Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Mendalam

Posisi “Nanggung” Jurusan Filsafat: Terjebak Kejumudan, Tereduksi, dan Negara Tak Sediakan Industrinya

Melvinda Eliana oleh Melvinda Eliana
21 Agustus 2025
A A
Posisi nanggung jurusan Filsafat di tengah turunnya minat mahasiswa baru MOJOK.CO

Ilustrasi - Posisi nanggung jurusan Filsafat di tengah turunnya minat mahasiswa baru. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Tren angka (calon mahasiswa baru) peminat jurusan Filsafat UGM disebut menurun setelah mengalami lonjakan tajam di tahun 2021 sejumlah 1073 orang. Menurut data dari Good Stats, kian tahun peminat jurusan Filsafat UGM kian menurun dengan 743 peminat di tahun 2024. Sementara data SNBT 2025, peminatnya turun lagi menjadi 535.

Meski begitu, berdasarkan data tempo.co, UGM tetap patut bangga. Sebab Filsafat UGM setidaknya telah tersingkirkan dari jajaran jurusan sepi peminat.

Posisi nanggung antara hilangnya label “tak laku” sekaligus menurunnya pendaftar pada Filsafat UGM jadi tantangan baru bagi institusi Filsafat UGM sendiri. Tentu  juga bagi institusi Filsafat di kampus-kampus lain.

Penyangsian relevansi

Ini artinya, beban Fakultas Filsafat untuk mampu mengembangkan ilmu Filsafat di Indonesia kian nyata. Kendati demikian, muncul pertanyaan baru: Apakah Fakultas Filsafat–di berbagai kampus–sebagai institusi sudah benar-benar punya kapabilitas untuk itu?

Penyangsian relevansi jurusan filsafat acap kali hadir, tapi hal ini sebetulnya bukan sesuatu yang mengherankan. Rodinal Khair (Odi), dosen Fakultas Filsafat UGM mengemukakan bahwa filsafat secara keilmuan tidak mungkin tertinggal. Namun, secara metodologi memang masih berada di baris belakang.

Menurutnya, hal ini tampak dari mahasiswa filsafat yang gagap ketika harus melakukan penelitian lapangan.

“Sebenarnya (di beberapa institusi Filsafat) ada mata kuliah yang harusnya menaungi materi penelitian, tapi ternyata juga nggak efektif dan signifikan, karena mahasiswa masih sering kebingungan dengan teknis penelitian,” jelas Odi, sapaan akrabnya, saat Mojok hubungi belum lama ini.

Kemapanan “dapur” jurusan Filsafat sebagai institusi

Menurut Odi, sejumlah institusi Filsafat memang tidak terlalu mengakomodir mata kuliah pengetahuan praktikal. Padahal pengetahuan tersebut penting untuk menunjang kompetensi mahasiswa.

Selain itu, kurikulum jurusan Filsafat di sejumlah kampus memang harus terus dikembangkan. Sebab, Filsafat sebagai induk ilmu juga harus berkembang meniti zaman.

Bagi Odi, pengetahuan (misalnya) perihal data analysist yang kini jadi basis penting, seharusnya dapat dihadirkan di ruang kelas.

Jangankan merombak kurikulum…

Sayangnya, kerap kali institusi Filsafat terkesan “mapan” dengan dapurnya. Jangankan merombak kurikulum, banyak mahasiswa jurusan Filsafat–di sejumlah kampus–mengeluhkan materi PPT dosen yang masih terjebak di tahun 2000-an.

Pada beberapa kasus, para mahasiswa tentu mengkritik cara ajar dosen yang terkesan sekadar mendikte dan berpaku pada buku tertentu.

Maka, Odi merasa perlu adanya pengembangan kompetensi dari dosen di jurusan Filsafat sendiri. Terutama bagaimana menyajikan Filsafat sebagai benar-benar induk ilmu–yang semestinya terus relevan dengan kebutuhan zaman.

“Memang tampaknya masih panjang perjalanan Filsafat sebagai institusi untuk berevolusi, yakni mengevaluasi lagi dapurnya dan terus berproses serta berkembang. Makanya banyak yang bilang untuk hapuskan saja filsafat, tapi tunggu dulu…,” tutur Odi

Iklan

Ramai-ramai “membunuh” induk ilmu

Cara berpikir pragmatis (kuliah semata untuk bekerja) telah menghantarkan masyarakat untuk menghapuskan jurusan Filsafat. Upaya–atau paling tidak simtom upaya–meniadakan filsafat ini eksis tidak hanya dalam masyarakat umum saja, tapi juga lingkungan akademik.

“Lagi-lagi, filsafat ini posisinya ngambang, sebenarnya di ilmu sosial humaniora dianggap nggak, sih?”

Hal itu bukan tanpa sebab. Odi memberi contoh sederhana terkait sejumlah fakultas lain yang seolah mendiskreditkan jurusan Filsafat. Contohnya begini saja: civitas fakultas atau jurusan lain membuat konferensi bertemakan filosofis, tetapi jurusan Filsafat tidak dilibatkan sama sekali. Ini jadi sebuah representasi bahwa filsafat belum benar-benar dianggap, entah secara ilmu atau institusi.

Masih banyak yang belum benar-benar menganggap filsafat eksis, meski ia disebut sebagai induk ilmu. Layaknya wacana penghapusan jurusan filsafat yang dinilai Odi naif sekali.

“Silakan kalau filsafat mau dihapuskan dan sekadar dimasukkan dalam kurikulum jurusan praktis lainnya, pertanyaannya: siapa yang jaga “gawang” induk ilmu ini?” Ujar Odi retoris.

Tidak melulu soal praktis

Lagi-lagi kacamata pragmatis, menurut Odi, pelan-pelan membunuh ilmu Filsafat. “(Padahal) tidak semuanya melulu soal praktis. Kalau semua praktis, ya bubar Filsafat,” ungkapnya kesal.

Odi memberi contoh misalnya dalam konteks metaphilosophy. Itu bukanlah pengetahuan yang berguna secara praktikal. Namun, hanya karena tidak praktis, bukan berarti ia tidak penting.

Serupa dengan Fisika Kuantum, tidak seluruhnya berguna praktis. Apabila membahas teori dan meta narasi fisikanya, maka “tidak ada sisi-sisi praktikalnya sama sekali.”

Kendati demikian, bukan berarti keseluruhan utuh ilmu Filsafat tidak praktis. Sebab, terdapat cabang filsafat bernama applied philosophy, yakni cabang filsafat dengan pendekatan praktis sehari-hari. Misalnya pertanyaan moralitas tertentu seperti isu aborsi, eutanasia, moralitas seksual, hingga berbagai isu sosial politik lainnya.

Maka dari itu, antara abstrak dan praktisnya Filsafat, keduanya menurut Odi haruslah seimbang dan dipertahankan. Sebab, ketika seluruh Filsafat menjadi praktis, hanya akan mengaburkan batasan dengan ilmu lain. Setidaknya begitulah elaborasi Odi.

Yang berdegung nyaring di telinga mahasiswa jurusan Filsafat 

Lantas, bagi seorang mahasiswa jurusan Filsafat, suara-suara sumbang “pembunuhan” Filsafat cukup berdegung nyaring di telinga. Terlebih bagi mahasiswa tingkat akhir yang harus lekas mangkat: merampungkan skripsi.

“Ayo cepet lulus, keburu Filsafat dihapus,” canda Hasby, mahasiswa Filsafat UGM, menirukan temannya.

Merespons kesadaran masyarakat yang belum benar-benar melek dengan ilmu Filsafat, Hasby tak terlihat panik. Ia berpendapat sebenarnya terdapat solusi menyikapi kondisi itu. Salah satu contohnya: Field Philosophy, yakni jenis pendekatan terapan interdisipliner guna penyelidikan filosofis–tidak mengandalkan penalaran teoretis semata–yang berupaya memahami persoalan melalui penelitian empirik, interaksi individu, budaya, dan konteks tertentu.

Biasanya, praktisi Field Philosophy menggunakan metode observasi, wawancara, dan analisis naratif, sehingga dapat menguak nilai tersembunyi dari perdebatan.

Negara tak menyediakan industrinya

Hasby mengungkapkan bahwa Filsafat bisa praktis. Hanya saja industri Filsafat di Indonesia memang masih belum terbentuk mapan. Dengan menengok Field Philosophy, seharusnya bisa menjadi gambaran bahwa filsafat dapat di-eksplisitkan di dunia kerja.

“Di sana, kesadaran filsafat benar-benar hadir. Misalnya ada perusahaan pertambangan dengan mitra bidang lain, lulusan-lulusan filsafat dihadirkan di antara kedua pihak itu sebagai mediator,” jelas Hasby.

Ia mengelaborasi kesadaran masyarakat yang telah menganggap lulusan Filsafat punya kapabilitas untuk memahami jalan pikir masing-masing pihak perusahaan.

Namun, hal ini tampaknya akan jadi angan-angan belaka, atau setidaknya impian yang entah kapan menjadi nyata. Pasalnya, selain kesadaran yang harus dibangun di tengah-tengah masyarakat, negara, bagi Hasby, harus turut serta.

“Seharusnya negara turut serta memfasilitasi kesadaran itu dengan membentuk industri Filsafat sedemikian. Tapi lagi-lagi, apakah negara sendiri punya kesadaran itu?” Pungkas Hasby.

Tulisan ini diproduki oleh mahasiswa program Sekolah Vokasi MOJOK periode Juli-September 2025. 

Penulis: Melvinda Eliana
Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Ngaji Filsafat Masjid Jendral Sudirman Jogja Sulit Ditiru Masjid Manapun, Ngaji-Ngaji Lain di MJS Sendiri Saja Sulit “Bersaing” dengan Fahruddin Faiz atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

 

Terakhir diperbarui pada 21 Agustus 2025 oleh

Tags: filsafatfilsafat ugmjurusan filsafatmahasiswa filsafatpeminat filsafatpilihan redaksi
Melvinda Eliana

Melvinda Eliana

Artikel Terkait

pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO
Ragam

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO
Ragam

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO
Ragam

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO
Ragam

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.