Demi bisa makan, seorang pemuda korban PHK asal Sukabumi, Jawa Barat, sempat rela beberapa kali donor darah ke Palang Merah Indonesia (PMI). Sebab, dari situlah kemudian perutnya bisa terisi.
Pandemi Covid-19 memang membuat banyak orang berada di titik terendah masing-masing. Terutama bagi kalangan kelas menengah bawah lantaran kondisi ekonomi yang morat-marit.
Dhiaz (24) menjadi salah satu orang yang harus mengalami keterpurukan di momen-momen tersebut. Situasi yang membuatnya harus melakukan “tindakan ekstrem” untuk bertahan hidup.
Kena PHK hingga kelaparan di Sukabumi
Jauh sebelum Covid-19 memporak-porandakan dunia 2020 silam, Dhiaz sudah sempat bekerja di Sukabumi, Jawa Barat. Lalu kabar buruk datang.
Kondisi tempat kerjanya agak morat-marit akibat pembatasan-pembatasan yang terjadi di masa Pandemi. Imbasnya, PHK harus dilakukan untuk mengurangi beban ongkos karyawan. Sialnya, Dhiaz menjadi salah satu yang kena PHK.
“Kondisi serba sulit. Aku ingat, berbulan-bulan aku nggak ada pemasukan. Uang tabungan terus menipis,” ujar pemuda asal Sukabumi tersebut kepada Mojok, Jumat (19/7/2024) pagi WIB.
“Alhasil setiap hari harus mikir bagaimana caranya bisa makan dan bertahan hidup,” sambungnya getir mengenang masa-masa sulit yang telah lewat itu.
Donor darah di PMI Sukabumi demi bisa makan
Dalam situasi yang makin terhimpit, Dhiaz dengan terpaksa menjual beberapa barang pribadinya. Bahkan ia mengaku pernah sampai mengamen. Pokoknya yang penting bisa dapat uang untuk beli makan.
Sebab, seiring bergulirnya waktu ia juga masih kesulitan mendapat pekerjaan. Pasalnya, banyak perusahaan dan tempat kerja lain yang juga tengah struggle untuk pulih dari keambrukan yang mereka alami.
Kondisi yang seperti itu tentu membuat keuangan Dhiaz tidak pasti. Kadang pegang uang, lebih sering tidak sama sekali.
Jika sudah dalam kondisi kantong kering, pemuda Sukabumi itu pun mencoba mencari makan di PMI Sukabumi.
“Kalau nggak ada duit dan sangat lapar, aku suka pergi ke PMI di Sukabumi untuk donor darah,” tutur Dhiaz. Itulah “tindakan ekstrem” yang harus ia ambil.
“Karena setelah donor darah suka dikasih snak dan minuman. Setidaknya itu cukup lah buat ganjal perut,” sambung pemuda Sukabumi yang ramah tersebut.
Momen donor darah ke PMI demi bisa makan itu tidak hanya terjadi satu kali, tapi akhirnya berlangsung beberapa kali. Jika sudah dalam kondisi yang sangat mendesak, perut keroncongan sampai lemas, ia akan berangkat ke PMI untuk donor darah, lalu pulang-pulang bawa snak dan air mineral.
Diselamatkan doa ibu
Dhiaz menceritakan masa-masa itu dengan tawa. Ia tak menyangka saja kalau ternyata masa-masa tersebut bisa ia lewati. Terlebih saat ini bisa dibilang kehidupannya di Sukabumi jauh lebih baik.
Setidaknya saat ini ia tak sampai merasakan kelaparan yang amat sangat seperti masa-masa itu. Kalau toh sangat lapar, ia tidak perlu lagi sampai ke PMI Sukabumi untuk mendonorkan darah demi mendapat snak.
“Utamanya berkat doa ibu yang tak putus-putus. Akhirnya suatu kali ada lah seseorang yang masih mau percaya padaku, orang yang sempat kena PHK dan sulit cari kerja ini,” ucap Dhiaz.
Setelah mengalami masa sulit nan sengsara itu, Dhiaz sempat dipercaya meng-handle marketing sebuah perusahaan (ia enggan menyebut nama jelas perusahaan yang menolongnya tersebut).
“Lalu takdir membawaku ke posisi sekarang, mengurus sebuah masjid populer di Sukabumi,” terang Dhiaz.
Dhiaz saat ini menjadi CEO dari Masjid Sejuta Pemuda (bernama asli Masjid At-Tin) yang beralamat di Jl. Lamping, Gedongpanjang, Citamiang, Kota Sukabumi.
Masjid tersebut sebenarnya baru buka empat bulan ini. Akan tetapi di media sosial memang menjadi sorotan lantaran menyuguhkan konsep masjid yang tidak seperti masjid-masjid pada umumnya di Indonesia.
Saya dan Dhiaz lalu membuat janji untuk berbincang mengenai Masjid Sejuta Pemuda secara khusus. Semoga hasil obrolan kami bisa lekas tayang. Karena masjid tersebut benar-benar menyuguhkan corak kemasjidan yang berbeda.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Hammam Izzuddin
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.