MOJOK.CO – Survei elektabilitas capres maupun parpol saat pemilu sudah lazim kita temui. Namun, tahukah kamu kalau rilis survei di masa tenang ada sanksinya? berikut ini penjelasannya.
Menjelang Pemilu 2024, banyak lembaga survei merilis hasil temuan mereka. Baik itu popularitas, maupun elektabilitas partai politik, calon presiden, dan wakil presiden.
Menurut Indonesian Insititute, hasil survei memang memiliki beberapa signifikansi terkait peta politik Indonesia menjelang pemilu tahun 2024.
Salah satunya, karena hasil survei merupakan produk ilmiah, ia pun memiliki legitimasi. Dengan demikian, hasil survei jadi lebih dipercayai publik karena dilakukan dengan metode yang teruji dan dapat dipertanggungjawabkan.
Lebih lanjut, hasil survei tidak hanya memberikan kepercayaan bagi publik, tapi juga bagi kandidat ataupun partai politik.
Di Indonesia sendiri terdapat puluhan lembaga survei yang kredibel dan terdaftar di KPU. Termasuk yang sudah punya nama besar, seperti Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), Indikator Politik Indonesia, Poltracking Indonesia, hingga Charta Politika.
Namun, tahukah kamu, bahwa merilis hasil survei di masa tenang pemilu bisa dipenjara?
Mengenal masa tenang
Sebelum membahas mengenai sanksi, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu apa itu masa tenang.
Melalui UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), disebutkan bahwa masa tenang merupakan waktu ketika para peserta pemilu tidak boleh lagi melakukan aktivitas kampanye selama beberapa hari jelang hari pemungutan suara.
“Masa Tenang adalah masa yang tidak dapat digunakan untuk melakukan aktivitas kampanye pemilu,” bunyi pasal 1 poin 36 UU Pemilu.
Umumnya, masa tenang pemilu dilakukan oleh berbagai negara guna memberikan waktu kepada para pemilih untuk memikirkan kembali pilihan mereka sebelum menjatuhkan keputusan.
Masa tenang, pada dasarnya diperkuat dengan ketentuan hukum, meskipun pada beberapa negara hal ini hanya merupakan kesepakatan yang bersifat informal di antara partai dan penyelenggara pemilu yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Di Indonesia, durasi terkait masa tenang sendiri dibuat oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Melalui Peraturan KPU No. 23 Tahun 2018 juncto No. 28 Tahun 2018, disebutkan bahwa masa tenang pemilu ditetapkan selama 3 hari.
Adapun, untuk Pemilu 2024, KPU menjadwalkan masa tenang berlangsung pada 11-13 Februari 2024. Sedangkan pemungutan suara dijadwalkan pada 14 Februari 2022.
Sanksi bagi yang merilis survei
Selama masa tenang, selain dilarang berkampanye, para peserta pemilu juga dilarang memberikan atau menjanjikan imbalan kepada pemilih. Sanksi bisa diberikan kepada pihak yang melakukan hal tersebut berupa hukuman empat tahun penjara.
“Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp48 juta,” bunyi Pasal 523 Ayat (2) UU Pemilu.
Lebih lanjut, UU Pemilu juga mengatur sanksi pidana bagi pihak yang mengumumkan hasil survei di masa tenang jelang pemungutan suara.
Dalam Pasal 509, disebutkan bahwa sanksi bisa diberikan berupa hukuman penjara maksimal satu tahun dan denda belasan juta Rupiah.
“Setiap orang yang mengumumkan hasil survei atau jajak pendapat tentang Pemilu dalam Masa Tenang sebogaimana dimaksud dalam Pasal 449 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.12.000.000 (dua belas juta rupiah),” bunti Pasal 509 UU Pemilu.
Jadi, para lembaga survei kudu lebih hati-hati, ya ‘kan?
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi