Ribuan mahasiswa asal Jakarta terancam putus kuliah akibat Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) mereka tiba-tiba terblokir. Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono diketahui memang memangkas anggaran penerima KJMU, dari semula 19 ribu mahasiswa menjadi 7.900 saja.
Fyi, KJMU sendiri merupakan program bantuan bagi mahasiswa yang berasal dari keluarga tidak mampu yang berdomisili atau lahir di Jakarta. Beasiswa berlaku untuk jenjang pendidikan D3, D4, dan S1.
Melansir laman resmi Pemprov DKI Jakarta, mahasiswa penerima KJMU bakal mendapat bantuan senilai Rp1,5 juta per bulan atau Rp9 juta tiap semester. Total, ada 110 PTN yang bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta dalam program KJMU, baik itu universitas, politeknik, maupun institut.
Selasa (5/3/2024) lalu, berita soal banyak mahasiswa yang tiba-tiba tak terdaftar lagi sebagai peserta KJMU ramai di media sosial. Kebanyakan dari mereka amat cemas karena selama ini menggantungkan nasib pada beasiswa ini.
IPK 4, tapi terancam putus kuliah
Satu dari 12 ribu mahasiswa yang terancam putus kuliah adalah Nurhaliza (20), mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Mahasiswa asal Jakarta ini mengaku, selama ini dia memang sangat menggantungkan biaya kuliahnya dari KJMU.
Selama empat semester kuliah, Nurhaliza “cuma” mendapat beban uang kuliah Rp500 ribu untuk membayar UKT saja. Sementara biaya lain untuk makan, kos, dan membeli buku-buku penunjang perkuliahan, sudah tercover dengan adanya KJMU.
Saat tahu kalau namanya tak terdaftar lagi sebagai penerima KJMU, tentu bikin dia shock berat. Sebab, ia cemas tak bisa membiayai studinya lagi karena sang ayah hanya bekerja sebagai penjual kopi pinggir jalan yang hasilnya cuma cukup buat makan sehari-hari.
“Selama ini, biaya kuliah dan kebutuhan lain menggantungkan dari KJMU. Kalau tidak bisa lagi mendaftar KJMU, otomatis tak akan mendapat bantuan lagi. Bagaimana nanti mau lanjut kuliah, biaya dari mana?,” ungkapnya, Kamis (7/3/2024) dengan penuh kekecewaan.
Seandainya benar-benar putus kuliah, ini bakal menjadi pukulan telak bagi Nurhaliza. Bagaimana tidak, sepanjang kuliah, ia tergolong sebagai mahasiswa berprestasi. Pada semester satu, mahasiswa Pertanian ini sempat meraih IPK 4.0.
“Pas semester 4, IPK masih bagus, 3.9,” ujarnya.
Tak mendapat alasan jelas mengapa terblokir dari KJMU
Nurhaliza mengaku sangat bingung mengapa namanya tak tercatat lagi sebagai penerima KJMU. Jika merujuk persyaratan domisili, namanya sudah seharusnya terdaftar karena lahir dan besar di Jakarta. Saat ini ia tercatat beralamat di Jelambar Baru, Jakarta Barat.
Jika alasannya karena prestasi, tentu itu tidak make sense mengingat IPK-nya yang sangat tinggi. Apalagi jika berbicara soal tingkat ekonomi, Nurhaliza sangat layak mendapatkan KJMU karena benar-benar dari keluarga tidak mampu.
Atas semua kebimbangan ini, Nurhaliza sudah mencoba mencari jawaban. Ia sudah mendatangi bekas sekolahnya dulu SMA Negeri 23 Jakarta maupun ke kantor Pusat Pelayanan Pendanaan Personal dan Operasional Pendidikan (P4OP) Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Sayangnya zonk, tak ada jawaban memuaskan yang dia dapat.
“Mereka cuma mengatakan tidak layak tapi tidak ada keterangan sama sekali. Padahal di kampus saya masuk Golongan I, yang berarti masuk mahasiswa kategori miskin,” jelasnya.
Tak tega jujur ke ibunya kalau tak terdaftar KJMU
Hal serupa juga dialami Novian (20), mahasiswa semester 4 asal Universitas Gadjah Mada (UGM). Sebagaimana Nurhaliza, ketika kabar soal pemangkasan penerima KJMU ramai di media sosial, mahasiswa asal Jakarta ini langsung mengecek namanya di laman P4OP.
“Lemes banget nama saya tak terdaftar lagi,” katanya, saat Mojok hubungi melalui pesan di media sosialnya, Kamis (7/3/2024) pagi.
Padahal, sama seperti Nurhaliza, Novian merasa memenuhi semua persyaratan menjadi peserta KJMU. Ia berasal dari Jakarta. Untuk Desil–pengelompokkan tingkat kemiskinan–sebelumnya ia masuk Desil 1 alias kategori paling miskin. Ibunya adalah orang tua tunggal yang bekerja sebagai rewang rumah makan tetangganya dengan penghasilan tak menentu.
Sementara dari segi prestasi pun tak perlu diragukan lagi. Hingga semester ke-4, IPK-nya berada di atas 3,5. “Makanya saya dan teman-teman kaget mengapa nama kami diblokir,” terangnya.
Novian pun mengaku sudah berjejaring dengan mahasiswa kampus lain yang mengalami nasib serupa. Novian dan temannya masih mengupayakan jalan tengah agar mereka bisa mendaftar lagi di KJMU.
Namun, selama proses itu berlangsung, ia mengaku tak tega mengaku ke ibunya. Ia tak ingin ibunya jadi kepikiran dengan nasib anaknya yang terkatung-katung tersebut.
“Enggak mau ibu tahu, saya kasihan banget,” ujarnya. “Kami masih usahakan, tapi kalau amit-amitnya beneran enggak ada jalan tengah, saya pasrah saja.”
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Kesedihan Mahasiswa Jogja yang Pernah Makan Sampah Gara-gara Bidikmisi Telat Cair
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.