Eksis sejak tahun 1967
Soto Sampah sendiri merupakan kuliner legendaris di Jogja. Sudah ada sejak awal 1970-an tepatnya di tahuhn 1967. Saat ini dipegang oleh Juniantoro (43) yang merupakan generasi ketiga.
“Pendiri awal itu kakek saya, Mbah Salim Todinomo. Kemudian ayah dan ibu saya, Ngadimin dan ibu Satinem. Generasi ketiga saya,” kata Juniantoro kepada Mojok.co.
Menurut Juni, nama Soto Sampah sebenarnya belum begitu lama dipakai. Dari generasi kakeknya hingga orang tuanya, warung soto mereka tidak ada namanya. Baru di tahun 2009, menggunakan nama Soto Sampah.
“Itu diberikan sama teman-teman komunitas yang nongkrong atau makan di warung ini,” ujar Juni. Sejak dulu warung sotonya memang buka dari pagi hingga dini hari sehingga sering jadi tempat nongkrong komunitas. Sekarang Soto Sampah buka pukul 07.00 hingga tutup pukul 03.00 WIB.
Juni mengatakan, nama Soto Sampah kemungkinan muncul karena memang dalam seporsi soto ada banyak kondimen yang disertakan. Dalam satu porsi soto terdapat potongan kubis, mie bihun, tauge, daun bawang, dan bawang goreng. Kuahnya yang bening tapi gurih itu tercipta dari racikan komposisi daun salam, kapulaga, serai, dan beragam rempah lainnya.
Dulu penyajian Soto Sampah tidak menggunakan mangkuk, tapi piring. Sehingga berbagai lauk dan potongan sayur yang ada bercampur dalam kuah soto. Kesannya seperti sampah. Mungkin itu yang menyebabkan orang menyebutnya dengan Soto Sampah.
Sampai sekarang, Soto Sampah masih menyediakan tempat makan dari piring. Ini karena ada pelanggan-pelanggan lama yang menginginkan penyajiannya dengan piring.
Harga satu porsi Soto Sampah bervariasi, mulai Rp9 ribu hingga Rp16 ribu. Tergantung ukuran dan isian yang dipilih.
Juni menuturkan, kondisi suhu Jogja yang dingin membuat warungnya memang lebih banyak pengunjung di malam hari. Ia mengaku tidak menghitung berapa porsi dalam sehari ia jual.
“Alhamdulillah, disyukuri mawon, Mas,” kata Juni menutup obrolan.
Penulis: Agung Purwandono
Editor: Hammam Izzuddin