Kebingungan mencari suvenir di Solo

Setelah sarapan dan berkeliling singkat di Pasar Gede, Solo, saya memutuskan pergi ke Taman Sriwedari hingga pukul 12.00 WIB. Di sana, saya asyik memotret rusa dan keriangan keluarga yang antusias memberi makan kawanan rusa.
Usai salat Jumat, saya bergegas memesan ojol menuju Alun-alun Kidul Surakarta dan berniat ke toko antik untuk membeli buah tangan. Sebetulnya, Rizki Surya, driver ojol saya saat itu sudah ragu dengan tujuan saja, sampai ia melontarkan beberapa pertanyaan.
“Nanti mau diturunkan di sebelah mana Mbak? Ada agenda apa? Setahu saya alun-alun sepi,” kata dia. Saya pun menjawab singkat, “ingin lihat-lihat saja, Pak.”
Dan benar saja, saat kami tiba, saya tak melihat ada orang di sana. Lapangan yang berisi wahana bermain itu baru akan dibuka saat malam. Rizki pun kembali bertanya, apa tujuan saya selanjutnya.
“Saya sebetulnya mau cari oleh-oleh Pak, kayak barang-barang antik gitu. Yang dekat sini ada nggak ya, Pak?”
“Waduh, setahu saya daerah sini nggak ada Mbak. Saya tahunya malah pedagang yang sering jual tasbih di sekitar jalan sini. Kayaknya kalau cari oleh-oleh adanya di Alun-alun Utara,” jawabnya.
“Hmm, ya sudah Pak saya turun di sini saja,” ucap saya saat Rizki masih berputar-putar di sekitar Alun-alun Kidul, Solo.
“Loh, jangan Mbak atau mau saya antar di depan saja nggak? Seenggaknya di sana ramai. Ada toko-toko yang jual alat salat sama tasbih,” tuturnya. Namun, saya tidak tertarik membeli tasbih.
Terima kasih Pak ojol
Saya pun mengubah perjalanan ke Toko antik “Arjo Art and Gallery”. Namun, lagi-lagi tempat saya yang kunjungi tidak meyakinkan. Lokasinya berada di dalam gang-gang dan tampak seperti rumah biasa.
“Kayaknya nggak buka, Pak” masih kepada Rizki, “Ya sudah, Pak saya turun sini saja tidak apa,” kata saya.
“Eh beneran Mbak, gapapa saya tinggal di sini?” tanya dia khawatir karena gang-gang di sana juga tampak sepi.
“Nggak papa, Pak. Aman,” jawab saya yang sebetulnya tertarik ke toko layangan yang tak sengaja kami lewati. Saya pun melihat-lihat sekilas layangan bergambar di sana.
Karena hari sudah sore, saya pun melanjutkan perjalanan ke Masjid Raya Sheikh Zayed. Saya sudah menyerah mencari oleh-oleh. Hari juga mulai terang usai hujan deras yang mengguyur Solo siang tadi.
Sepanjang perjalanan, Hendro Purnomo, driver ojol saya kali ini juga banyak bicara. Ia bahkan bersedia “menawarkan” diri sebagai tour guide setelah tahu tujuan saya adalah jalan-jalan di Solo.
“Saya lewatkan Masjid Agung Keraton Surakarta ya Mbak? Eman-eman kalau ke Masjid Zayed tidak sekalian lihat masjid keraton. Menurut saya malah lebih unik di sana, karena nuansa kunonya lebih terasa,” tutur Hendro.
“Nah terus, saran saya, kalau Mbaknya mau pulang naik KRL, pesan saja di Stasiun Solo Jebres biar dapat tempat duduk. Kalau di Solo Balapan pasti sudah penuh,” kata dia lagi.
Berkat para driver ojol yang saya temui di Solo, saya mendapat banyak informasi yang berharga. Sepertinya, mereka memang sudah terbiasa menghadapi penumpang seperti saya yang kurang riset. Gara-gara driver ojol pula perjalanan saya jadi tidak mengecewakan malah istimewa.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Stasiun Solo Jebres, Sebaik-baiknya Titik Keberangkatan bagi Pengguna KRL yang Punya Kesabaran Setipis Tisu atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.












