Warung Jayengan Pak Tris di Jalan Yos Sudarso 158, Solo masih tetap buka meskipun pemiliknya sudah meninggal. Usaha mie nyemek ini dulunya terkenal dengan “Wedangan Pak Tres” bahkan digadang-gadang jadi menu favorit anak Joko Widodo.
Teruskan usaha warung makan milik almarhum Bapak
Sekitar tahun 2010, Slamet Sutrisno membuka usaha Wedangan Pak Tres. Mulanya, ia menjual mie nyemek di daerah Semanggi. Hingga tahun 2017, usaha itu mulai laris dan disukai oleh warga. Salah satunya karena kunjungan dan promosi dari seorang food vlogger.
Tahun 2024, Slamet Sutrisno berpulang sehingga usahanya di Solo itu dilanjutkan oleh istrinya. Namun, Selvia Devi (29) yang tak tega melihat ibunya berjuang sendirian akhirnya memutuskan untuk membantu.
“Sebenarnya ini bukan hal baru karena dulunya aku juga sering bantu bapak dan ibu jualan,” kata Selvia saat dihubungi Mojok, Senin (8/12/2025).
Namun, di awal-awal Selvia berdagang di Solo, ia mengaku kesulitan. Sejak kepergian ayahnya, Selvia berujar warung milik bapaknya mulai sepi. Orang-orang tidak percaya dengan mie nyemek buatannya.
“Ada yang bilang ‘masakannya pasti beda dengan bapak, nggak akan sama’ dan aku mengakuinya. Sampai kapan pun masakan bapak tetap yang terbaik,” ujar Salvia.
Satu kalimat dari ucapan pelanggannya itu membuat Selvia overthinking. Pikiran negatifnya mulai merembet kemana-mana. Misalnya, omongan tetangganya yang sering meremehkan, ‘makane mbien wi kuliah ben iso kerja sing bener’ (mangkanya dulu sebaiknya kuliah agar bisa mendapat kerja yang bagus).
“Dari situ, aku sempat merasa gagal dan malu dengan almarhum Bapak tapi aku berusaha semangat lagi. Aku tetap berusaha memberikan yang terbaik dan semaksimal mungkin untuk meneruskan usaha Bapak,” ujar Selvia.
Rebranding nama jadi Warung Jayengan Pak Tris di Solo
Beberapa bulan kemudian, Selvia memutuskan untuk mengubah nama Wedangan Pak Tres di Solo menjadi Warung Jayengan Pak Tris. Ia tetap mempertahankan kata Jayengan, karena sesuai dengan nama kampung tempatnya berjualan.
Kampung Jayengan di Solo sebetulnya lebih dikenal sebagai “Kampung Permata” karena didominasi oleh pedagang dan perajin permata atau perhiasan. Namun, ada pula pedagang makanan seperti Selvia yang menempati halaman ruko-ruko saat malam hari. Ketika ruko-ruko itu sudah tutup.
Sejak saat itu pula, warungnya menjadi ramai. Selvia mulai membuka Warung Jayengan Pak Tris pukul 18.20 WIB. Dari pukul 17.00 WIB, Selvia sudah harus berangkat dari rumahnya untuk menyiapkan bahan-bahan. Sebab biasanya, sebelum warung dibuka, para pelanggan di Solo sudah berdatangan.
Setelah membuka warung dan menyiapkan tikar-tikar untuk pelanggan lesehan di halaman ruko, Selvia langsung mencatat pesanan agar pelanggan tak terlalu lama menunggu. Selanjutnya, ia akan memasak sendiri menu yang dipilih pelanggan.
Kadang-kadang, masih ada pelanggan yang kebingungan memilih mie nyemek atau mie magelangan. Padahal, Selvia berujar jika keduanya adalah menu yang sama.
“Sebenarnya nasi mawut dan nasi magelangan tuh sama, perpaduan dari nasi goreng dan mie goreng yang dicampur jadi satu, tapi banyak orang yang tahu namanya ‘nasi mawut’ ada juga yang lebih kenal dengan nama ‘nasi magelangan’ tapi sebenarnya sama,” kata Selvia.
Sementara yang menjadikan mie nyemek istimewa adalah, mie goreng yang dibuat Selvia ditumis lagi dan dicampur dengan telur, sayur, serta cabe (jika ingin pedas).
Hasilkan cuan melebihi UMK Solo
Selain mie nyemek, pelanggan juga bisa memesan mie goreng atau nasi goreng. Sedangkan minumannya ada es teh atau teh panas, es jeruk atau jeruk panas, white coffee, coffee mix, good day, es sirup, susu, dan spesial jahe gepuk atau jahe susu.
Nasi mawut di Warung Jayengan Pak Tris dijual dengan harga Rp16 ribu, nasi goreng seharga Rp13 ribu, mie goreng atau mie nyemek seharga Rp12 ribu. Untuk aneka sate dan gorengan, ia jual mulai harga Rp3 ribu sampai Rp6 ribu.
Dalam sehari, Selvia mengaku bisa menjual minimal 100 porsi. Jika dihitung rata-rata per bulannya, ia bisa mendapat upah Rp36 juta. Namun, upah bersih itu pun tak pasti.
“Bersihnya memang segitu tapi tentu dipotong untuk biaya bahan baku dan operasional juga ya. Setidaknya bisa menghasilkan uang 5 kali lipat dari sekitar UMK Solo,” kata Selvia.
View this post on Instagram
Namanya pedagang, kata Selvia, tak setiap hari jualannya laku keras. Ada saja hari di mana dagangannya sepi dan kejadian-kejadian yang tak terduga lainnya. Misalnya, wajan besarnya yang bocor, sandal jepitnya yang putus, atau genangan air yang menyelimuti pergelangan kakinya hingga tumit saat Solo sedang hujan.
Hujan, selain bikin banjir, juga membuat pelanggan urung datang ke warung lesehannya. Selvia juga harus menyiapkan tenda-tenda agar pelanggan yang datang tak terkena cipratan hujan.
Warung Jayengan Pak Tris dan berkahnya untuk sekitar
Warung Jayengan Pak Tris baru tutup pukul 23.30 WIB, tapi itu pun tak tentu. Sebab biasanya, masih ada pelanggan yang datang dan nyaman untuk nongkrong. Bahkan, ada saja driver ojek online yang mampir saat Selvia sudah bersih-bersih. Karena tak enak hati menolak, Selvia pun tetap melayaninya.
“Sungkan mau nolak, kayaknya si bapak juga lapar dan sekalian mau istirahat sebentar. Jadi aku tetap masakkin,” ucapnya.
Karena terbiasa berjualan di pinggir jalan, Selvia pun menyadari bahwa masih ada orang-orang yang sedang berjuang untuk hidup hingga larut malam. Tak hanya driver ojek, tapi ada juga badut pengamen yang mendatangi pelanggannya atau pedagang tape yang ikut menawarkan tapenya.
Bahkan, ada pula menawarkan diri untuk bekerja di warungnya seperti tukang parkir, penjaga kasir, pelayan, tukang bersih-bersih, hingga pedagang lain yang menitipkan barang dagangan di warungnya–semacam menu di angkringan seperti sate usus, sosis dan gorengan.
“Aku memang pedagang kecil yang belum bisa memberikan dampak besar untuk banyak orang, tapi ada timku yang bisa mencukupi kebutuhan keluarganya dengan cara bantu aku jualan setiap hari,” kata Selvia.
Biasanya jika ada nasi yang masih tersisa, Selvia akan memasakkan nasi goreng untuk timnya usai bekerja.
“Dulu aku berpikir, didikan orang tuaku keras banget tapi ternyata itu lah bekal kehidupan yang ingin mereka ajarkan ke anaknya.” Kata Selvia.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchammad Aly Reza
BACA JUGA: Satu-satunya Warung Ikan Panggang Khas Pantura di Jogja, Makan Puas Kepala Manyung dengan Harga Murah atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan












