Kuliah Kerja Nyata (KKN) tak hanya memberi kenangan seru nan berkesan saja. Kalau apes, KKN justru hanya menyisakan rasa kesal, seperti yang dialami oleh mahasiswa Bandung satu ini yang di masa KKN harus satu kelompok dengan mahasiswa-mahasiswa mager.
***
Seandainya bisa memilih, pada 2022 lalu mungkin Zias (22) akan lebih memilih untuk tidak berangkat KKN saja. Sebab, ia merasa cukup sial karena satu kelompok dengan mahasiswa-mahasiswa Bandung yang mageran.
Pasalnya, akibat memiliki kelompok KKN yang mageran tersebut, kesannya Zias dan kawan-kawan hanya numpang tidur di rumah warga, tak memiliki nilai guna sama sekali. Pada akhirnya itu menjadi kenangan yang cukup memalukan bagi Zias.
Dari awal sudah tak yakin dengan teman sekelompok KKN
Saat itu Zias dan kelompoknya dari salah satu kampus di Bandung dikirim untuk berangkat ke sebuah desa di Kecamatan Cisarua, Kecamatan Bandung Barat. Ada 13 orang yang masuk dalam kelompok Zias, termasuk Zias sendiri.
Saat melihat riwayat 13 mahasiswa di kelompoknya tersebut, Zias pada awalnya sudah tak yakin bahwa KKN-nya akan berjalan sesuai bayangan. Sebab, di antara 13 mahasiswa kampus Bandung tersebut, Zias lah satu-satunya mahasiswa yang aktif berorganisasi. Sisanya mahasiswa kupu-kupu nan apatis.
Zias tak begitu yakin karena mahasiswa yang tidak ikut organisasi umumnya agak kurang dalam urusan membangun relasi sosial. Apalagi dalam KKN, yang harus mereka hadapi adalah sebuah komunitas masyarakat.
“Untuk cowok aku nggak terlalu anggap masalah awalnya, karena kupikir pasti cowok bisa mimpin lah meski nggak punya background ikut organisasi. Ternyata salah. Yang cowok-cowok pada nggak ngerti harus ngapain,” keluh Zias kepada Mojok, Kamis (11/7/2024) sore WIB.
“Sementara yang cewek-cewek tipe yang banyak pertimbangan buat lakuin sesuatu,” sambungnya. Meski begitu, Zias masih mencoba optimis bahwa teman-temannya dari sebuah kampus di Bandung itu bakal bisa ia ajak kerja sama. Sampai akhirnya rentetan hal di luar nalar tersaji di depan mata Zias.
Kelompok KKN yang tak mau bikin program untuk warga
Bersinggungan dengan sebuah komunitas masyarakat sebenarnya bukan hal baru bagi Zias. Mengingat, organisasinya di kampus Bandung tersebut memiliki program pengabdian masyarakat yang Zias pernah terlibat di dalamnya pada 2021 lalu.
Alhasil, sedikit banyak Zias paham lah apa yang harus ia lakukan untuk masyarakat tempatnya mengabdi.
Kelompok Zias tentu memiliki seorang ketua. Tapi Zias mau tak mau harus terlibat aktif dalam mengkoordinir teman-temannya karena si ketua pun tak begitu paham cara kerja-kerja kolektif.
Di hari-hari pertama masa KKN, awalnya semua terlihat terkondisikan dengan baik. 12 orang di kelompoknya terlihat aktif dalam mengikuti instruksi, seperti survei ke tiap RW, mengumpulkan data dari Pemuda Karang Taruna, kegiatan rutin warga, pengajian, sekolah, UMKM, hingga data mengenai kebiasaan atau kebutuhan masyarakat setempat dan lain-lain.
Tugas pun terbagi secara merata: siapa yang mengurus pertanian, siapa yang mengurus sekolah, atau siapa yang mengurus pengajian dan seterusnya.
“Aku minta buat evaluasi setiap malem wajib, tapi mereka pada mager, maunya evaluasi seminggu sekali aja. Karena banyak yang setuju jadi aku ikut aja. Aku kira evaluasi seminggu sekali bisa jadi evaluasi yang komprehensif, ternyata malah banyak lupanya karna hari harinya nggak dicatat,” gerutu Zias bersungut-sungut.
“Malahan kami nyaris nggak pernah rapat buat bikin program apaan gitu buat warga. Aku udah banyak kasih saran, misalnya bikin program memajukan UMKM aja karena banyak yang dari Fakultas Ekonomi,” tutur Zias.
Selain itu, mahasiswa Bandung tersebut juga memberikan beberapa saran program kerja yang masih memungkinkan untuk kelompoknya garap. Sayangnya, tak satupun disetujui teman-teman kelompoknya.
Alhasil, Zias pasrah saja. Mau gimana lagi. Kalau ia gerak sendirian tentu tidak mungkin. Maka Zias pun lebih memilih fokus pada tugasnya untuk meng-handle urusan sekolah dan pengajian.
Baca halaman selanjutnya…
Mahasiswa KKN yang nggak guna blas