Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

3 Julukan Semarang yang Terdengar Menggelikan Meski Ada yang Pakai Bahasa Belanda, Julukan “Kota Lumpia” Malah Nggak Ada Keren-kerennya

Muchamad Aly Reza oleh Muchamad Aly Reza
8 Maret 2024
A A
Julukan untuk Semarang. MOJOK.CO

Ilustrasi bangunan Kota Lama di Semarang. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Sebagai ibu kota Jawa Tengah, Semarang memiliki beberapa julukan. Di antara yang paling ikonik dan populer adalah Kota Lumpia, Kota Jamu, Kota Atlas, hingga julukan “agak keren” pakai bahasa asing seperti Venetia van Java hingga Port of Java.

Namun, bagi beberapa orang asli Semarang, julukan-julukan tersebut saat ini malah terkesan menggelitik jika tersematkan pada Semarang. Seperti misalnya penuturan dari Denis (28), pegawai BUMN asal Semarang yang sempat sewa di kos yang sama dengan saya di Surabaya.

Kepada saya, Denis menguliti ketidakrelevanan antara Semarang dengan julukannya dari sudut pandang warga Semarang sendiri.

“Ada satu julukan dari bahasa asing yang menurutku nggak banget. Malah menggelitik karena nggak sesuai dengan kenyataannya,” ujar Denis, Kamis, (7/3/2024) malam WIB.

Kota Lumpia: tidak sangar dan tidak otentik

Setiap kali ke luar kota dan menyebut bahwa ia dari Semarang, setidaknya ada tiga hal yang Denis tangkap dari persepsi orang luar soal Semarang. Yakni Kota Lama, Lawang Sewu, dan lumpia.

Denis merasa tergelitik jika Semarang diidentikkan dengan lumpia. Meskipun memang pada kenyataannya lumpia menjadi makanan khas dari Semarang. Bahkan Kota Lumpia pun menjadi julukan bagi ibu kota Jawa Tengah ini.

“Memang banyak kota yang kuliner khasnya kemudian jadi julukan. Tapi kalau lumpia, agak menggelitik karena sebenarnya lumpia cuma jajanan biasa,” ujar Denis.

Ia lantas membandingkan dengan kota-kota besar lain yang mirip dengan Semarang. Misalnya Jogja dengan julukan “Kota Gudeg” atau Surabaya dengan julukan “Kota Rawon”.

Di telinga Denis, jika pakai julukan dari kuliner khas, Kota Gudeg atau Kota Rawon terdengar lebih sangar. Sementara kalau Kota Lumpia, bagi Denis malah terdengar “cupu”.

Julukan Kota Semarang, Termasuk Kota Lumpia MOJOK.CO
Lumpia, makanan khas Semarang. (Budi Puspa Wijaya/Unsplash)

Lebih dari itu, gudeg dan rawon ini memang otentik. Artinya, sepengalaman Denis, orang luar Jogja jika membuat gudeg, pasti cita rasanya jauh dari yang asli orang Jogja. Begitu juga dengan rawon.

Kalau orang luar Surabaya coba-coba membuat rawon, tentu bisa saja. Karena toh resepnya bisa dicari di internet atau YouTube. Tapi soal rasa, pasti beda dengan yang di Surabaya.

“Nah, kalau lumpia ini kayak bukan otentik. Karena banyak orang luar (daerah) yang nggak hanya bisa bikin, tapi kadang malah rasanya lebih enak dari lumpia Semarang,” bebernya.

“Bahkan orang Semarang sendiri ada yang nyebut lumpia Semarang itu bau pesing,” sambungnya. Lebih tidak otentik lagi karena kemunculan lumpia adalah berasal dari kreativitas seorang Tionghoa yang kebetulan menikah dan menetap di Semarang, seperti informasi yang termuat dalam mail.perpus.jatengprov.go.id.

Orang Tionghoa tersebut adalah Tjoa Thay Joe yang lahir di Fujian. Awalnya ia membuat makanan dengan isian daging babi dan rebung. Sampai kemudian ia bertemu dengan Wasih, orang asli Jawa yang berjualan makanan yang hampir mirip dengan yang Tjoa Thay Joe jual.

Iklan

Hanya saja, makanan milik Wasih memiliki cita rasa manis dengan isian udang dan juga kentang.

Hingga kemudian keduanya menikah dan menciptakan lumpia dengan memadukan olahan khas Tionghoa dengan Jawa.  Lumpia sendiri berasal dari dua suku kata bahasa Hokkian, yakni ‘lun’ yang berarti lembek dan ‘pia’ yang berarti kue, alias kue lembek. Seiring waktu, pengucapan lunpia berubah menjadi lumpia.

Venetia van Java: julukan sok keren

Sepintas, bagi Denis, Venetia van Java terdengar sangat keren. Sayangnya, bagi Denis, julukan tersebut saat ini sangat tidak cocok untuk Semarang

Venetia van Java sendiri merupakan julukan dari Kolonial Belanda yang artinya Venesia dari Jawa. Karena di mata orang-orang Belanda zaman dulu, Semarang sepintas memang mirip dengan Venesia, sebuah kota indah di Italia.

Sebab, mirip dengan Venesia, di Semarang juga terdapat kanal-kanal yang melintas di tengah kota. Akan tetapi, perbedaannya jomplang sekali.

“Entah zaman dulu. Tapi sekarang apa ada indahnya anak sungai yang melintas di tengah kota (Semarang) itu? Yang ada isu banjir itu loh,” ujar Denis. “Jadi jauh lah kalau pakai julukan Venetia van Java.”

Adapun kawasan yang mendapat julukan Venitia van Java tersebut antara lain sekitar Kali Plumbon, Kali Siangker, Bandara Achmad Yani, Karangayu, Krobokan, Bandarharjo, Mangkaang, Tugu Muda, Simbang Lima, Genuk, hingga perbatasan Demak.

Denis lalu membandingkan dengan julukan daerah lain yang pakai bahasa asing. Misalnya yang paling dekat adalah Magelang yang berjuluk Nepal van Java. Tepatnya merujuk pada pedesaan di Kaliangkrik yang berada di lereng Gunung Sumbing.

“Kalau merekamnya pakai kamera drone, panorama Kaliangkrik 11-12 kan dengan Nepal,” ungkap Denis sembari meminta saya mencocokkan foto-foto Nepal van Java dengan Nepal yang asli.

Baca halaman selanjutnya…

Tak pantas dapat julukan Kota Atlas

Halaman 1 dari 2
12Next

Terakhir diperbarui pada 8 Maret 2024 oleh

Tags: jawa tengahjulukan semarangkota lumpialumpianepal van javapilihan redaksiSemarang
Muchamad Aly Reza

Muchamad Aly Reza

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Menteri Kebudayaan Fadli Zon dan Wali Kota Agustina Wilujeng ajak anak muda mengenal sejarah Kota Semarang lewat kartu pos MOJOK.CO
Kilas

Kartu Pos Sejak 1890-an Jadi Saksi Sejarah Perjalanan Kota Semarang

20 Desember 2025
UGM.MOJOK.CO
Ragam

Ketika Rumah Tak Lagi Ramah dan Orang Tua Hilang “Ditelan Layar HP”, Lahir Generasi Cemas

20 Desember 2025
Gedung Sarekat Islam, saksi sejarah dan merwah Semarang sebagai Kota Pergerakan MOJOK.CO
Kilas

Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik

20 Desember 2025
Elang Jawa terbang bebas di Gunung Gede Pangrango, tapi masih berada dalam ancaman MOJOK.CO
Ragam

Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka

19 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Keturunan Keraton Yogyakarta Iri, Pengin Jadi Jelata Jogja Saja! MOJOK.CO

Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya

18 Desember 2025
UGM.MOJOK.CO

UGM Berikan Keringanan UKT bagi Mahasiswa Terdampak Banjir Sumatra, Juga Pemulihan Psikologis bagi Korban

18 Desember 2025
Pontang-panting Membangun Klub Panahan di Raja Ampat. Banyak Kendala, tapi Temukan Bibit-bibit Emas dari Timur Mojok.co

Pontang-panting Membangun Klub Panahan di Raja Ampat. Banyak Kendala, tapi Temukan Bibit-bibit Emas dari Timur

17 Desember 2025
Pasar Petamburan di Jakarta Barat jadi siksu perjuangan gen Z lulusan SMA. MOJOK.CO

Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah

19 Desember 2025
Riset dan pengabdian masyarakat perguruan tinggi/universitas di Indonesia masih belum optimal MOJOK.CO

Universitas di Indonesia Ada 4.000 Lebih tapi Cuma 5% Berorientasi Riset, Pengabdian Masyarakat Mandek di Laporan

18 Desember 2025
Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat "Suami" bahkan "Nyawa" Mojok.co

Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”

19 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.