Mohammad Turi berhasil meraih predikat wisudawan terbaik periode 117 dengan IPK sempurna 4,00, sekaligus menjadi doktor termuda Universitas Negeri Surabaya (Unesa) prodi Ilmu Keolahragaan di usia 26 tahun. But, talk to who?
Mencari secercah harapan usai orang tua tiada
Mohammad Turi tumbuh dalam asuhan sang nenek sejak usia tiga bulan, sebab ayahnya sudah meninggal saat ia masih dalam kandungan. Tak lama berselang ibunya pun menyusul sang suami.
Alih-alih terpuruk dengan kondisi tersebut, Turi justru menjadikannya motivasi untuk meraih prestasi melampaui batas kemampuannya. Saat itulah ia menemukan aktivitas fisik yang dapat melepas stres seperti olahraga.
“Olahraga mengajarkan saya disiplin, strategi, dan daya tahan mental. Nilai-nilai itu yang saya bawa ke dunia akademik,” ujarnya dikutip dari laman resmi Unesa, Kamis (20/11/2025).
Pemuda asal Madura itu pun mulai tinggal di asrama atlet KONI Sampang. Lewat ketekunannya, ia berhasil menjadi atlet berprestasi di tingkat nasional bahkan internasional. Lulus SMA tahun 2018, ia mengumpulkan beberapa penghargaannya tersebut untuk mendaftar kuliah di Unesa dan berhasil diterima lewat jalur prestasi Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan (FIKK).
Raih prestasi di Unesa berturut-turut
Pada program sarjana, Turi berhasil menyelesaikan kuliahnya dalam kurun waktu 3,5 tahun dengan IPK 3,80. Setelah itu ia melanjutkan studi S2 Pendidikan Olahraga di Unesa dengan beasiswa pada tahun 2022. Dari sana, prestasi akademiknya terus melonjak.
“Saya menuntaskan studi hanya dalam 1 tahun 1 bulan dengan IPK sempurna 4,00 dan menjadi lulusan terbaik program magister,” ujarnya.
Padahal, rata-rata lama studi mahasiswa S2 di Unesa membutuhkan waktu sekitar 2 tahun atau 4 semester. Sementara Turi hanya butuh waKtu 1 tahun 1 bulan. Faktornya bisa dipengaruhi oleh kemajuan akademik.

Lulus S2, Turi seolah haus akan ilmu. Bagi dia, olahraga bukan hanya masalah fisik tapi juga materi soal kesehatan yang harus ia perdalam. Oleh karena itu, ia memutuskan lanjut kuliah S3 Ilmu Keolahragaan hingga mendapat gelar doktor.
Kini, pencapaian membanggakan itu kembali terukir pada program beasiswa S3 Ilmu Keolahragaan Unesa. Ia berhasil lulus hanya dalam waktu 2 tahun yang membuatnya mendapat gelar doktor termuda di usia 26 tahun. Sementara, rata-rata lama studi S3 di Unesa idealnya 3-5 tahun.
Tak hanya itu ia juga diterima melanjutkan studi doktoral di Boston University, Amerika Serikat lewat Trustee Scholarship–beasiswa bergengsi bagi mahasiswa berprestasi dari seluruh dunia.
Berikan disertasi yang berdampak
Dalam disertasinya, Turi tidak hanya berfokus pada teori, tetapi langsung menciptakan sebuah inovasi yang berdampak nyata di dunia atletik. Disertasinya berjudul “Implementasi Model Latihan Turdistance Terhadap Kecepatan, Kekuatan Otot Tungkai, Power Otot Tungkai, Daya Tahan, dan Penurunan Kejenuhan pada Atlet Atletik Middle Distance” di Unesa.
Model Latihan Turdistance yang ia kembangkan adalah inovasi latihan atletik yang dirancang khusus untuk meningkatkan performa atlet jarak menengah (middle distance).
“Model ini memadukan prinsip latihan fisiologis, psikologis, dan biomekanika guna meningkatkan kecepatan, kekuatan otot tungkai, power, daya tahan, serta mengurangi kejenuhan latihan,” terangnya.
Dampak penelitian Turi di Unesa tak main-main, karya ilmiahnya berhasil menembus empat jurnal internasional bereputasi (Q1, Q3, dan Q4). Ia juga menghasilkan 17 Paper Konferensi, 1 Buku ber-ISBN, serta 6 Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Turi membagikan tips di balik kesuksesan perjalanan studinya. Pertama, menentukan tujuan belajar yang bermakna, bukan sekadar mengejar nilai, tetapi membangun kontribusi. Kedua, konsisten dan sabar dalam proses. Ketiga, tidak takut gagal. Sebab, setiap kegagalan adalah latihan menuju kesuksesan.
Keempat, membangun hubungan baik dengan dosen dan teman, karena dukungan mereka sangat penting. Terakhir, selalu berdoa dan percaya bahwa latar belakang keluarga bukan menjadi penghalang untuk meraih masa depan yang lebih baik.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Tapak Suci Menyelamatkan Saya yang Nggak Jago Akademik hingga Bisa Kuliah di UNESA, meski Dulu Diremehkan karena Kurang Atletis atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan















