Hingga hari kelima gelaran Campus League 2025 Futsal Regional Jogja antar-kampus/mahasiswa, lapangan GOR Ki Bagoes Hadikoesoemo Universitas Islam Indonesia (UII) menjadi saksi beragam laga dengan tensi tinggi.
Ketegangan antar-pemain di dalam lapangan kerap terjadi. Entah karena permainan kasar atau aksi provokasi. Dari bench official pun begitu. Saling sorak hingga protes keras ke wasit turut mewarnai. Wasit pun tak segan melayangkan kartu kuning ke bench beberapa tim sebagai teguran.
Lihat postingan ini di Instagram
Serba cepat di lapangan futsal
Sekali pluit ditiup—sebagai tanda permainan berlangsung—para pemain futsal harus mendayagunakan seluruh energi dalam tubuh dan pikirannya untuk membobol gawang lawan, atau bertahan dari serangan yang mengancam gawang sendiri.
Serba cepat. Begitu lah yang harus para pemain lakukan di lapangan. Mengambil keputusan cepat, berpikir cepat untuk mengalirkan bola, hingga bergerak gesit untuk membuka ruang di tengah ruang sempit.
Situasinya memang sedikit berbeda dari sepak bola di lapangan hijau. Para pemain futsal harus bermain dalam situasi:
- Ukuran lapangan yang lebih kecil. Umumnya 25×15.
- Di lapangan yang kecil itu, 10 pemain harus saling beradu, dengan efektif 4 pemain (di luar kiper) mengendalikan bola.
- Ukuran lapangan yang kecil juga membuat para pemain harus cerdik-cerdiknya memanfaatkan ruang dan mengontrol bola. Sebab, tidak presisi sedikit saja, bola bisa meluncur deras keluar lapangan.
- Waktu futsal lebih pendek, yakni 2×20 menit. Itu membuat para pemain harus benar-benar mengoptimalkan waktu jika tidak ingin kalah.
Rivalitas, gengsi, dan ambisi futsal antar-kampus/mahasiswa
Hal-hal di atas memang sangat memengaruhi intensitas futsal. Namun, intensitas itu bisa memicu tensi dan emosi jika tim yang bermain membawa rivalitas atau gengsi masing-masing.
Begitu yang terjadi di Campus League 2025 Futsal Regional Jogja by Polytron. Gengsi dan rivalitas antar-kampus akhirnya membuat tensi permainan menjadi tinggi. Di titik tertentu bahkan memicu friksi di lapangan.
Misalnya di grup mahasiswa putri: Rivalitas antara tim futsal kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Senin, (10/11/2025) membuat pertandingan berlangsung dengan nuansa “penuh tekanan dan ketegangan”.

Di grup putra, nyaris setiap tim yang bertanding menciptakan drama tersendiri di lapangan. Sebab, selain rivalitas dan gengsi, mereka yang turun di Campus League 2025 juga bermain dengan ambisi: Menang dan juara, untuk mengukuhkan diri sebagai salah satu kampus dengan tim futsal terkuat.

Era baru Timnas…
Senin siang itu, saya bertemu dengan Rio Pangestu. Salah satu pemain Timnas Futsal Indonesia dan pemain klub futsal Bintang Timur Surabaya yang sengaja datang untuk menonton Campus League 2025 Regional Jogja.
Rio menilai, futsal semakin berkembang menjadi olahraga yang banyak diminati di tengah dominasi sepak bola dan bulu tangkis.
“Liga-liga futsal sudah bergulir konsisten. Kompetisi tingkat mahasiswa juga banyak. Itu semakin membuka asa bagi para pemain muda, dari sekadar hobi lalu menjadikan futsal sebagai tujuan karier,” ujar Rio.
Lihat postingan ini di Instagram
Lebih-lebih, sejak 2022 lalu, Timnas Futsal Indonesia bisa dibilang telah memasuki “era baru”: Era yang lebih gemilang. Rekap perjalanan Timnas Futsal Indonesia sebagai berikut:
- Posisi ketiga AFF Futsal Championship 2003
- Posisi keempat AFF Futsal Championship 2005
- Runner-up di AFF Futsal Championship 2006
- Juara AFF Futsal Championship 2010
Sejak juara itu, prestasi Timnas Futsal Indonesia justru mengalami stagnansi.
- Hanya mampu finis di posis ketiga dan keempat dalam rentang 2012 hingga 2014
- Tak ikut kompetisi imbas sanksi pembekuan PSSI pada 2015
- Tersingkir di fase grup AFF Futsal Championship 2016 dan 2017
- Runner-up SEA Games 2017 dan 2021
- Posisi ketiga AFF Futsal Championship 2018
- Runner-up di AFF Futsal Championship 2019
Timnas Futsal Indonesia benar-benar kesusahan untuk meraih kembali gelar juara.
Pasca Covid-19, Timnas Futsal Indonesia masih harus puas sebagai runner-up di AFF Futsal Championship 2022. Namun, di tahun 2024, Timnas Futsal Indonesia berhasil kembali meraih gelar juara dan terus menunjukkan tren positif.
Di antaranya, Timnas Futsal Indonesia keluar sebagaia juara di CFA International Tournament 2025 pada September lalu, usai berhadapan dengan negara selevel Denmark hingga Selandia Baru.
Emosi tak terkendali di lapangan: batu sandungan
Atas perkembangan kompetisi futsal nasional dan prestasi Timnas, Rio menilai bahwa saat ini banyak anak-anak muda yang memasang target: Tidak hanya bisa bermain di level kompetisi profesional bersama klub, tapi juga menembus Skuad Garuda.
Namun, tentu tidak mudah untuk menjadi bagian dari Timnas. Kecuali seorang pemain punya daya tawar lebih di mata pelatih.
“Skill tentu disorot. Tapi tim pencari bakat juga melirik kematangan emosi seorang pemain,” jelas Rio.

Oleh karena itu, ia meminta para pemain muda, sejak di level kompetisi antar-kampus, tidak hanya fokus mengasah skill. Tapi juga berlatih mengontrol emosi dan sikap di lapangan.
“Kalau skill bagus, tapi di lapangan emosian, suka ribut-ribut, itu jadi penilaian minor, jadi batu sandungan. Kan sayang bakat pemain bagus akhirnya nggak dilirik klub bahkan Timnas gara-gara itu,” ujar Rio. “Selain juga harus disiplin. Disiplin latihan, disiplin waktu.”
Belajar dari Rio Pangestu
Dulu, jauh sebelum menjadi pemain profesional dan tembus Timnas, Rio sudah melewati beragam fase tersebut.
“Saya itu selain berlatih di klub juga berlatih mandiri. Itu yang terpenting untuk menjaga skill dan stamina,” ujarnya.
Urusan pola makan dan tidur ia perhatikan betul. Nah, mumpung para pemain yang turun di Campus League 2025 masih muda, Rio mengimbau agar asupan-asupan yang masuk tubuh sebagai penunjang kebugaran jasmani jangan dianggap sepele.

Misalnya yang Rio contohkan: Mengurangi makan gorengan, makan atau minum dengan kadar gula berlebih, dan hindari bergadang. Hal-hal itu biasanya lekat dengan kehidupan anak kampus—apalagi anak kos.
“Mungkin tidak enak rasanya. Tapi harus dilakukan kalau memang benar-benar mau kejar karier di futsal,” tegasnya.

Sementara perihal olah emosi, ada satu paradigma yang mengendap di kepala Rio.
“Emosi, bikin rusuh di lapangan, itu merugikan di dua hal. Satu, merugikan tim. Misalnya karena emosi, bikin rusuh, konsentrasi buyar, terus tim kalah. Bisa juga gara-gara rusuh tim kena sanksi. Kedua, buat diri sendiri. Karena itu bisa menghambat kita ke jenjang karier selanjutnya karena label pemain problematik,” pungkas Rio.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Di Balik Tangkapan Jitu Kiper Futsal UGM: Cedera di Jari Tangan hingga Doa Orang Tua yang Selalu Mengiringi atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan












