Bagi warga Jogja yang bosan dengan suasana Malioboro, Solo menjadi pilihan tepat untuk berwisata. Pengalaman saya melancong ke Solo amat menyenangkan, apalagi saat menggunakan jasa ojol untuk pindah dari tempat satu ke tempat lainnya.
***
Saya sudah memprediksi kalau suasana commuterline (KRL) Jogja ke Solo akan padat di hari Jumat (18/4/2025) lalu. Oleh karena itu, saya memilih jadwal pagi. Ya walaupun tidak pagi-pagi amat tapi juga tidak mepet siang, karena lewat dari pukul 9.00 WIB saya sudah pasti menunggu lama.
Sebab, jadwal keberangkatan KRL biasanya berganti setiap satu jam tapi setelah lewat pukul 09.00 WIB, penumpang harus menunggu dua jam, yakni pukul 11.08 WIB. Sedangkan perjalanan Jogja–Solo membutuhkan waktu satu jam lebih.
Saya pun memutuskan berangkat pukul 08.15 WIB dari Stasiun Maguwo dan menaiki KRL pukul 09.01 WIB. Saya sengaja tidak membawa kendaraan pribadi, karena kondisi motor saya memprihatinkan.
Pernah suatu kali motor Mio saya mogok di tengah jalan saat menuju pantai yang jaraknya dua jam dari tempat saya. Kurang 10 menit saya tiba di tujuan tapi motor itu sudah tidak mau jalan. Alhasil, saya jadi trauma menggunakan motor lawas saya untuk perjalanan jauh.

Oleh karena itu, saya lebih suka menggunakan jasa ojek online saat jalan-jalan ke Solo. Destinasi wisata yang saya pilih pun tidak terlalu jauh. Berkat ojek online, saya merasa nyaman, karena ramah bahkan terkesan sebagai tour guide yang handal.
Menyibak kemacetan jalanan Solo
Saya tiba di Stasiun Solo Jebres sekitar pukul 10.00 WIB, lalu bergegas memesan ojek online menuju Pasar Gede. Berdasarkan rekomendasi dari rekan kerja saya, saya bisa mencicipi berbagai kuliner enak di sana. Tak hanya untuk mencari oleh-oleh makanan, tapi mengisi amunisi sebelum mengitari Kota Surakarta tersebut.
Dalam perjalanan, Rinto Darmadi, driver ojek online saya saat itu bertanya dari mana asal saya sembari menebak-nebak. Dan benar, ia sudah sering mendapat penumpang dari Jogja yang pergi sendirian ke Solo.
“Orang Jogja suka main ke Solo, Mbak. Nah kebalikannya, orang Solo sukanya main ke Jogja,” ucapnya sambil terkekeh.
“Mbaknya sendirian?” tanya dia menyambung obrolan.
“Iya, Pak sendirian mumpung libur,” jawab saya.
“Hahaha, kalau kata anak-anak sekarang healing gitu ya, Mbak?,” kata dia.
“Sudah betul Mbak kalau mau ke Pasar Gede cicipi kulinernya karena kalau sore menjelang malam biasanya malah banyak yang tutup,” lanjut Rinto memberikan saran.
Sepanjang jalan, Rinto tak mengeluh saat meyibak jalanan macet di bawah terik matahari. Perjalanan singkat yang tak sampai 15 menit itu memberikan kesan baik berkat keramahannya, sehingga membuat saya juga ikut bersemangat jalan-jalan di Solo meski suasananya ramai oleh turis.
Baca Halaman Selanjutnya
Kebingungan mencari suvenir di Solo