para siswa. Misal menghadirkan ilmuwan dan inovator Indonesia yang sukses di bidang Sains dan Teknologi. Mengadakan program mentorship dan seminar inspiratif tentang karier di bidang Sains dengan disertai perbaikan kurikulum dan lainnya,” pungkas Dekan FMIPA UGM tersebut.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: ‘Baca Tulis Saja Tak Bisa, Malah Diajarin Coding’ – Kata Peneliti Soal Program Prabowo-Gibran yang Terkesan Kebelet AI atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan