Banyak orang menilai kalau menjadi anak abdi negara—entah TNI, Polisi, dan lain-lain—itu enak. Bergelimang kecukupan, pendidikan dan kehidupan serba terjamin. Namun, ada juga anak abdi negara yang mengeluh karena menjadi anak abdi negara berarti harus siap hidup dalam tekanan dan tuntutan.
***
Belakangan nama putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, habis jadi bulan-bulanan publik tanah air. Baik di media sosial maupun di dunia nyata (yang disuarakan oleh massa aksi saat demo di berbagai daerah). Alasannya tentu teman-teman pembaca sudah tahu lah: ada upaya dari Jokowi untuk memuluskan langkah Keasang maju Pilkada 2024.
Sebelumnya, Gibran Rakabumung Raka (kakak Kaesang, putra sulung Jokowi) pun juga mendapat perlakuan yang sama saat maju menjadi Cawapres RI.
Ada banyak ungkapan sarkas yang dilayangkan publik pada dua putra Jokowi tersebut. Satu di antaranya: enak sekali jadi anak Presiden (Jokowi), nggak usah bingung batasan usia, bingung pengalaman kerja, atau pusing-pusing mikir IPK. Karena pekerjaan sudah dicarikan sama bapak lewat “jalur dalam”.
Sialnya, anggapan tersebut kok juga menyasar pada anak dari abdi negara seperti Wardani (25), bukan nama asli. Ia adalah anak dari pasangan TNI dan seorang dokter di Jawa Tengah (ia meminta agar nama daerahnya tak disebut).
Anggapan anak abdi negara bisa kerja lewat orang dalam
Sudah sejak SMA Wardani mendapat anggapan tersebut. Ketika tahu kalau ia adalah anak dari abdi negara, maka ada saja yang bilang kalau Wardani sudah tidak perlu mengkhawatirkan hidup.
“Di masa kuliah pun begitu. Guyonan temen-temen, mereka kuliah Kedokteran mati-matian buat jadi dokter pun belum tentu bakal semudah itu jadi dokter. Kalau aku, bapak sama ibuku pasti sudah punya kenalan yang nanti bisa buat nitipin aku,” ujar Wardani saat kembali saya hubungi, Sabtu (24/8/2024) sore WIB setelah terakhir berkomunikasi pada Maret 2024 lalu.
Wardani sebenarnya tidak memungkiri fakta tersebut. Bahwa ia di masa-masa akhir kuliahnya di sebuah kampus di Solo, Jawa Tengah awal 2024 lalu sudah mendapat bisik-bisik dari orang tuanya perihal kenalan-kenalan mereka di dunia kedokteran.
Namun, dari hati terdalam, ia memang ingin mencoba berjuang sendiri untuk menjadi seorang dokter. Tanpa bantuan “orang dalam” dari orang tuanya yang seorang abdi negara.
Hidup penuh tata aturan itu nggak nyaman
Wardani memang sudah terbiasa hidup dalam tata aturan dan laku disiplin serba ketat dari sang bapak yang abdi negara. Jatah main terbatas, waktu belajar dan les sangat banyak, dan berbagai sikap disiplin lainnya.
Namun, jujur saja, bagian disiplin tersebut bagi Wardani di titik tertentu sangat menjemukan dan melelahkan.
“Dulu sekolah aku nggak peringkat lima besar aja pasti jam belajarku ditambah. Sekarang kuliah pun begitu, IPK nggak bagus juga langsung diinterogasi,” keluh Wardani.
Yang paling tidak enak, di masa-masa kuliahnya di Solo, ia benar-benar mendapat pantauan serius. Tidak boleh sering keluar malam, mau ke mana dan dengan agenda apa harus lapor melalui video call.
“Mungkin nggak semua anak abdi negara mengalami seperti aku ya. Tapi kalau aku begitu, nah itu kan poin yang luput dilihat banyak orang. Ngelihatnya anak abdi negara hidupnya enak-enak aja,” sambung Wardani bersungut-sungut.
Sulitnya cari pasangan bagi anak abdi negara
Setelah bertahun-tahun, pada 2024 ini akhirnya Wardani punya gandengan yang mendapat restu dari orang tuanya, seorang pemuda yang juga merupakan calon abdi negara (TNI).
Pada dasarnya, Wardani tak memasang standar tinggi untuk laki-laki yang bakal jadi pasangannya. Pokoknya yang penting pekerja keras dan bertanggung jawab.
Ia pun mengaku awalnya tak begitu tertarik dengan laki-laki berseragam. Baik TNI ataupun Polisi. Itulah kenapa ia sempat menjalin hubungan dengan seorang laki-laki biasa. Bukan laki-laki calon abdi negara atau bahkan juga anak dari abdi negara. Sayangnya, saat orang tua Wardani tahu, hubungan Wardani dan pasangannya itu pun terpaksa harus berakhir.
“Diomongin panjang lebar. Intinya gini, ibu itu dokter, bapak tentara. Maka, paling tidak pacar atau calon suamiku itu nanti ya setara lah. Kalau nggak dokter, ya tentara. Simpelnya gitu. Atau ya menengah atas lah. Bener-bener harus cari pasangan yang “sempurna” nggak sih,” ungkap Wardani.
Wardani mengaku tertekan dengan tuntutan orang tuanya tersebut. Sebab, seolah-olah orang tuanya memandang seseorang hanya dari kelas sosialnya saja.
“Aku anak dokter dan tentara. Dari kecil sudah mereka upayakan hidup kecukupan. Nah, oleh karena itu ibu dan bapak nggak mau kalau ada laki-laki yang malah mau ngajak aku hidup susah,” imbuhnya.
Sejak putus itu (2018-an), Wardani sempat menjomblo lama. Sebenarnya banyak laki-laki yang mencoba mendekatinya. Akan tetapi, saat tahu kelas sosialnya, Wardani memilih menghindar ketimbang ia harus merasa sakit lagi karena diminta putus oleh orang tua. Meskipun sebenarnya ia merasa cocok.
“Kalau ke anakmu kelak, apa kamu juga bakal melakukan hal yang sama? Kan pasanganmu juga calon abdi negara, lalu kamu kan dokter,” tanya saya iseng.
Wardani malah tertawa. Ia sebenarnya sudah memikirkan soal itu. Tapi ia belum mau memikirkannya terlalu jauh. Bingung.
BACA JUGA: Nestapa Pemuda Nganjuk 4 Kali Gagal Lolos Seleksi TNI-Polri, Gugur Gara-gara Makan Mie
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News