Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

Medan di Mata Mahasiswa Bandung: Tak Ada Tempat yang Aman dari Begal dan Preman Berkedok Ormas, Hidup di Sini Kudu Siap Nyawa dan Hepeng! 

Ahmad Effendi oleh Ahmad Effendi
27 Maret 2024
A A
Medan Amplas, Kecamatan Terbaik di Kota Medan yang Terkenal Sebagai Tempat Pembuangan Mayat, Julukan yang Lebih Kondang Ketimbang 'Terminal Jokowi'.mojok.co

Ilustrasi Medan Amplas, Kecamatan Terbaik di Kota Medan yang Terkenal Sebagai Tempat Pembuangan Mayat, Julukan yang Lebih Kondang Ketimbang 'Terminal Jokowi' (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Medan merupakan kota terbesar keempat di Indonesia, setelah Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Sementara untuk jumlah penduduk, ibu kota Sumatera Utara ini juga menempati urutan keempat dengan 2,5 juta jiwa yang mendiami wilayah seluas 9.413 kilometer persegi.

Meski didominasi orang-orang Batak, sebenarnya Medan adalah kota yang multietnis. Populasi etnis Jawa, Tionghoa, Mandailing, Minangkabau, Melayu, hingga Sunda tersebar luas di sini. 

Sayangnya, angka-angka itu hanya di atas kertas dan tak berarti apa-apa. Bagi Brian (25), Medan tak ubahnya sebagai kota yang tak mau berkembang ke mana-mana. Sejak dulu, masalah di kota ini selalu sama: kekerasan ormas dan begal, aksi premanisme tanpa ujung, hingga pungli yang merata di seluruh wilayah.

Hal inilah yang membuat Brian memutuskan meninggalkan Medan dan menetap di Bandung sejak usia 18 tahun. Harapannya, ketika kembali, kota kelahirannya itu telah berbenah. Tapi nyatanya ia salah besar. Medan, hari ini masih sama dengan masalah-masalah yang tak terselesaikan tadi. 

Lingkaran kekerasan ormas dan preman di Medan tak pernah putus

Brian lahir dan besar di Kota Medan. Namun, pada 2016 lalu ia memutuskan hijrah dari Medan menuju Bandung untuk berkuliah di Universitas Padjadjaran (Unpad). Keputusannya pergi dari tanah kelahiran ini, jujur, sangat ia syukuri. Sebab, setidaknya ia bisa meninggalkan kota yang memberinya rasa takut dan trauma itu.

Sejak SD, Brian sudah akrab dengan aksi-aksi preman berkedok ormas kepemudaan yang saban hari mendatangi usaha rumah makan ibunya. 

“Pasti minta hepeng,” kenang Brian kepada Mojok, Selasa (26/4/2024) malam. “Hepeng itu bahasa Indonesianya ‘uang’. Tapi kalau konteks preman itu semacam setoran, uang keamanan gitu. Enggak ngasih hepeng sama aja minta dibacok,” sambungnya.

Hal yang paling tak bisa ia lupakan terjadi sekitar 2009 lalu saat Brian masih SMP. Saat itu, terjadi ketegangan antara beberapa warga kampung yang punya julukan “area mafia”–karena saking banyak ormas dan preman. Bentrokan terjadi di siang bolong.

Saat itu, Brian yang tengah menemani ibunya berjualan terjebak di tengah-tengah massa yang ribut. Ia menangis sejadinya, ketakutan kalau hal-hal yang tak diinginkan, menimpa dia dan ibunya.

“Warung ibuku hancur, rusak parah. Ada bekas sambitan parang yang nyaris bikin tangan ibu putus. Bekas lukanya masih ada sampai sekarang. Traumanya juga masih nyisa,” kisahnya.

Setiap malam adalah saat begal beraksi, klitih Jogja enggak ada apa-apanya

Hal lain yang menakutkan dari Medan, selain ormas kepemudaan dan premannya, adalah begal. Kata Brian, begal di Medan sadis-sadis, tak ada lawan dengan daerah lain.

Saya sempat menyebut klitih Jogja untuk membandingkannya dengan begal di Medan. Brian hanya meresponsnya dengan tertawa.

“Di mata begal Medan, klitih yang sering muncul di Instagram itu kroco-kroco aja, bukan lawan,” jelas Brian. “Di Jogja itu cuma anak-anak yang iseng. Kalau di Medan, begalnya itu orang dewasa yang kelaparan. Bunuh dan ngambil motor korban buat bisa makan,” lanjutnya.

Sebenarnya saya tak sangsi kalau di Medan banyak begal. Soalnya, di beberapa pemberitaan, saya kerap menjumpai aksi-aksi begal yang tertangkap di kota ini. Namun, kalau soal kesadisan, kebengisan, dan kebrutalannya, saya baru tahu dari cerita Brian.

Iklan

Mengutip dari Polda Sumut, per semester I 2023 saja, sudah ada 400 kasus pembegalan di Medan. Data BPS 2022 juga menyebut, Medan adalah peringkat satu kota dengan tingkat kejahatan tertinggi di Indonesia. Alasan ini juga yang bikin Walikota Medan Bobby Nasution “mengizinkan tembak di tempat bagi pelaku kejahatan jalanan”.

“Secara pribadi aku belum pernah mengalami. Tapi selama SMA, bukan cerita baru kalau pagi-pagi dapat kabar salah satu teman sekolah jadi korban pembegalan semalam,” jelas Brian.

Apa, sih, yang bikin kota ini punya angka kejahatan yang tinggi banget?

Selama empat tahun kuliah di Unpad, Brian tak pernah sekalipun pulang ke Medan. Bahkan, setelah lulus 2020 lalu, ia memutuskan menyusul kakaknya ke Jakarta dan mencari kerja di ibu kota. Kalau sedang rindu, biasanya orang tuanya akan menemui Brian di Jakarta. Misalnya, saat momen-momen natal.

Brian sendiri baru kembali lagi ke Medan pada awal 2023, alias nyaris delapan tahun sejak kakinya meninggalkan kota penuh kriminalitas itu. “Sayangnya enggak ada yang berubah. Pas kembali, Medan masih sama dengan preman-premannya. Baru sehari balik aja udah nemu berita orang dibacok,” katanya.

Fyi, dosen jurusan Antropologi Universitas Negeri Medan (Unimed), Bakhrul Khair Amal, pernah mengkaji soal faktor-faktor yang membuat aksi premanisme dan kriminalitas marak terjadi di kota ini. Kata dia, faktor terbesarnya adalah banyaknya pengangguran.

“Kalau premanisme ini dari manusia yang pengangguran, kemiskinan, ketidakmampuan,” kata Bakhrul pada 2022 lalu.

Karena tak punya pekerjaan, akhrinya beberapa orang memilih untuk melakukan pungli. Bahkan, sebagian besar dari mereka juga bergabung di ormas kepemudaan. Makanya, tak heran kalau aksi pungli di pasar-pasar daerah Medan pada umumnya amat terorganisir.

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Ironi Jatinangor, Kawasan Pendidikan yang Jadi Kandang Curanmor, Motor Mahasiswa Unpad Bisa Raib Cuma dalam Hitungan 5 Menit

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News.

Terakhir diperbarui pada 27 Maret 2024 oleh

Tags: begalbegal di medankota medankriminalitas di medanmedanormas medanpremanisme di medan
Ahmad Effendi

Ahmad Effendi

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Jalan MERR Surabaya, tempat pelaku begal. MOJOK.CO
Ragam

Jalan MERR, Jalan Paling Horor bagi Pengguna Roda Dua di Surabaya

12 Februari 2025
Ragam

Perempatan Timbangan Medan, Persimpangan Paling Ngeri yang Bikin Nyawa Pengendara ‘Berharga Murah’

3 Oktober 2024
Kuliah di BSI di Jakarta Selatan Diragukan, Mahasiswa Medan Justru Bisa Kerja Layak sebelum Lulus MOJOK.CO
Kampus

Diragukan karena Kuliah di Universitas BSI, Saya Malah Bisa Kerja di Perusahaan Besar Sebelum Lulus

12 Agustus 2024
tukang parkir jakarta selatan bikin resah orang surabaya.MOJOK.CO
Ragam

Tersiksa dengan Tukang Parkir Liar di Jakarta Selatan, Sebelumnya Pernah Tinggal di Surabaya Tak Merasa Separah Ini

4 Juni 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.