Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

Susahnya Merantau ke Glodok Jakarta Barat: Strategis buat Bisnis, tapi Omzet Ludes buat Ngasih Makan Preman dan Ormas

Ahmad Effendi oleh Ahmad Effendi
14 Maret 2025
A A
UMR Jakarta, merantau ke jakarta.MOJOK.CO

Ilustrasi - Butuh Gaji Rp15 Juta untuk Hidup Nyaman di Jakarta, Perantau yang Miskin Kudu Rela Tinggal Bersama Kecoa-Tikus dan Melahap Makanan Sisa (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Glodok, Jakarta Barat, adalah kawasan strategis untuk berbisnis. Sialnya, banyak usaha terganggu karena keberadaan para preman dan ormas. Tak sedikit dari bisnis ini yang akhirnya gulung tikar. 

***

Awal 2025 lalu, Fian pulang ke Jogja setelah setahun merantau ke Glodok, Jakarta Barat. Alasannya pulang karena tempat kerjanya sudah tak mampu lagi menggaji karyawan.

“Udah kukutan. Makanya kami dipulangkan,” kata lelaki asal Sleman ini, Kamis (13/3/2025) malam.

Di Jakarta, Fian bekerja di sebuah toko elektronik. Bisnis itu dimiliki oleh seorang pengusaha asal Jogja. Pemiliknya punya beberapa toko serupa di beberapa pasar.

Sejak 2022 lalu, setelah pandemi Covid-19, pemiliknya “buka cabang” di Glodok, Jakarta Barat. Karena kenal dengan pemilik, setelah lulus SMA pada 2024, ia diajak kerja di toko elektronik tersebut.

“Waktu kami kerja, ya kayak bisnis kebanyakan. Normal-normal aja. Keluar-masuk barang lancar, gaji kami juga lancar. Gaji layak juga,” ungkap Fian.

Glodok, surganya bisnis di Jakarta Barat

Glodok, Jakarta Barat, memang terkenal sebagai “surganya bisnis”. Segala jenis usaha ada di sini. Tak heran, kalau kawasan ini dipadati perantau dari luar daerah untuk mengais rezeki.

Kalau ditarik dari sejarahnya sendiri, transformasi Glodok sebagai pusat bisnis sudah berlangsung sejak 1629. Kala itu, kongsi dagang Hindia Belanda (VOC) memusatkan orang-orang Tionghoa di Glodok. Tujuannya agar mudah diawasi.

Namun, keberadaan mereka justru memicu gairah ekonomi di kawasan tersebut. Orang-orang Tionghoa ini justru mampu survive dengan membangun usaha di Glodok, Jakarta Barat.

Alhasil, Glodok pun bertransformasi menjadi pusat dagang komunitas Tionghoa. Seiring pergantian zaman, kelompok masyarakat lain mulai memadati daerah tersebut.

Meski sempat mengalami berbagai gejolak, termasuk gelombang kerusuhan sepanjang 1998, Glodok cepat bangkit. Hingga kini, kawasan ini pun menjadi jujugan para perantau untuk mencari kerja.

Sisi gelap Glodok, banyak preman dan ormas

Meskipun terkenal sebagai pusat bisnis dan berkumpulnya para perantau, ada sisi gelap yang dimiliki Glodok, Jakarta Barat. Di sana banyak preman dan ormas yang rajin “minta jatah” ke pelaku usaha. Hal ini dirasakan betul oleh Fian selama bekerja di sana.

“Awalnya aku mikir, kalau preman sih di mana-mana pasti ada. Kayak parkir liar, setoran-setoran gitu, di Jogja juga banyak,” jelasnya. “Tapi di Glodok ini beda. Lebih serem,” sambung Fian.

Iklan

Salah satu yang ia ingat, misalnya, pada suatu siang tokonya didatangi oleh sekelompok pria berseragam ormas. Mereka datang membawa kertas terbungkus map kuning.

Di dalamnya terdapat sebuah proposal. Isi proposal tersebut, Fian masih ingat betul bunyinya: “uang keamanan”. Jumlah yang diminta pun tak sedikit, yakni Rp10 juta sebulan.

“Itu udah setara gaji 3 karyawan,” kata Fian.

Hampir semua tempat usaha dimintai uang keamanan

Belakangan, Fian baru memahami kalau mereka adalah ormas setempat yang meminta setoran. Pada titik ini ia benar-benar kaget, mengingat nominal setoran yang diminta amat besar.

Kendati sangat memberatkan, bos Fian menjelaskan kalau hal tersebut sudah biasa terjadi di Glodok, Jakarta Barat. Bahkan, hampir semua tempat usaha di sana merasakannya.

Biasanya, preman dan ormas–entah bagaimana membedakannya–bakal mendatangi tempat-tempat usaha sambil membawa proposal. Isi proposalnya beragam. Ada yang judulnya “uang keamanan”, “uang ketertiban”, bahkan ada juga yang “iuran tetap ke akamsi”.

Jumlahnya juga tak main-main. Biasanya tergantung besar kecilnya usaha tersebut. “Jadi uang Rp10 juta masih dianggap wajar. Soalnya ada yang setoran lebih besar,” jelas Fian.

Risikonya besar kalau nggak ngasih setoran

Kemudian saya pun bertanya: seandainya tempat usaha itu nggak mau ngasih, apa yang bakal terjadi? 

Jujur, Fian pun mengaku tak mengetahuinya. Sebab, selama setahun kerja di Glodok, Jakarta Barat, belum ada gangguan-gangguan lain.

“Soalnya emang rutin ngasih setoran, jadi tempatnya nggak digangguin lagi,” kata dia.

Namun, yang Fian dengar dari bosnya, ada beberapa tempat usaha yang “dijahilin” karena nggak mau bayar setoran. Misalnya, tiap harinya bakal ada preman-preman lokal yang datang mengganggu.

Bahkan, ada yang lebih parah. Preman-preman ini nggak cuma datang minta duit, tapi juga ngacak-acak barang dagangan. Pedagang itu sebenarnya sudah beberapa kali melaporkannya ke pihak berwajib, tetapi selalu tak ada respons.

“Makanya, daripada ribet, banyak toko milih bayar setoran bulanan aja. Biar nggak diganggu preman lagi,” ungka Fian.

Namun, akibat kudu ngasih makan preman itu, tak sedikit usaha yang akhirnya gulung tikar. Contohnya adalah tempat kerja Fian. 

Glodok dengan preman memang punya sejarah panjang. Dari berbagai sumber berita, di kawasan ini memang beberapa kali terjadi bentrokan antarkelompok. Meski isu sempat mereka, kejadian serupa kembali terjadi.

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Kerasnya Hidup di Tambora Jakarta Barat, Perantau Berbagi Ruang dengan Tikus dan Kecoa di Kos Kumuh atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Terakhir diperbarui pada 14 Maret 2025 oleh

Tags: glodokglodok jakarta baratjakartaJakarta Baratkerja di jakartaormaspreman jakarta
Ahmad Effendi

Ahmad Effendi

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Pasar Petamburan di Jakarta Barat jadi siksu perjuangan gen Z lulusan SMA. MOJOK.CO
Ragam

Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah

19 Desember 2025
Gagal dan tertipu kerja di Jakarta Barat, malah hidup bahagia saat pulang ke desa meski ijazah S1 tak laku dan uang tak seberapa MOJOK.CO
Ragam

Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia

19 Desember 2025
UMP Jogja bikin miris, mending kerja di Jakarta. MOJOK.CO
Ragam

Menyesal Kerja di Jogja dengan Gaji yang Nggak Sesuai UMP, Pilih ke Jakarta meski Kerjanya “Hectic”. Toh, Sama-sama Mahal

17 Desember 2025
Alumnus ITB resign kerja di Jakarta dan buka usaha sendiri di Bandung. MOJOK.CO
Sosok

Alumnus ITB Rela Tinggalkan Gaji Puluhan Juta di Jakarta demi Buka Lapangan Kerja dan Gaungkan Isu Lingkungan

12 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Hari ibu adalah perayaan untuk seluruh perempuan. MOJOK.CO

Ironi Perayaan Hari Ibu di Tengah Bencana Aceh dan Sumatra, Perempuan Makin Terabaikan dan Tak Berdaya

24 Desember 2025
elang jawa.MOJOK.CO

Melacak Gerak Sayap Predator Terlangka di Jawa Lewat Genggaman Ponsel

23 Desember 2025
Sarjana nganggur digosipin saudara. MOJOK.CO

Dianggap Aib Keluarga karena Jadi Sarjana Nganggur Selama 5 Tahun di Desa, padahal Sibuk Jadi Penulis

22 Desember 2025
Bagian terberat orang tua baru saat hadapi anak pertama (new born) bukan bergadang, tapi perasaan tak tega MOJOK.CO

Katanya Bagian Terberat bagi Bapak Baru saat Hadapi New Born adalah Jam Tidur Tak Teratur. Ternyata Sepele, Yang Berat Itu Rasa Tak Tega

18 Desember 2025
Benarkah Keturunan Keraton Jogja Sakti dan Bisa Terbang? MOJOK.CO

Benarkah Keturunan Keraton Jogja Sakti dan Bisa Terbang?

18 Desember 2025
Terpaksa jadi maling, buronan polisi, hingga masuk penjara karena lelah punya orang tua miskin MOJOK.CO

Terpaksa Jadi Maling-Mendekam di Penjara karena Lelah Punya Orang Tua Miskin, Sejak Kecil Hanya Bisa Ngiler ke Hidup Enak Teman Sebaya

22 Desember 2025

Video Terbaru

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

23 Desember 2025
Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

20 Desember 2025
SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.