Banyak mendapat kritikan
Selain itu, program Guru Penggerak dianggap menciptakan kasta di kalangan pengajar. Pemerhati pendidikan, Doni Koesoma mengatakan program ini membuat ada akses tidak merata bagi para guru.
“Kalau Guru Penggerak hanya nol koma berapa persen dari 5 juta guru kita. Itu yang menjadi guru canggih apa bisa dia transformasi ke empat juta guru kita yang lain. Yang kita butuhkan kita serentak bergerak 5 juta itu menjadi guru penggerak bersama-sama,” tuturnya pada program YouTube Vox Populi Institute Indonesia.
Hal serupa juga pernah menjadi kritikan dari pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan Yogyakarta, Muhammad Nur Rizal. Menurutnya tidak semua guru punya akses yang sama terhadap program ini.
“Itu bisa memicu kastanisasi di lingkungan pendidikan,” katanya dalam diskusi daring guru memperingati Hari Pendidikan Nasional, Hari Kebangkitan Nasional dan Hari Lahir Pancasila pada Rabu 1 Juni 2022 silam melansir Tempo.
“Program Guru Penggerak niatnya baik, namun caranya perlu diperbaiki agar memberi kesempatan tak hanya guru berprestasi dari sekolah unggulan saja,” imbuhnya.
Hingga saat ini, program Guru Penggerak sudah memasuki angkatan ke-11. Mendikbud Nadiem Makarim menyebut sudah ada lebih dari 55 tenaga pendidikan yang mendapat sertifikasi tersebut. Guru Penggerak ia anggap sebagai kunci keberlanjutan Kurikulum Merdeka Belajar.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News