Meski sedang pusing karena bayang-bayang UKT tinggi UGM, seorang ibu di Jogja memilih “pura-pura” pegang uang banyak. Hal tersebut demi mewujudkan tekad sang anak yang ingin menjadi sarjana pertama di keluarga dan kini tengah berjuang tembus UTBK.
***
Suasana di kawasan Perpustakaan UGM, Jogja pada pukul 09.30 WIB cenderung sejuk nan silir lantaran pepohonan rindang yang mengitarinya. Hanya saja, di antara wajah orang-orang yang berlalu-lalang, pandangan saya tertuju pada seorang ibu yang duduk dengan raut lesu di sebuah gazebo.
Matanya sedari saya amati tak lepas dari ponsel yang ia genggam. Tangannya tampak sesekali membenarkan kerudung meski sebenarnya tak melorot. Sementara di sebelahnya ada seorang bocah yang tengah tertidur pulas. Saya mendekat.
Seorang ibu yang kemudian saya tahu bernama Nunung (44) itu bergegas meletakkan ponselnya saat saya menyapa. Dengan penuh keramah tamahan, ia mempersilakan saya duduk dan menegaskan kalau Nunung berkenan saya ajak berbincang santai pagi itu, Jumat, (3/5/2024).
“Kalau direkam suara aja nggak apa-apa. Jangan rekam video atau foto,” ucap Nunung saat saya sampaikan maksud saya menghampirinya di gazebo kawasan Perpustakaan UGM.
“Tinggalkan kerja” untuk antar anak UTBK di UGM
Nunung ternyata merupakan bidan di Puskesmas Kecamatan Sleman. Khusus pagi itu ia sengaja menukar jam kerjanya untuk antarkan anak daftar UTBK di UGM, Jogja.
“Yang UTBK anak pertama saya, cewek. Katanya ambil Geografi dan Penyuluhan Pertanian UGM. Kalau yang satunya sepertinya di UNSOED,” ungkap Nunung.
Sebagai seorang bidan, Nunung mengaku memiliki jam kerja yang cukup padat di Puskesmas Sleman, Jogja. Akan tetapi, kalau ia tak meluangkan waktu hari itu saja, tentu ia tak akan bisa mengantar anaknya ke UGM, Jogja untuk mengikuti UTBK.
Sementara Nunung sendiri ingin menemani perjuangan sang anak demi bisa lulus perguruan tinggi. Menyusul saudara-sudara di keluarga besarnya yang sudah banyak yang menjadi sarjana terlebih dulu.
Seharusnya suami Nunung yang merupakan pegawai kelurahan bisa saja mengantar sang anak UTBK di UGM, Jogja. Hanya saja, Nunung merasa perlu menemani sang anak untuk menebus waktu bersama anak-anak yang selama ini terbilang sangat kurang.
“Selama ini kan tugas sebagai bidan membuat saya lebih sering sibuk di Puskesmas ketimbang di rumah. Bahkan di luar jam kerja saya juga sering di Puskesmas. Waktu sama keluarga kurang,” ucap Nunung.
Mikir keras soal UKT UGM
Saat sang anak mengatakan bakal daftar kuliah di UGM, Jogja, satu sisi Nunung dan suaminya sebenarnya lega. Sebab sang anak kuliah tak jauh-jauh dari orang tua, masih di Jogja sendiri.
Akan tetapi, Nunung dan suami tak bisa menampik kalau keduanya juga ketar-ketir perihal UKT. Keduanya khawatir nanti tak mampu menjangkau UKT dari jurusan yang sang anak pilih di UGM, Jogja.
“Itu jadi diskusi panjang antara saya dan bapak (suami), tapi namanya orang tua kan hanya berusaha memenuhi keinginan anak,” kata Nunung.
Terlebih, Nunung sendiri memang menekankan agar sang anak bisa lanjut studi hingga perguruan tinggi. Jadi ia bertekad berapapun biayanya akan ia dan suami upayakan.
Meski pada dasarnya gaji Nunung dan suami belum tentu cukup untuk men-support biaya kuliah anak di UGM, Jogja, tapi ia menegaskan akan mengada-adakannya. Entah bagaimana caranya, demi kuliahkan sang anak.
“Kalau bidan kemungkinan kan dapat UKT tinggi. Karena anggapan soal gaji bidan yang besar,” tutur Nunung.
Sementra pada kenyataannya gajinya dan suami juga harus dibagi untuk kebutuhan rumah dan kebutuhan dua anaknya yang lain yang masih sama-sama sekolah.
Baca halaman selanjutnya…
Ketar-ketir kalau anak lolos UTBK di UNSOED