Kuliah di UNY, bertemu mindset yang keliru
Ipank menyatakan banyak hal keliru yang muncul dari sistem yang keliru. Sebagai anak bahasa, dia benar-benar menyayangkan kenapa lulusan bahasa hanya diarahkan ke jenis-jenis pekerjaan yang itu-itu saja. Padahal bahasa benar-benar ilmu yang bisa masuk di tiap industri.
“Contoh bidang UX, tak jarang diiisi orang marketing. Lha, harusnya anak bahasa lah.”
Mindset dosen dan kampus yang ada kata Ipank juga berpengaruh. Dosen dan kampus yang tidak mau upgrade menghasilkan mahasiswa yang gitu-gitu saja. Ipank juga menekankan, inovasi hampir tak ada di kampus-kampus, tak hanya UNY.
“Coba ingat berapa kali kamu ngulang mata kuliah yang sama. Materinya sama persis nggak? Iya kan? Ya harusnya nggak. Tiap tahun harusnya ada penyesuaian. Tapi nyatanya nggak, dosennya udah pada males duluan. Alasannya silabus. Padahal silabus kan harusnya dilihat dari output, caranya mah bisa improve. Nggak harus sama kek kemarin.”
“Cuman kopas, dan nggak adaptasi. Terus mau punya ekspektasi kek mana?”
Penyebab dekadensi
“Faktor ekonomi. Kui wis utama dan paling pertama.”
Ipank dengan tegas menyatakan bahwa inilah yang bikin orang-orang di sistem kampus tidak berinovasi. Mau mikir market dan sebagainya gimana kalau mereka sudah sibuk kiri-kanan mencari uang. Yang penting mahasiswanya dikasih materi. Kelar.
Tapi dia juga bilang, harusnya dosen yang ikut penelitian kiri-kanan bisa bawa ilmunya ke UNY. Biar mahasiswa yang kuliah di UNY bisa merasakan manfaatnya.
“Sistem dan mindset yang keliru ini akhirnya bikin kuliah di UNY itu yang penting 4 tahun kelar dan IPK-nya 3.6. Udah, gitu aja. Mahasiswanya mentok. Nggak dapet apa-apa. Dan ya mau kerja macam apa kalau kampus nggak ngasih bekal?”
Reporter: Rizky Prasetya
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Kisah Mahasiswa UNY Kena DO, Pindah Kampus Hampir DO Lagi, tapi Bisa Bangkit dan Berhasil Sarjana
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.