Dampak dari rencana pemangkasan anggaran pendidikan akibat efisiensi anggaran ala Prabowo sangat menyeramkan. Ratusan ribu mahasiswa terancam putus sekolah. Beasiswa mandek di tengah jalan. Sampai gaji guru honorer dan dosen terancam tak dibayarkan.
***
Airin (20) mengandalkan penuh beasiswa KIPK untuk terus bisa berkuliah di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Kedua orang tuanya adalah buruh tani yang penghasilannya tak menentu.
Bagi perempuan asal Jawa Tengah ini, bangku kuliah adalah sesuatu yang mustahil ia gapai seandainya dirinya tak menerima beasiswa dari pemerintah.
Makanya, Airin amat lesu ketika mengetahui pemerintah bakal memangkas anggaran pendidikan yang berpotensi menghilangkan beasiswanya. Perasaan marah bercampur sedih ia tumpahkan ke media sosialnya sejak Kamis pagi.
Kementerian Pendidikan Tinggi dan Sains dan Teknologi (Kemendikti Saintek) sendiri menjadi salah satu kementerian yang mengalami pemangkasan anggaran terbesar akibat kebijakan efisiensi anggaran Prabowo, yakni sekitar Rp22,54 triliun. Kemendikti menempati pos pemangkasan terbesar kedua setelah Kementerian PUPR yang dipangkas mencapai Rp81,38 triliun.
Tak hanya Kemendikti Saintek, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah juga mengalami pemangkasan anggaran mencapai Rp8,03 triliun.
Bagi Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), pemangkasan anggaran atas nama “efisiensi” ini selain melanggar konstitusi, juga bisa bikin masa depan anak bangsa menjadi suram. Airin dan 600 ribu mahasiswa penerima KIPK lainnya terancam mengalami putus kuliah karena beasiswa yang dibayarkan.
“Pemangkasan anggaran pendidikan tahun 2025 menjadi pukulan telak bagi dunia pendidikan Indonesia. Di tengah berbagai persoalan krusial yang masih menghantui, pemerintah justru mengambil langkah yang berpotensi memperburuk kondisi pendidikan di tanah air,” kata Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, saat dihubungi Mojok, Kamis (13/2/2025).
Anggaran pendidikan dipangkas, pemerintah melanggar Pasal 31 UUD 1945
Menurut Ubaid, pemangkasan anggaran pendidikan setidaknya bakal berimbas kepada tiga kementerian. Antara lain Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek), dan Kementerian Agama (Kemenag).
Apabila pemangkasan anggaran pendidikan sampai mengurangi mandatory spending 20 persen, kata Ubadi, berarti pemerintah sudah melanggar Pasal 31 UUD 1945.
“Jadi, mandatory spending 20 persen itu seharusnya dipertahankan, bukan malah disunat sana-sini,” ujar dia.
Mandatory spending sendiri merupakan belanja atau pengeluaran negara yang sudah diatur oleh undang-undang.
600 ribu mahasiswa berhenti kuliah, guru honorer banyak dipecat
Sejumlah dampak akan muncul sebagai akibat dari pemangkasan anggaran pendidikan ini. Satu di antaranya, menurut Ubaid, adalah bertambahnya angka putus sekolah.
Banyak siswa, terutama dari keluarga miskin dan kelompok rentan lainnya, yang bergantung pada bantuan pemerintah untuk biaya pendidikan.
Sebagai misal, mahasiswa penerima beasiswa KIPK saja jumlahnya 844.147. Jika anggaran dipangkas, beasiswa 663.821 mahasiswa on going tidak bisa dibayarkan.
“Tentu ini dapat menyebabkan mereka putus sekolah karena tidak mampu lagi membayar biaya pendidikan,” kata Ubaid.
Pemangkasan anggaran juga akan berdampak pemecatan guru honorer secara massal. Kebijakan ini pernah terjadi pada 2024. Kala itu, ribuan guru honorer telah terdampak kebijakan ini; mereka diputus kerja secara sepihak.
Alhasil, jika anggaran pendidikan 2025 semakin disunat karena adanya efisiensi anggara, maka guru honorer ini rentan untuk dipecat karena status dan kekuatan hukum mereka sangatlah lemah.
Akses pendidikan makin sulit
Lebih lanjut, Ubaid juga menjelaskan, pemangkasan anggaran bakal menyulitkan akses pendidikan di daerah.
Menurutnya, jumlah sekolah di kota saja masih sangat terbatas, apalagi di daerah-daerah yang jauh dari perkotaan.
Di kota saja, kata dia, daya tampung sekolah negeri sangat minim, apalagi di daerah. Alhasil, ketimpangan pendidikan pun akan makin menganga.
Anak-anak dari keluarga kaya akan memiliki akses pendidikan yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga miskin.
Pemangkasan anggaran pendidikan harus ditinjau ulang
JPPI pun mendesak agar Prabowo Subianto meninjau kembali keputusan pemangkasan anggaran pendidikan tahun 2025.
“Pendidikan adalah investasi masa depan bangsa. Jangan sampai pemangkasan anggaran ini justru menghancurkan masa depan anak-anak Indonesia,” ujar dia.
Pihaknya juga meminta Presiden untuk lebih memperhatikan nasib anak-anak yang tidak atau putus sekolah, daerah-daerah yang belum memiliki sekolah, kondisi infrastruktur sekolah yang rusak, nasib guru honorer, kesejahteraan guru dan dosen, serta biaya sekolah dan kuliah yang bertambah mahal.
Sementara di tengah huru-hara yang terjadi, Menteri Dikti dan Saintek Satryo Soemantri Brodjonegoro menegaskan, bahwa program beasiswa tidak akan terdampak pemangkasan meskipun pagu anggaran kementerian terimbas efisiensi dalam jumlah besar.
Satryo menyebut bahwa program beasiswa, termasuk program KIPK tidak akan terkena imbas efisiensi anggaran. Akan tetapi, berdasarkan data yang telah tersebar luas di media sosial, pagu awal KIP Kuliah mencapai Rp14,698 triliun, tapi ketika efisiensi pagu anggarannya berkurang drastis menjadi Rp1,319 triliun.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA:’WiFi Diputus, Listrik Dimatikan, Pegawai Dirumahkan’ – Imbas Kebijakan Efisiensi Anggaran Prabowo bagi ASN di Jogja atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.