Meski mengaku suka main game, tapi mahasiswa Teknik Informatika asal Jogja tetap mampu lulus dari kampus sekelas ITB. Bahkan bisa lulus dari dengan IPK sempurna (4,00).
Namanya Bryan Amirul Husna. Dia baru saja dikukuhkan sebagai sarjana oleh Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam Wisuda Pertama Tahun Akademik 2024/2025, di Auditorium Sasana Budaya Ganesa (Sabuga).
Dalam acara yang berlangsung Sabtu (26/10/2024) itu, Bryan yang merupakan mahasiswa Program Studi (Prodi) Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB dinobatkan sebagai mahasiswa dengan IPK tertinggi.
Bryan merampungkan kuliahnya dalam kurun waktu empat tahun alias tepat waktu. Dengan begitu, dia dianggap layak mendapat predikat cumlaude.
Ke ITB demi ikuti jejak B.J. Habibie
Sejak SMA di Jogja, Bryan sebenarnya sudah bercita-cita bisa kuliah di ITB sebagai salah satu kampus top Indonesia.
Di masa-masa SMA itu, Bryan mengaku sangat terinspirasi dengan sosok B.J. Habibie. Itu lah kenapa dia sempat punya cita-cita bisa kuliah Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD).
Seiring waktu, menjelang hari-hari pendaftaran SNBT, pilihan minat Bryan berubah. Atas saran dari guru dan temannya, dia akhirnya menjatuhkan pilihan di STEI ITB. Ternyata dia lolos.
Merantau lah dia dari Jogja ke Bandung. Satu mimpinya—kuliah di ITB—sudah terwujud. Tinggal mewujudkan mimpi-mimpi yang lain.
Main game hanya untuk menghilangkan jenuh
Sebagaimana anak-anak muda pada umumnya, Bryan juga suka main game. Namun, hal tersebut tidak lantas membuat Bryan melupakan prioritas-prioritas yang lain.
Ini yang perlu dicatat. Meski Bryan suka main game, tapi dia tidak lantas menghabiskan banyak waktu untuk memiringkan ponsel pintarnya. Bermain game hanya lah selingan saja di sela-sela kesibukannya belajar.
Bryan memang doyan belajar. Selama menempuh pendidikan di STEI ITB, dia kerap begadang hingga larut malam. Entah untuk mengerjakan tugas atau belajar materi-materi kuliah.
Baru saat sedang jenuh, dia memiringkan ponsel pintarnya: main game. Itu pun tak berlangsung lama. Sebab, ketika dia sudah merasa cukup, rasanya jenuhnya sudah hilang, dan energinya sudah kembali, maka dia akan lanjut belajar lagi.
Nggak akan lulus cumlaude ITB tanpa kesungguhan
Lantaran “doyan belajarnya” itu, setiap semester Bryan selalu konsisten mendapat nilai rata-rata (NR) 4,00. Untuk lulus cumlaude dari kampus sekompetitif ITB memang jelas butuh kesungguhan.
“Beberapa hal yang aku lakukan selama perkuliahan adalah mengusahakan masuk kelas untuk mendengarkan penjelasan dosen. Setelah itu, belajar kembali di rumah melalui buku-buku pegangan sebagai referensi,” ujar Bryan dalam keterangan tertulisnya di laman resmi ITB, Kamis (14/11/2024).
Saat tugas-tugas bermunculan, kata Bryan, usahakan untuk mengerjakannya dengan sungguh-sungguh. Jangan hanya “sekadarnya” saja. Jangan hanya “yang penting selesai”. Tapi harus maksimal.
“Intinya adalah ikhlas dan sabar dalam prosesnya. Karena belajar itu sama seperti memupuk ilmu yang hasilnya bukan jangka pendek tapi jangka panjang,” tuturnya.
Sibuk di UKM untuk benar-benar kembangkan diri
Bryan memang sangat konsekuen. Dia suka main game, tapi belajar tetap jadi prioritas utama. Di tengah tidak sedikit mahasiswa di luar sana yang lantaran hanyut dalam game bisa lupa dengan belajar dan prioritasnya.
Selama menjadi mahasiswa Teknik Informatika STEI ITB, Bryan pun tidak hanya kuliah pulang-kuliah pulang (hanya fokus akademik). Melainkan juga mengikuti beberapa kegiatan seperti asisten mata kuliah dan unit Aksantara, sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di ITB yang menyediakan wadah pengembangan diri dalam bidang Unmanned Aerial Vehicle (UAV) dan pendukungnya.
Nah, ini sisi konsekuen Bryan yang lain. Selama ini, sampai ada stereotip bahwa mahasiswa yang gabung UKM atau organisasi kampus lainnya sering kali kuliahnya tidak terurus. Mereka menggunakan alasan “kesibukan organisasi” sebagai tameng.
Padahal, UKM sebenarnya malah bisa menjadi variabel penunjang capaian akademik mahasiswa. Misalnya yang Bryan terapkan. Melalui UKM UAV STEI ITB, dia sempat mengikuti lomba hingga menyabet juara 4 di ajang Kontes Robot Terbang Indonesia (KRTI).
Bryan akhirnya lulus dengan tugas akhir berjudul “Rekonstruksi 3D Lalu Lintas untuk Kendaraan Otonom dengan Gaussian Process Latent Variable Model (GPLVM)”.
Bryan sebenarnya masih punya angan-angan untuk lanjut studi lagi. Akan tetapi, untuk saat ini, dia mempertimbangkan untuk kerja terlebih dulu.
“Biar mendapatkan pengalaman kerja yang relevan untuk memperdalam pemahaman praktiknya, sehingga ketika melanjutkan studi sudah memiliki dasar yang kuat dan wawasan lapangan yang lebih baik,” tutupnya ramah.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Kuliah S2 Astronomi hingga ke Jerman, Tetap Ingin Pulang demi Majukan Indonesia
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News