Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

Mahasiswa Jakarta di Jogja: Dianggap Eksklusif karena “Lu-Gua”, Mencoba Berbaur Dianggap Sok Asyik

Melvinda Eliana oleh Melvinda Eliana
21 Juli 2025
A A
Mahasiswa Jakarta (Jabodetabek) di Jogja: Dianggap ekslusif gara-gara lu-gua, mau berbaur dianggap sok asik MOJOK.CO

Ilustrasi - Mahasiswa Jakarta (Jabodetabek) di Jogja: Dianggap ekslusif gara-gara lu-gua, mau berbaur dianggap sok asik. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Jangan-jangan mahasiswa daerah lain yang eksklusif?

Berbeda dengan Steve yang memilih cuek, Darma–mahasiswa Jakarta-nan yang juga kuliah di UGM–justru memendam rasa penasaran.

“Aku pernah mengalami semacam candaan lokal atau kode antarmereka (mahasiswa daerah lain), tapi aku masih berusaha mengerti dengan bertanya,” katanya.

Candaan lokal yang ia maksud merujuk pada topik dan gurauan dengan bahasa Jawa yang bertujuan untuk sengaja mengasingkan Darma. Sehingga, Darma malah berpikir mahasiswa asal daerah lain yang ia temui di Jogja lah yang terkesan eksklusif. Menurut analisisnya, mereka sudah memiliki jaringan sosial yang terbentuk sejak lingkungan sebelumnya.

Sok asyik: upaya adaptasi

Sebenarnya, menurut Darma, kesan “sok asyik” dari mahasiswa Jakarta-nan merupakan bagian dari proses adaptasi mahasiswa Jabodetabek.

“Ya emang sih ada gaya dari anak Jabodetabek yang kesannya “dagu ke atas” (angkuh),” kata Darma. Alhasil, adaptasi tersebut tidak berujung pada penerimaan.

Selain itu, Darma menceritakan perbedaan nongkrong: mahasiswa Jabodetabek menggunakan salam dan tos sebagai perwujudan “bro” di tongkrongan. Namun, hal itu dinilai aneh bagi mahasiswa daerah lain di Jogja.

Kesan sebagai pusat peradaban

Satu lagi hal yang barangkali dianggap menyebalkan dari mahasiswa Jakarta-nan adalah, “kesombongan anak Jabodetabek”. Begitu kata Anya–satu mahasiswa UGM (lagi).

Anya–bukan nama sebenarnya–berasal dari Bekasi. Tapi ia memiliki “privilese” untuk bersikap lebih objektif. Pasalnya, Anya dibesarkan dengan perspektif ganda: Bekasi dan Semarang. Ini membuatnya bisa memahami dua belah pihak.

“Aku harus mengamini sebagian anak Jabodetabek itu punya paradigma berpikir yang menyebalkan: pusat dari peradaban,” ucap Anya.

Menurutnya, banyak paradigma metropolis dari mahasiswa Jabodetabek. Tentu, hal ini dapat dipandang kabur menjadi eksklusivitas.

Anya menambahkan, paradigma tersebut diakibatkan sentralisasi pada Jakarta. Akhirnya, menjadi semacam kebiasaan sebagai pusat dari segalanya.

Selain itu, bagi Anya, hal ini didukung faktor lain seperti mindset bahwa paradigma merekalah yang paling benar. Bisa jadi, ini yang kemudian membuat mahasiswa Jabodetabek susah untuk “menyentuh tanah”.

Alhasil dengan paradigma itu, mahasiswa Jabodetabek cenderung menganggap daerah non-Jabodetabek lebih “ketinggalan”.

“Menurutku, bisa jelas terlihat satu pihak fast paced, sisi lainnya slow paced,” ungkap Anya. Meski demikian, tegas Anya, hal ini tetap tidak dapat merepresentasikan utuh seluruh mahasiswa Jabodetabek.

Iklan

Pada akhirnya, Anya menganggap hal-hal itu niscaya melekat pada mahasiswa Jabodetabek. Dalam artian, menurutnya, perkara personalia hingga kesan eksklusif mahasiswa Jabodetabek tidak perlu jadi hal yang dipusingkan.

Ia juga berpesan bahwa mahasiswa daerah lain tidak perlu merasa minder terhadap mereka yang terkesan metropolitan. Sebab, bagi Anya, menghindari perbedaan sama saja naif. Perbedaan itu niscaya ada, santai saja!

Tulisan ini diproduksi oleh mahasiswa program Sekolah Vokasi Mojok periode Juli-September 2025.

Penulis: Melvinda Eliana
Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: “Gue Tunggu Lo di Enggok-enggokan” dan Cara Berteman ala Jawakarta atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

 

 

Halaman 2 dari 2
Prev12

Terakhir diperbarui pada 22 Juli 2025 oleh

Tags: jakartaJogjaKuliah di jogjamahasiswa di jogjamahasiswa jakartamahasiswa jakarta di jogja
Melvinda Eliana

Melvinda Eliana

Artikel Terkait

Pasar Petamburan di Jakarta Barat jadi siksu perjuangan gen Z lulusan SMA. MOJOK.CO
Ragam

Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah

19 Desember 2025
Gagal dan tertipu kerja di Jakarta Barat, malah hidup bahagia saat pulang ke desa meski ijazah S1 tak laku dan uang tak seberapa MOJOK.CO
Ragam

Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia

19 Desember 2025
Keturunan Keraton Yogyakarta Iri, Pengin Jadi Jelata Jogja Saja! MOJOK.CO
Esai

Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya

18 Desember 2025
UMP Jogja bikin miris, mending kerja di Jakarta. MOJOK.CO
Ragam

Menyesal Kerja di Jogja dengan Gaji yang Nggak Sesuai UMP, Pilih ke Jakarta meski Kerjanya “Hectic”. Toh, Sama-sama Mahal

17 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Warteg Singapura vs Indonesia: Perbedaan Kualitas Langit-Bumi MOJOK.CO

Membandingkan Warteg di Singapura, Negara Tersehat di Dunia, dengan Indonesia: Perbedaan Kualitasnya Bagai Langit dan Bumi

22 Desember 2025
Menteri Kebudayaan Fadli Zon dan Wali Kota Agustina Wilujeng ajak anak muda mengenal sejarah Kota Semarang lewat kartu pos MOJOK.CO

Kartu Pos Sejak 1890-an Jadi Saksi Sejarah Perjalanan Kota Semarang

20 Desember 2025
elang jawa.MOJOK.CO

Upaya “Mengadopsi” Sarang-Sarang Sang Garuda di Hutan Pulau Jawa

22 Desember 2025
Sarjana nganggur digosipin saudara. MOJOK.CO

Dianggap Aib Keluarga karena Jadi Sarjana Nganggur Selama 5 Tahun di Desa, padahal Sibuk Jadi Penulis

22 Desember 2025
UGM.MOJOK.CO

Ketika Rumah Tak Lagi Ramah dan Orang Tua Hilang “Ditelan Layar HP”, Lahir Generasi Cemas

20 Desember 2025
Safari Christmas Joy jadi program spesial Solo Safari di masa liburan Natal dan Tahun Baru (libur Nataru) MOJOK.CO

Liburan Nataru di Solo Safari: Ada “Safari Christmas Joy” yang Bakal Manjakan Pengunjung dengan Beragam Sensasi

20 Desember 2025

Video Terbaru

Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

20 Desember 2025
SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.